Gambaran Umum
Kepulauan Maluku adalah
sekelompok pulau di Indonesia yang merupakan bagian dari Nusantara.
Kepulauan Maluku terletak di lempeng Australia. Ia berbatasan dengan Pulau Sulawesi di
sebelah barat, Nugini di timur, dan Timor Leste di sebelah
selatan, Palau di timur laut Irian Jaya dan Negara – Negara di Kepulauan
Mikronesia. Pada zaman dahulu, bangsa Eropa menamakannya "Kepulauan rempah-rempah" —
istilah ini juga merujuk kepada Kepulauan
Zanzibar. Sejak 1950 - 1999,
Kepulauan Maluku Utara secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Maluku. Kabupaten
Maluku Utara kemudian ditetapkan sebagai Provinsi Maluku Utara.
Diving At Taman Halmahera "Propinsi Maluku Utara"
Sumber Foto : Patrick Van Moer
I. Geografi
Pesisir Pantai di Kota Tual, Propinsi Maluku
Kepulauan Maluku sering
diuraikan dalam literatur pariwisata memiliki 999 pula; 90% dari wilayah
tersebut adalah laut dengan 77.990 km2 daratan, dan 776.500 km2 lautan.
Provinsi Maluku Utara
- Ternate, pulau utama
- Pulau Bacan
- Halmahera - dengan
luas 20.000 km2 adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku.
- Morotai
- Kepulauan Obi
- Kepulauan Sula
- Tidore
Provinsi Maluku
- Pulau Ambon, pulau
utama
- Pulau Saparua
- Kepulauan Aru
- Kepulauan Babar
- Kepulauan Banda
- Buru
- Kepulauan Kai
- Kisar
- Kepulauan Leti
- Seram
- Kepulauan Tanimbar
- Wetar
Menikmati Suasana Biru Laut di atas Perbukitan Pantai Maluku
II. Penduduk
Rata – rata Penduduk di
Kepulauan Maluku memiliki 2 agama utama yaitu agama Islam Sunni yang
dianut 50,8 % penduduk Maluku dan agama Kristen (baik Protestan
maupun Katolik) yang dianut 48,4 % penduduk Maluku. Maluku tercatat
dalam ingatan sejarah dunia karena konflik atau tragedi krisis kemanusiaan dan
konflik horizontal antara basudara Salam-Sarane atau
antara Islam dan Kristen yang lebih dikenal sebagai Tragedi Ambon. Selepas tahun 2002, Maluku berubah wajah menjadi
provinsi yang ramah dan damai di Indonesia, untuk itu dunia memberikan suatu
tanda penghargaan berupa Gong Perdamaian Dunia yang diletakkan
di ACC (Ambon City Centre). Pada tahun 1999 ketika
konflik atau tragedi krisis kemanusiaan dan konflik horizontal antara basudara
Salam-Sarane atau antara Islam dan Kristen yang lebih dikenal sebagai Tragedi
Ambon melanda Maluku, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku
Utara, dengan ibu kota di Sofifi. Namun, karena Kota Sofifi dinilai
belum siap menjadi ibu kota maka pusat pemerintahan sementara sampai 2009
berada di Kota Ternate yang berada di Pulau Ternate.
Adat Pela Gandong
Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang
dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan
antara satu negeri (sebutan untuk kampung atau desa) dengan
negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga
menganut agama lain di Maluku (Bahasa Ambon: Tapele
Tanjong). Biasanya satu negeri memiliki paling tidak satu atau dua Pela
yang berbeda jenisnya. Sistem perjanjian pela ini diperkirakan telah dikenal
atau telah ada sebagai bagian kearifan lokal masyarakat Maluku
sebelum masa kedatangan bangsa-bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda;
dan digunakan untuk memperkuat pertahanan terhadap penyerangan bangsa Eropa
yang pada waktu itu melakukan upaya monopoli rempah-rempah.
Perwujudan dalam satu ikatan kampung maupun agama yang berbeda di Maluku
dilakukan dengan cara semangat goto royong. Budaya Pela Gandong hampir sama
dengan Budaya Mapalus oleh orang Minahasa
di Sulawesi Utara.
Komposisi Suku di Kepulauan Maluku
Propinsi Maluku
Alif'uru (60%),
Eropa khusunya Belanda dan Portugis (20%),
Arab (10%), Sulawesi, Jawa, Sumatra dan lainnya (10%)
Propinsi Maluku Utara
Suku Module, Suku
Pagu,Suku Ternate, Suku Makian Barat, Suku Kao, Suku Tidore, Suku
Buli, Suku Patani, Suku Maba, Suku Sawai, Suku Weda, Suku
Gne, Suku Makian Timur, Suku Kayoa,Suku Bacan, Suku Sula, Suku
Ange, Suku Siboyo, Suku Kadai, Suku Galela, Suku Tobelo, Suku
Loloda, Suku Tobaru, Suku Sahu, Suku Arab, Eropa
III. Ekonomi
Kota Ambon - Ibukota Propinsi Maluku
Secara makro ekonomi,
kondisi perekonomian di Kepulauan Maluku baik Proinsi Maluku dan Maluku Utara
cenderung membaik setiap tahun. Salah satu indikatornya antara lain, adanya
peningkatan nilai PDRB. Pada tahun 2003 PDRB Provinsi Maluku mencapai 3,7
triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 4,05 triliun tahun 2004. Pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2004 mencapai 4,05 persen dan meningkat menjadi 5,06 persen
pada 2005. Kondisi geografis Provinsi Maluku bila dilihat dari sisi strategis
peluang investasi bisnis dapat diprediksi bahwa sumber daya alam di sektor
perikanan dan kelautan dapat dijadikan primadona bisnis di Maluku, selain
sektor lainnya seperti pertanian subsektor peternakan dan perkebunan, sektor
perdagangan dan sektor pariwisata
serta sektor jasa yang seluruhnya memiliki nilai jual dan potensi bisnis yang
cukup tinggi.
IV. Sejarah
Maluku memiliki sejarah
yang panjang mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama kurang
lebih 2300 tahun lamanya dengan didominasi secara berturut-turut oleh bangsa
Arab, Portugis, Spanyol, dan Belanda serta menjadi daerah pertempuran sengit
antara Jepang dan Sekutu pada era Perang Dunia ke II. Para penduduk asli Banda
berdagang rempah-rempah dengan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, paling
tidak sejak zaman Kekaisaran Romawi. Dengan adanya kemunculan agama Islam,
perdagangan didominasi oleh para pedagang Muslim. Salah satu sumber kuno Arab
menggambarkan lokasi dari pulau ini berjarak sekitar lima belas hari berlayar
dari Timur 'pulau Jaba' (Jawa) namun perdagangan langsung hanya terjadi hingga
akhir tahun 1300-an. Para pedagang Arab tidak hanya membawa agama Islam, tetapi
juga sistem kesultanan dan mengganti sistem lokal yang di mana didominasi oleh
Orang Kaya, yang di samping itu lebih efektif digunakan jika berurusan dengan
pihak luar. Melalui perdagangan
dengan para pedagang Muslim, bangsa Venesia kemudian datang untuk memonopoli
perdagangan rempah-rempah dari Eropa antara 1200 dan 1500, melalui dominasi atas
Mediterania ke kota pelabuhan seperti Iskandariyah (Mesir), setelah jalur
perdagangan tradisional mulai terganggu oleh Mongol dan Turki. Dalam menunjang
monopoli ini kemudian mereka ikut serta dalam Abad Eksplorasi Eropa. Portugal
mengambil langkah awal penjelajahan dengan berlayar ke sekitar tanjung selatan
benua Afrika, mengamankan rute-rute penting perdagangan, bahkan tanpa sengaja
menemukan pantai Brazil dalam pencarian ke arah selatan. Portugal akhirnya
sukses dan pembentukan daerah monompolinya sendiri dan memancing keukasaan
maritim lain seperti Spanyol-Eropa, Perancis, Inggris dan Belanda untuk
mengganggu posisinya. Karena tingginya nilai rempah-rempah di Eropa dan
besarnya pendapatan yang dihasilkan, Belanda dan Inggris segera terlibat dalam
konflik untuk mendapatkan monopoli atas wilayah ini. Persaingan untuk memiliki
kontrol atas kepulaiuan ini menjadi sangat intensif bahakn untuk itu Belanda
bahkan memberikan pulau Manhattan (sekarang New York), di
pihak lain Inggris memberikan Belanda kontrol penuh atas kepulauan Banda. Lebih
dari 6.000 jiwa di Banda telah gugur dan mati syahid dalam perang memperebutkan
rempah-rempah ini. Dan di kemudian hari, kemenangan atas kepulauan ini
dikantongi Kerajaan Belanda.
Arkeologi
Bukti arkeologi paling
awal adanya okupasi manusia di wilayah ini ditemukan sekitar tiga puluh dua
ribu tahun, tetapi bukti adanya permukiman yang lebih tua di Australia mungkin
mengindikasikan bahwa Maluku telah memiliki pengunjung sebelumnya. Bukti bahwa
semakin meluasya hubungan perdagangan jarak jauh dan frekuensi okupasi terhadap
kepulauan lain yang menjadi semakin tinggi, dimulai sekitar sepuluh ribu hingga
lima belas tahun kemudian. Batu permata dan perak yang biasanya digunakan
sebagai mata uang di semenanjung India sekitar 200 sebelum Masehi telah
ditemukan pada beberapa pulau. Maluku pada saat itu berkembang menjadi daerah
kosmopolitan di mana para pedagang rempah-rempah dari seluruh wilayah menetap
di sana, termasuk para pedagang Arab dan Cina yang mengunjungi atau bermaksud
untuk tinggal di daerah tersebut. Kemungkinan lainnya adalah Maluku telah
menjadi rumah bagi banyak bangsa-bangsa semi-nomadik Ras Melanesia. Gua-gua
prasejarah masih bisa ditemukan di daerah Seram bagian Utara dan di wilayah
Taniwel bisa dijumpai banyak fosil-fosil yang belum terungkap
Era Portugis dan Spanyol
Selain dari adanya
pengaruh kebudayaan hal yang paling signifikan dari efek kehadiran Portugis
adalah gangguan dan disorganisasi perdagangan Asia namun di samping itu adalah
adanya penyebaran Agama Kristen di Indonesia Timur termasuk Maluku. Portugis
yang telah menaklukkan Malaka pada awal abad keenambelas dan pengaruh mereka
terasa sangat kuat di Maluku dan kawasan lain di timur Indonesia. Setelah
penaklukan Portugis atas Malaka pada bulan Agustus 1511, Afonso de Albuquerque
pelajari rute ke Kepulauan Banda dan Kpulauan Rempah-Rempah lainnya dengan
mengirim sebuah penjelajahan tiga kapal ekspedisi di bawah pimpinan António
de Abreu, Simao Afonso Bisigudo dan Francisco Serrano. Di tengah
perjalanan untuk kembali, Francisco Serrao yang terdampar di pulau
Hitu (Ambon utara) pada 1512. Ia mendirikan hubungan dengan penguasa lokal yang
terkesan dengan kemampuan militer. Adanya pertikaian antara Kerajaan Ternate
dan Tidore juga melibatkan Portugis. Setelah bergabung dengan Ternate, Serrão
kemudian membangun benteng di pulau tersebut dan menjadi kepala duitan dari
para serdadu Portugis di bawah pelayanan satu dari dua sultan yang berkuasa
mengendalikan perdagangan rempah-rempah. Namun dengan adanya penyebaran agama
Kristen mengakibatkan terjadinya ketegangan dengan Penguasa Ternate yang adalah
Muslim. Ferdinand Magellan Serrão mendesak dia untuk bergabung di Maluku dan
memberikan informasi para penjelajah tentang Kepulauan rempah-rempah. Akan
tetapi, keduanya meninggal sebelum sempat bertemu satu sama lain. Pada tahun
1535 Raja Tabariji diberhentikan dan dikirim ke Goa oleh Portugis. Ia kemudaun
menganut Kristen serta mengubah namanya menjadi Dom Manuel. Setelah dinyatakan
bersalah, dia dikirim kembali ke takhtanya kembali, tetapi meninggal dalam perjalanan
di Melaka pada 1545. Meskipun begitu, ia mewariskan pulau Ambon kepada Ayah
Baptisnya yang adalah seorang Portugis, Jordão de Freitas. Setelah kejadian
pembunuhan Sultan Hairun oleh Portugis, Ternate keudian mengusir mereka pada
tahun 1575 setelah pengepungan selama 5 tahun. Pendaratan Portugis yang pertama
di Ambon terjadi pada tahun 1513, yang di kemudian hari akan menjadi pusat
kegiatan Portugal di Maluku setelah pengusiran dari Ternate. Kekuatan Eropa di
daerah tersebut pada saat itu lemah dan Ternate makin menyebarkan kekuasaannya
sebagai Kerajaan Islam anti Portugis di bawah pimpinan Sultan Baab Ullah dan
anaknya Sultan Said. Di Ambon, Portugis mendapat perlawanan dari penduduk
muslim lokal di daerah utara pulau tesebut terutama di Hitu yang telah lama
menjalin hubungan kerjasama perdagangan dan agama dengan kota-kota pelabuhan di
pantai utara Jawa.Sesungguhnya, Portugis tidak pernah berhasil mengendalikan
perdagangan rempah-rempah lokal dan gagal dalam upaya untuk membangun otoritas
mereka atas kepulauan Banda, pusat produksi pala. Spanyol kemudian mengambil
kontrol atas Ternate dan Tidore. Misionaris dan saah satu dari Orang Suci
Katolik, Santo Fransiscus Xaverius (Saint Francis Xavier), tiba di Maluku pada
tahun 1546-1547 kepada orang Ambon, Ternate, dan Morotai serta meletakkan dasar
untuk misi permanen di sana. Dengan tibanya dia di sana, 10.000 orang telah
dibaptis menjadi Katolik, dengan persentase terbanyak di pulau Ambon dan
sekitar tahun 1590 terdapat 50.000 bahkan 60.000 orang telah dibaptis, walaupun
beberapa daerah sekitarnya tetap menjadi daerah Muslim. Selama pekerjaan
Misionaris, telah terdapat komunitas Kristen dalam jumlah besar di daerah timur
Indonesia selama beberapa waktu, serta telah berkontribusi terhadap kepentingan
bersama dengan Eropa, khususnya di antara orang Ambon. Pengaruh lainnya
termasuk sejumlah besar kata berasal dari Indonesia Portugis yang di samping
Melayu merupakan bahasa pergaulan sampai awal abad kesembilanbelas. Kata-kata
dalam Bahasa Indonesia seperti pesta, sabun, bendera, meja, Minggu, semua
berasal dari bahasa Portugis. Banyak pula nama-nama keluarga di Maluku berasal
dari Portugis seperti de Lima, Waas, da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves,
Mendosa, Rodrigues, dan da Silva.
Bangsa Belanda
Orang Belanda tiba
pada tahun 1599 dan melaporkan adanya usaha Portugis untuk memonopoli
perdagangan tradisional mereka. Setelah Orang Ambon berhasil membantu Belanda
dalam membangun benteng di Hitu Lama, Portugis memulai kampanye melawan bantuan
terhadap Ambon dari Belanda. Setelah 1605 Frederik Houtman menjadi gubernur Belanda pertama
Ambon. VOC merupakan perusahan perdagangan Belanda yang terhambat oleh tiga
faktor daam menjalankan usahanya yaitu: Portugis, penduduk lokal dan Inggris.
Sekali lagi, penyelundupan merupakan satu-satunya cara untuk monopoli Eropa.
Selama abad ke-17, Banda melakukan perdagangan bebas dengan Ingris. Upaya
Belanda adalah dengan mengurangi jumlah penduduk asli Banda lalu mengirim
lainnya ke luar pulai serta mendirikan instalasi budak kerja. Walaupun lainnya kembali
menetap di Kepulauan Banda, sisa wilayah Maluku lainnya tetap sangat sulit
untuk berada di bawah kontrol asing bahkan setelah Portugis mendirikan stasiun
perdagangannya di Makassar, terjadi pemberontakan penduduk lokal pada tahun
1636 dan 1646. Di bawah kontrol kompeni Maluku teradministrasi menjadi residen
Belanda yaitu Ternate di Utara dan Amboyna (Ambon) di selatan. Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di
darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para
penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang
menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda
Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath,
Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat
dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh
Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri
pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon.
Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai
“PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.
Perang Dunia II
Pecahnya Perang Pasifik
tanggal 7 Desember 1941 sebagai bagian dari Perang Dunia II mencatat era baru
dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Gubernur Jendral Belanda A.W.L. Tjarda
van Starkenborgh , melalui radio, menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda
dalam keadaan perang dengan Jepang. Tentara Jepang tidak banyak kesulitan
merebut kepulauan di Indonesia. Di Kepulauan Maluku, pasukan Jepang masuk dari
utara melalui pulau Morotai dan dari timur melalui pulau Misool. Dalam waktu
singkat seluruh Kepulauan Maluku dapat dikuasai Jepang. Perlu dicatat bahwa
dalam Perang Dunia II, tentara Australia sempat bertempur melawan tentara
Jepang di desa Tawiri. Dan untuk memperingatinya dibangun monumen Australia di
negeri negeri Tawiri (tidak jauh dari Bandara Pattimura). Dua
hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Maluku dinyatakan
sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia. Namun pembentukan dan kedudukan
Provinsi Maluku saat itu terpaksa dilakukan di Jakarta, sebab segera setelah
Jepang menyerah, Belanda (NICA) langsung memasuki Maluku dan menghidupkan
kembali sistem pemerintahan kolonial di Maluku. Belanda terus berusaha
menguasai daerah yang kaya dengan rempah-rempahnya ini, bahkan hingga setelah
keluarnya pengakuan kedaulatan pada tahun 1949 dengan mensponsori terbentuknya
Republik Maluku Selatan (RMS).
V. Pemerintahan
Daerah Ternate Maluku Utara
Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
1
|
Kabupaten Buru
|
Namlea
|
2
|
Kabupaten Buru Selatan
|
Namrole
|
3
|
Kabupaten Kepulauan Aru
|
Dobo
|
4
|
Kabupaten Maluku Barat
Daya
|
Tiakur
|
5
|
Kabupaten Maluku Tengah
|
Masohi
|
6
|
Kabupaten Maluku
Tenggara
|
Langgur
|
7
|
Kabupaten Maluku
Tenggara Barat
|
Saumlaki
|
8
|
Kabupaten Seram Bagian
Barat
|
Piru (de facto)
|
9
|
Kabupaten Seram Bagian
Timur
|
Bula (de facto)
|
10
|
Kota Ambon (Ibukota)
|
-
|
11
|
Kota Tual
|
-
|
Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku Utara
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
1
|
Kabupaten Halmahera
Barat
|
Jailolo
|
2
|
Kabupaten Halmahera
Tengah
|
Weda
|
3
|
Kabupaten Halmahera
Utara
|
Tobelo
|
4
|
Kabupaten Halmahera
Selatan
|
Labuha
|
5
|
Kabupaten Halmahera
Timur
|
Maba
|
6
|
Kabupaten Kepulauan
Sula
|
Sanana
|
7
|
Kabupaten Pulau Morotai
|
Daruba
|
8
|
Kabupaten Pulau Taliabu
|
Bobong
|
9
|
Kota Ternate
|
Ternate
|
10
|
Kota Tidore
|
Soasiu
|
- |
Kota Sofifi (Ibukota)
|
Kembali Ke : Ensiklopedi
Sumber
. Y., Reksodiharjo-Lilley, G.
(1996). The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku. Hong Kong:
Periplus Editions Ltd. p. page 9. ISBN 962-593-076-0.
. Monk, K.A.; Fretes, Y.,
Reksodiharjo-Lilley, G. (1996). The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku.
Hong Kong: Periplus Editions Ltd. p. page 7. ISBN 962-593-076-0.
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita