Gambaran Umum
Pulau Papua atau Guinea
Baru (Bahasa Inggris: New Guinea, di-Indonesiakan
menjadi Nugini) atau yang dulu disebut dengan Pulau Irian,
adalah pulau terbesar kedua (setelah Tanah Hijau atau greenland) di dunia yang terletak di
sebelah utara Australia. Pulau ini dibagi menjadi dua wilayah yang
bagian baratnya dikuasai oleh Indonesia dan bagian timurnya
merupakan negara Papua Nugini. Di pulau yang bentuknya menyerupai
burung cendrawasih ini terletak gunung tertinggi di Indonesia,
yaitu Puncak Jaya (4.884 m). Nama Irian digunakan
dalam Bahasa Indonesia untuk mengacu terhadap pulau ini juga terhadap provinsi,
sebagaimana "Provinsi Irian Jaya". Nama ini diusulkan pada
tahun 1945 oleh Marcus Kaisiepo, saudara dari Gubernur yang akan datang Frans
Kaisiepo. Nama ini diambil dari Bahasa
Biak yang berarti beruap, atau semangat untuk
bangkit. Nama ini juga digunakan dalam bahasa pribumi lain
seperti Bahasa Serui, Bahasa Merauke
dan Bahasa Waropen. Nama ini digunakan sampai tahun 2001 dimana pulau
beserta provinsinya kembali dinamakan Papua. Nama Irian yang awalnya disukai oleh penduduk asli Papua, sekarang
dianggap sebagai nama yang diberikan oleh Jakarta. "Nugini"
berasal dari kata New Guinea, nama yang diberikan oleh orang Barat,
yang di-Indonesiakan. Mereka dahulu berpendapat bahwa tanah Papua mirip Guinea, sebuah wilayah di Afrika dan
akhirnya pulau ini disebut Guinea baru. Istilah "Papua"
digunakan untuk merujuk kepada pulau ini secara keseluruhan. Istilah
"Papua" sekarang juga digunakan untuk merujuk kepada dua provinsi di Papua
bagian barat yang termasuk dalam wilayah pemerintahan negara Indonesia,
yaitu Papua dan Papua Barat. Namun beberapa publikasi (lihat misalnya
Kartikasari et al. 2007) membatasi penggunaan nama
"Papua" untuk bagian barat Pulau Nugini.
Pulau Papua memiliki luas
sekitar 421.981 km2, pulau Papua berada di ujung timur dari wilayah Indonesia,
dengan potensi sumber daya alam yang bernilai ekonomis dan strategis, dan telah
mendorong bangsa – bangsa asing untuk menguasai pulau Papua. Kabupaten Puncak
Jaya merupakan kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan kota yang terendah
adalah kota Merauke. Sebagai daerah tropis dan wilayah kepulauan, pulau Papua memiliki
kelembaban udara relative lebih tinggi berkisar antara 80-89% kondisi geografis
yang bervariasi ini mempengaruhi kondisi penyebaran penduduk yang tidak merata.
Pada tahun 1990 penduduk di pulau Papua berjumlah 1.648.708 jiwa dan meningkat
menjadi sekitar 2,8 juta jiwa pada tahun 2006.
Luas wilayah
|
|
Luas
|
420.540 km²
|
Iklim
|
|
Curah hujan
|
1.800 – 3.000 mm
|
Suhu udara
|
19-28°C
|
Kelembapan
|
80%
|
I. Penduduk
Jika dilihat dari
karakteristik budaya, mata pencaharian dan pola kehidupannya, penduduk asli
Papua itu dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Papua pegunungan atau
pedalaman, dataran tinggi dan Papua dataran rendah dan pesisir. Pola
kepercayaan agama tradisional masyarakat Papua menyatu dan menyerap ke segala
aspek kehidupan, mereka memiliki suatu pandangan dunia yang integral yang erat
kaitannya satu sama lain antar dunia yang material dan spiritual, yang sekuler
dan sacral dan keduannya berfungsi bersama-sama.
Kelompok suku asli di Papua baik itu di Propinsi Papua dan Papua Barat terdiri dari 25 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Suku-suku tersebut antara lain:
- Ansus
- Amungme
- Asmat
- Ayamaru
- Bauzi
- Biak
- Dani
- Empur
- Enggros
- Fuyu
- Hatam
- Iha
- Kamoro
|
- Korowai
- Mandobo/Wambon
- Mee
- Meyakh, mendiami Kota Manokwari
- Moskona, mendiami daerah Merdei
- Muyu
- Nafri
- Sentani, mendiami sekitar danau Sentani
- Souk
- Tobati
- Waropen
- Wamesa
|
Pendatang
Jawa, Bugis, Sunda,Makassar, Buton, Batak,Minahasa, Huli, Tionghoa
Jawa, Bugis, Sunda,Makassar, Buton, Batak,Minahasa, Huli, Tionghoa
Komposisi Agama di Tanah Papua
- Protestan 51,2 %
- Katolik 23.42%
- Islam 22 %
- Hindu 3%
- Budha 0.13%
|
II. Ekonomi
Kota Jayapura di Waktu Malam
Infrastruktur
Pembangunan Jalan Tol Trans Papua
Pulau Papua merupakan
salah satu pulau terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya lebih tiga kali
luas pulau Jawa, ditambah jumlah penduduk yang masih sedikit dengan kekayaan
alam begitu kaya dan belum digali
seperti hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan pertambangan. Hal ini
disebabkan karena belum adanya jaringan jalan yang memadai yang dapat
menghubungkan wilayah - wilayah sentra produksi untuk itu Dinas Pekerjaan umum
berupaya melakukan pembangunan infrastruktur jalan yang baik antara lain :
- Pembangunan Jalan Tol Trans Papua, yang menghubungkan beberapa daerah di Pulau Papua :
Jalan Tol Trans Papua Seksi:
- Jalan Tol
Jayapura-Bordir Indonesia-Wevak
- Jalan Tol
Jayapura-Botawa-Serui
- Jalan Tol Sorong-Botawa Seksi:
. A (ruas Raja Ampat
(Sorong)-Manokwari)
. B (ruas Manokwari-Nabire)
. C (ruas Nabire-Botawa)
- Pembangunan jalan Jayapura - Wamena yang merupakan status jalan Provinsi
sebagai kegiatan investasi yang besar bagi Pemerintah Provinsi Papua dan
Kabupaten Jayawijaya yang dibangun dengan tujuan :
.Sebagai Sarana untuk
mengintegrasikan Pengembangan Potensi daerah dan Perubahan Struktur masyarakat.
.Membentuk suatu sistem
Jaringan Jalan Nasional, Provinsi , Kabupaten dan Kota guna mendukung sistem
produksi dan distribusi.
.Membentuk manfaat secara
lansung kepada masyarakat dalam hal kemudahan kegiatan Sosial, ekonomi, arus
barang dan jasa, kesempatan kerja dan ketrampilan masyarakat.
Wisata
Sektor Pariwisata juga
menjadi anadalan bagi Pulau Papua. Raja Ampat sebagai Surganya Dunia di Timur Indonesia menawarkan keindahan yang tak
terbandingkan. Wajar jika Raja Ampat menjadi salah Destinasi Wisata Internasional
di Indonesia setelah Bali, Yogyakarta, Lombok, dan Batam. Dibangunnya Bandara
dan Infrastruktut Jalan yang memudahkan akses utuk ke tempat Destinasi Wisata
Internasional diperlukan agar setiap Wisatawan baik itu Manacanegara dan Domestik
dapat menikmati keindahan Alam Papua di Raja Ampat, tentunya dengan harga yang
lebih murah. Belum lagi wisata lainnya di sekitar Raja Ampat seperti deretan
Kepulauan Palau yang merupakan bagaian dari kepulauan Mikronesia. Anda dapat
menyaksikan Gua yang dipenuhi dengan Ubur – Ubur, tentunya hanya ada di
Indonesia !. Fenomena Gua Ubur – Ubur ini, hampir sama dengan proses gejala
alam yang di jumpai di Pulau Kalimantan, tepatnya di Danau Kakaban. Proses ini
terbentuk dari Letusan Gunung Api dimana ketika proses itu, beberapa puluh ribu
tahun yang lalu terjadi Tsunami yang menyebabkan Air laut naik ke daratan dan
memntuk Genangan Air seperti Danau Kakaban – Kalimantan ataupun Gua – Gua di
sekitar Raja Ampat, dan Indonesia Punya Itu. Anda juga tidak perlu jauh – jauh melihat
salju di luar negeri ataupun setidaknya di Mount Everest yang merupakan Gunung
Tertinggi di Dunia. Cukup Di Papua. Pegunungan Jayawijaya, yang merupakan Gunung
dengan Puncak tertinggi di Indonesia menawarkan suasana Salju di bagian Puncaknya,
tentunya suhu di Puncak begitu dingin, sehingga Salju bisa di dapat di Puncak Gunung Tertinggi Jayawijaya yaitu Puncak Piramida Catenz dan Puncak Jaya di Pegunungan Jayawijaya yang merupakan bagian dari Tujuh Puncak Dunia. Gunung ini memiliki
tinggi setinggi 4.884 meter di atas permukaan laut yang diselimuti salju abadi.
Pertambangan
Alam Papua yang begitu
kaya akan tambang Emas, Perak, dan Tembaga menyebabkan beberapa negara di Luar
Negeri ingin melakukan Eksplorasi secara besar – besaran di Tanagh Papua. Melalui
PT. Freeport Indonesia, Pertambangan Indonesia dikelola dengan sistem bagi
hasil. Sempat menimbulkan ketidaksenangan dari Orang Papua asli yang menganggap
bahwa Tanah Papua yang seharusnya bisa lebih Makmur membuat banyak timbul
pemberontakan yang dilakukan oleh Orgainsasi Papua Merdeka. Namun dengan janji
Indonesia tentunya dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan pemekaran Propinsi
Papua Barat, membuat Pemberontakan dapat diminimalisir. Dan PT. Freeport
berjanji akan lebih membuka kesempatan bagi Orang Papua ubntuk dapat bekerja di
Pertambangan. Tentu saja sisitem bagi Hasil yang seimbang antara Pemerintah
Pusat, Daerah, dan PT. Freeport harus dapat ditemukan titik temu dalam
mengatasi permasalahan tersebut.
III. Pendidikan
Di Negara Indonesia,
Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun
2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun 2004-2010 memiliki IPM yang paling
kecil di antara provinsi-provinsi yang lain. Hal ini dapat diakibatkan bahwa
kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat terhadap
ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi Papua.
Akan tetapi, sumber daya alam yang terdapat pada Provinsi Papua sangat besar.
Jadi Provinsi Papua seharusnya mampu bersaing untuk meningkatkan IPM dengan
provinsi-provinsi yang lainnya. Apresiasi peningkatan dan pemerataan pendidikan
untuk masyarakat Nusantara dilakukan diantaranya melalui program Afirmasi
Pendidikan Menengah (Adem). Dalam program beasiswa ini Anak asli Papua
berkesempatan melanjutkan studinya untuk tahun ajaran 2015 ke jenjang setingkat
sekolah menengah atas di sejumlah daerah Tanah Pasundan, Jawa Barat.
Pemerintah Kota Bandung akan mendorong program pendidikan bagi para
siswa asal Papua dan berencana akan meningkatkan jumlah siswa Papua yang akan
bersekolah di Bandung. Program Adem bergulir sejak 2013. Memasuki
tahun ketiga atau 2015 ini sudah 1.304 anak Papua menimba ilmu ke tingkat SMA
atau SMK di Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan
Bali. Untuk program ADEM 2015 tercatat 505 anak Papua menempuh pendidikan
SMA dan SMK di enam provinsi tersebut.
IV. Sejarah
Sejarah Papua tidak bisa
dilepaskan dari masa lalu Indonesia. Papua adalah sebuah pulau yang terletak di
sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia.
Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan
pulau terbesar ke-dua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau
Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland
New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini
dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah
negara Papua New Guinea (Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi
penduduk di antara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, namun
kemudian dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan. Papua memiliki luas area
sekitar 421.981 kilometer persegi dengan jumlah populasi penduduk hanya sekitar
2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah Papua merupakan hamparan hutan hujan tropis
yang sulit ditembus, karena terdiri dari lembah-lembah yang curam dan pegunungan
tinggi, dan sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan
antara Indonesia dengan Papua Nugini ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang
memotong pulau Papua dari utara ke selatan. Seperti juga sebagian
besar pulau-pulau di Pasifik Selatan lainnya, penduduk Papua berasal dari
daratan Asia yang bermigrasi dengan menggunakan kapal laut. Migrasi itu dimulai
sejak 30.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, dan mengakibatkan mereka berada di
luar peradaban Indonesia yang modern, karena mereka tidak mungkin untuk
melakukan pelayaran ke pulau-pulau lainnya yang lebih jauh.
Para penjelajah Eropa
yang pertama kali datang ke Papua, menyebut penduduk setempat sebagai orang
Melanesia. Asal kata Melanesia berasal dari kata Yunani, ‘Mela’ yang artinya
‘hitam’, karena kulit mereka berwarna gelap. Kemudian bangsa-bangsa di Asia
Tenggara dan juga bangsa Portugis yang berinteraksi secara dekat dengan
penduduk Papua, menyebut mereka sebagai orang Papua. Papua sendiri
menggambarkan sejarah masa lalu Indonesia, dimana tercatat bahwa selama abad
ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di wilayah
yang sekarang dikenal sebagai Palembang, Sumatera Selatan, mengirimkan
persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa
ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang
merupakan hewan asli dari Papua, yang pada waktu itu dikenal sebagai ‘Janggi’. Dalam
catatan yang tertulis di dalam kitab Negara
Kertagama, Papua juga termasuk kedalam wilayah kerajaan Majapahit
(1293-1520). Selain tertulis dalam kitab yang merupakan himpunan sejarah yang
dibuat oleh pemerintahan Kerajaan Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam
wilayah kekuasaan Majapahit juga tercantum di dalam kitab Prapanca yang disusun
pada tahun 1365.
Walaupun terdapat
kontroversi seputar catatan sejarah tersebut, namun hal itu menegaskan bahwa
Papua adalah sebagai bagian yang tidak terlepas dari jaringan kerajaan-kerajaan
di Asia Tenggara yang berada dibawah kontrol kekuasaan kerajaan Majapahit. Selama
berabad-abad dalam paruh pertama millennium kedua, telah terjalin hubungan yang
intensif antara Papua dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, dimana hubungan
tersebut bukan hanya sekedar kontak perdagangan yang bersifat sporadis antara
penduduk Papua dengan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau terdekat. Selama
kurun waktu tersebut, orang-orang dari pulau terdekat yang kemudian datang dan
menjadi bagian dari Indonesia yang modern, menyatukan berbagai keragaman yang
terserak di dalam kawasan Papua. Hal ini tentunya membutuhkan interaksi yang
cukup intens dan waktu yang tidak sebentar agar para penduduk di Papua bisa
belajar bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, apalagi mengingat
keaneka-ragaman bahasa yang mereka miliki. Pada tahun 1963, dimana dari sekitar
700.000 populasi penduduk yang ada, 500.000 di antara mereka berbicara dalam
200 macam bahasa yang berbeda dan tidak difahami antara satu dengan yang
lainnya. Beragamnya bahasa di antara sedikitnya populasi penduduk tersebut diakibatkan
karena terbentuknya kelompok-kelompok yang diisolasi oleh perbedaan antara yang
satu dengan yang lainnya selama berabad-abad yang disebabkan oleh kepadatan
hutan dan juga jurang yang curam yang sulit untuk dilalui yang memisahkan
mereka, oleh karena itu sekarang ini ada sebanyak 234 bahasa pengantar di
Papua, dua dari bahasa kedua tanpa pembicara asli. Banyak dari bahasa ini hanya
digunakan oleh 50 atau kurang pemakainya. Beberapa golongan kecil tentang ini
sudah punah, seperti Tandia, yang hanya digunakan oleh dua pembicara dan Mapia
yang hanya digunakan oleh satu pembicara. Sekarang ini bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa pengantar yang diajarkan
di sekolah-sekolah dan merupakan bahasa di dalam melakukan berbagai transaksi.
Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu, versi pasar.
Papua berada di wilayah
paling timur negara Indonesia. Ia merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau
Greendland di Denmark. Luasnya capai 890.000 Km² (ini jika digabung dengan
Papua New Guinea). Besarnya diperkirakan hampir lima kali luas pulau Jawa. Pada
sekitar tahun 200 M , ahli Geography bernama Claudius Ptolemaeus (Ptolamy)
menyebut pulau Papua dengan nama Labadios. Sampai saat ini tak ada yang
tahu, kenapa pulau Papua diberi nama Labadios. Sekitar akhir tahun 500 M, oleh
bangsa China diberi nama Tungki. Hal ini dapat diketahui setelah mereka
menemukan sebuah catatan harian seorang pengarang Tiangkok, Ghau Yu Kuan yang
menggambarkan bahwa asal rempah-rempah yang mereka peroleh berasal dari Tungki,
nama yang digunakan oleh para pedagang China saat itu untuk Papua. Selanjutnya,
pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan
menggunakan nama Janggi. Dalam buku Kertagama 1365 yang dikarang Pujangga Mpu
Prapanca “Tugki” atau “Janggi” sesungguhnya adalah salah eja diperoleh dari
pihak ketiga yaitu Pedagang Cina Chun Tjok Kwan yang dalam perjalanan dagangnya
sempat menyinggahi beberapa tempat di Tidore dan Papua. Di awal tahun
700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk
pedangan dari India. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini
setelah melihat kesuksesan pedangang asal China. Para pedagang ini sebut nama
Papua dengan Dwi Panta dan juga Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan
Ujung Lautan. Pada akhir tahun 1300, Kerajaan Majapahit menggunakan dua nama,
yakni Wanin dan Sram. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di
daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak
yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang
membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini
disebut. Sekitar tahun 1646, Kerajaan Tidore memberi nama untuk pulau ini
dan penduduknya sebagai Papa-Ua, yang sudah berubah dalam sebutan menjadi
Papua. Dalam bahasa Tidore artinya tidak bergabung atau tidak bersatu (not
integrated). Dalam bahasa melayu berarti berambut keriting. Memiliki pengertian
lain, bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah. Ada juga
yang memakai nama Papua sebagai bentuk ejekan terhadap warga setempat—penduduk
primitif, tertinggal, bodoh— yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti
apapun dengan nama Papua. Respon penduduk terhadap nama Papua cukup baik.
Alasannya, sebab nama tersebut benar mencerminkan identitas diri mereka sebagai
manusia hitam, keriting, yang sangat berbeda dengan penduduk Melayu juga
kerajaan Tidore. Tapi, tentu mereka tak terima dengan ejekan yang selalu
dilontarkan warga pendatang. Pada tahun 1511 Antonio d’Arbau, pelaut asal
Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau juga llha de Papo.
Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa
tahun kemudian (1526-1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri
mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis pelayaran
Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama Papua ini
diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore. Berikutnya, pada tahun
1528, Alvaro de Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau
Papua Isla de Oro atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga
merupakan satu-satunya pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di
pantai utara kepulauan Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak
sedikit pula para pelaut Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari
emas yang terdapat di pulau emas tersebut.
Pada tahun 1545, pelaut
asal spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa
Inggris disebut New Guinea. Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan
karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting
sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka
diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru. Nama Papua dan Nueva
Guinea dipertahankan hampir dua abad lamanya, baru kemudian muncul nama Nieuw
Guinea dari Belanda, dan kedua nama tersebut terkenal secara luas diseluruh
dunia, terutama pada abad ke-19. Penduduk nusantara mengenal dengan nama Papua
dan sementara nama Nieuw Guinea mulai terkenal sejak abad ke-16 setelah nama
tersebut tampak pada peta dunia sehingga dipakai oleh dunia luar, terutama di
negara-negara Eropa. Pada tahun 1956, Belanda kembali merubah nama Papua dari
Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut lebih
bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau Papua dari Indonesia
pada zaman itu. Pada tahun 1940-an oleh Residen JP Van Eechoud pernah membentuk
sekolah Bestuur. Disana ia menganjurkan dan memerintahkan Admoprasojo selaku
Direktur Sekolah Bestuur tersebut untuk membentuk dewan suku-suku. Di dalam
kegiatan dewan ini salah satunya adalah mengkaji sejarah dan budaya Papua,
termasuk mengganti nama pulau Papua dengan sebuah nama yang mencerminkan budaya
Papua, dan nama tersebut harus digali dari bumi Papua. Tindak lanjutnya,
berlangsung pertemuan di Tobati, Jayapura. Di dalam turut dibicarakan ide
penggantian nama tersebut, juga dibentuk dalam sebuah panitia yang nantinya
akan bertugas untuk menelusuri sebuah nama yang berasal dari daerah Papua dan
dapat diterima oleh seluruh suku yang ada.
Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian mengambil sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian. Dalam bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi. Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisepo yang mewakili Nieuw Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung Pandang, melalui pidatonya yang berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional, mengganti nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian. Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108). Selanjutnya, Pada 1 Desember 1961, Komite Nasional Papua, disebut Nieuw Guinea Raad oleh Belanda, sebuah lembaga yang disponsori kerajaan Belanda, menyatakan masyarakat Papua siap mendirikan sebuah negara berdaulat, dan mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang Kejora. Mereka menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat. Melalui Operasi Trikora "Tiga Komando Rakyat" yang
dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19
Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di
Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando
Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat
sebagai panglima.
Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi
militer untuk menggabungkan Papua Bagian barat dengan Indonesia. Dalam Operasi itu gugur Pahlawan Terbaik Indonesia Komodor Yos Sudarso dalam suatu pertempuran di Laut Aru, Papua.
Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian mengambil sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian. Dalam bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi. Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisepo yang mewakili Nieuw Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung Pandang, melalui pidatonya yang berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional, mengganti nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian. Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108). Selanjutnya, Pada 1 Desember 1961, Komite Nasional Papua, disebut Nieuw Guinea Raad oleh Belanda, sebuah lembaga yang disponsori kerajaan Belanda, menyatakan masyarakat Papua siap mendirikan sebuah negara berdaulat, dan mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang Kejora. Mereka menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.
Sedangkan United Nations
Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB
untuk menyiapkan act free choice di Papua pada tahun 1969 menggunakan dua nama
untuk Papua, West New Guinea/West Irian. Berikutnya, nama Irian diganti menjadi
Irian Barat secara resmi sejak 1 Mei 1963 saat wilayah ini
"dianeksasi" dari Kerajaan Belanda ke dalam pangkuan Negara republik
Indonesia. Pada tahun 1967, kontrak kerja sama PT Freeport Mc Morran dengan
pemerintah Indonesia dilangsungkan. Dalam kontrak ini Freeport gunakan nama
Irian Barat, padahal secara resmi Papua belum resmi jadi bagian Indonesia. Setelah
Papua menjadi bagian dari Negara Indonesia melalui PEPERA 1969 yang
dianggap penuh rekayasa oleh sebagian besar rakyat Papua, perjuangan untuk tetap
memisahkan diri dari Negara Indonesia untuk menjadi Negara merdeka dan
berdaulat terus suarakan. Pada tanggal 1 Juli 1971,
Seth Jafet Rumkorem, pimpinan Pemerintah Revolusioner sementara Republik West
Papua di Markas Victoria menggunakan nama West Papua untuk Papua. Kehadiran
organisasi ini tak begitu lama karena berhasil di tumpas oleh pemerintah
Indonesia melalui beberapa operasi militer. Dan kemudian pada tanggal 1 Maret
1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian barat resmi diganti oleh
Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Penggantian nama tersebut dilakukan
bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT. Freeport Indonesia yang pusat
eksploitasinya dinamakan Tembagapura. Memasuki era reformasi sebagian
masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden
Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara
kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru
1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, beliau memaklumkaan bahwa nama
Irian Jaya saat itu dirubah namanya menjadi Papua. Kembalinya nama Papua sejak
diberikan oleh Kerajaan Tidore pada tahun 1800-an memberikan arti tersendiri,
bahwa pulau ini dihuni oleh penduduk yang berambut keriting, kulit hitam, punya
Ras Melanesia. Ia tak sama dengan ras Melayu –ras masyarakat Indonesia
pada umumnya.
Asal usul nama
Perkembangan asal usul
nama pulau Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring dengan sejarah
interaksi antara bangsa-bangsa asing dengan masyarakat Papua, termasuk pula
dengan bahasa-bahasa lokal dalam memaknai nama Papua. Provinsi Papua dulu
mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat. Pada masa pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands
Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini dikenal
sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun1969 hingga 1973. Namanya
kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat
meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan
secara resmi hingga tahun 2002.
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua.
Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan
Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia;
bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian
baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun
kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang
menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini. Nama Papua Barat (West
Papua) masih sering digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM),
suatu gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan
membentuk negara sendiri.
V. Pemerintahan
Propinsi Papua
Kota Jayapura Ibukota Propinsi Papua
Kabupaten dan Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Pusat pemerintahan
|
1
|
Kabupaten Asmat
|
Agats
|
2
|
Kabupaten Biak Numfor
|
Biak
|
3
|
Kabupaten Boven Digoel
|
Tanah Merah
|
4
|
Kabupaten Deiyai
|
Tigi
|
5
|
Kabupaten Dogiyai
|
Kigamani
|
6
|
Kabupaten Intan Jaya
|
Sugapa
|
7
|
Kabupaten Jayapura
|
Sentani
|
8
|
Kabupaten Jayawijaya
|
Wamena
|
9
|
Kabupaten Keerom
|
Waris
|
10
|
Kabupaten Kepulauan
Yapen
|
Serui
|
11
|
Kabupaten Lanny Jaya
|
Tiom
|
12
|
Kabupaten Mamberamo
Raya
|
Burmeso
|
13
|
Kabupaten Mamberamo
Tengah
|
Kobakma
|
14
|
Kabupaten Mappi
|
Kepi
|
15
|
Kabupaten Merauke
|
Merauke
|
16
|
Kabupaten Mimika
|
Timika
|
17
|
Kabupaten Nabire
|
Nabire
|
18
|
Kabupaten Nduga
|
Kenyam
|
19
|
Kabupaten Paniai
|
Enarotali
|
20
|
Kabupaten Pegunungan
Bintang
|
Oksibil
|
21
|
Kabupaten Puncak
|
Ilaga
|
22
|
Kabupaten Puncak Jaya
|
Kotamulia
|
23
|
Kabupaten Sarmi
|
Sarmi
|
24
|
Kabupaten Supiori
|
Sorendiweri
|
25
|
Kabupaten Tolikara
|
Karubaga
|
26
|
Kabupaten Waropen
|
Botawa
|
27
|
Kabupaten Yahukimo
|
Sumohai
|
28
|
Kabupaten Yalimo
|
Elelim
|
29
|
Kota Jayapura
|
Kayobatu
|
UU RI Tahun 2008 Nomor 6
adalah dasar hukum pembentukan Kabupaten Nduga di Provinsi Papua,
saat ini tidak terdapat jurisdiksi Kabupaten Nduga Tengah.
Propinsi Papua Barat
Kota Manokwari Ibukota Propinsi Papua Barat
Kabupaten dan Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
1
|
Kabupaten Fakfak
|
Fakfak
|
2
|
Kabupaten Kaimana
|
Kaimana
|
3
|
Kabupaten Manokwari
|
Manokwari
|
4
|
Kabupaten Manokwari
Selatan
|
Ransiki
|
5
|
Kabupaten Maybrat
|
Kumurkek
|
6
|
Kabupaten Pegunungan
Arfak
|
Anggi
|
7
|
Kabupaten Raja Ampat
|
Waisai
|
8
|
Kabupaten Sorong
|
Sorong
|
9
|
Kabupaten Sorong
Selatan
|
Teminabuan
|
10
|
Kabupaten Tambrauw
|
Fef
|
11
|
Kabupaten Teluk Bintuni
|
Bintuni
|
12
|
Kabupaten Teluk Wondama
|
Rasiei
|
13
|
Kota Sorong
|
-
|
Referensi
^ a b c Pickell,
David; Kal Müller (2002). Between the tides: a fascinating journey
among the Kamoro of New Guinea. Tuttle Publishing. p. 153. ISBN 9780794600723.
^ Kartikasari, S.N.,
A.J. Marshall, & B.M. Beehler. 2007. Ekologi Papua, Seri
ekologi Indonesia jilid VI: 3. Jakarta: Pustaka Obor & Conservation
International. ISBN 978-979-461-796-0
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita