Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah
populasi Sumatera Barat mencapai 4.846.909 jiwa, dengan kepadatan penduduk
sebanyak 110 jiwa/km2. Kabupaten/kota
yang memiliki penduduk paling banyak adalah Kota Padang, yang mencapai 833.562
jiwa. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi adalah
Kota Bukittinggi, yakni 4.400 jiwa/km2. Mayoritas masyarakat Sumatera Barat
beretnis Minangkabau, yang keseluruhannya memeluk Islam.
Suku bangsa
Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah
Pasaman selain etnis Minang, juga berdiam suku Batak dan suku Mandailing. Kedatangan
mereka ke Sumatera Barat terutama pada masa Perang Paderi. Di beberapa
daerah transmigrasi, seperti
di Sitiung, Lunang Silaut, dan Padang
Gelugur, terdapat pula suku Jawa. Sebagian diantaranya
adalah keturunan imigran asal Suriname yang memilih
kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1950-an. Oleh Presiden Soekarno saat itu,
diputuskan untuk menempatkan mereka di sekitar daerah Sitiung. Hal ini juga
tidak terlepas dari politik pemerintah pusat pasca PRRI. Di Kepulauan Mentawai yang mayoritas penduduknya
beretnis Mentawai, jarang dijumpai
masyarakat Minangkabau. Etnis Tionghoa hanya terdapat di kota-kota
besar, seperti Padang ,
Bukittinggi, dan Payakumbuh. Di Padang dan Pariaman, juga terdapat
masyarakat Nias dan Tamil dalam jumlah
kecil.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah Bahasa Minangkabau yang memiliki
beberapa dialek,
seperti dialek Bukittinggi, dialek Pariaman,
dialek Pesisir Selatan, dan dialekPayakumbuh.
Di
daerah Pasaman dan Pasaman
Barat yang berbatasan dengan Sumatera
Utara, juga dituturkan Bahasa Batak dialek
Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai banyak digunakan Bahasa Mentawai.
Agama
Islam adalah agama mayoritas
yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat. Selain itu ada juga yang
beragama Kristen terutama di kepulauan
Mentawai sekitar 1,6%,Buddha sekitar 0,26%,
dan Hindu sekitar 0,01%,
yang dianut oleh masyarakat pendatang. Berbagai tempat ibadah, yang
didominasi oleh masjid dan musala, dapat dijumpai
di setiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Masjid terbesar adalah Masjid
Raya Sumatera Barat di Padang, yang saat ini pembangunannya
masih dalam tahap pengerjaan. Sedangkan masjid tertua diantaranya adalah Masjid
Raya Ganting di Padang dan Masjid
Tuo Kayu Jao di kabupaten Solok. Arsitektur khas Minangkabau
mendominasi baik bentuk masjid maupun musala. Masjid Raya Sumatera Barat
memiliki bangunan berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi. Ada juga masjid
dengan atap yang terdiri dari
beberapa tingkatan yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung.
II. Perekonomian
Secara bertahap perekonomian Sumatera Barat mulai bergerak positif setelah mengalami tekanan akibat dampak gempa bumi tahun 2009 yang melanda kawasan tersebut. Dampak bencana ini terlihat pada triwulan IV-2009, dimana pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,90%. Namun kini perekonomian Sumatera Barat telah membaik, dengan tingkat pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Pada tahun 2012 ekonomi Sumatera Barat tumbuh sebesar 6,35%, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 6,25%. Dan pada triwulan I-2013 perekonomian Sumatera Barat telah tumbuh mencapai 7,3%. Tingginya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dalam tiga tahun terakhir, telah menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini dari 8,99% (2011) menjadi 8% (2012). Untuk Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), pada tahun 2012 provinsi ini memiliki PDRB mencapai Rp 110,104 triliun, dengan PDRB per kapita sebesar Rp 22,41 juta.
Secara bertahap perekonomian Sumatera Barat mulai bergerak positif setelah mengalami tekanan akibat dampak gempa bumi tahun 2009 yang melanda kawasan tersebut. Dampak bencana ini terlihat pada triwulan IV-2009, dimana pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,90%. Namun kini perekonomian Sumatera Barat telah membaik, dengan tingkat pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Pada tahun 2012 ekonomi Sumatera Barat tumbuh sebesar 6,35%, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 6,25%. Dan pada triwulan I-2013 perekonomian Sumatera Barat telah tumbuh mencapai 7,3%. Tingginya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dalam tiga tahun terakhir, telah menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini dari 8,99% (2011) menjadi 8% (2012). Untuk Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), pada tahun 2012 provinsi ini memiliki PDRB mencapai Rp 110,104 triliun, dengan PDRB per kapita sebesar Rp 22,41 juta.
Sumatera Barat pernah menjadi pusat pendidikan di
pulau Sumatera, terutama pendidikan Islam dengan surau sebagai
basis utamanya. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, selain
pendidikan Islam berkembang pula pendidikan model Barat. Pada tahun 1856,
pemerintah Hindia-Belanda mendirikan Sekolah Raja di
Bukittinggi. Selain sekolah yang dikelola oleh pemerintah, banyak pula sekolah
yang dikelola oleh swasta, seperti Sekolah Adabiah di Padang, INS Kayutanam, Sumatera Thawalib, dan Diniyyah Puteri di Padang
Panjang. Sehingga pada saat itu, Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah
Hindia-Belanda yang memiliki jumlah sekolah dan pelajar cukup besar. Setelah
masa kemerdekaan, di Sumatera Barat juga banyak didirikan universitas dan
sekolah tinggi. Bermula dari Universitas
Andalas pada tahun 1955, selanjutnya juga berdiri IAIN Imam Bonjol,Universitas
Negeri Padang, dan IPDN Bukittinggi. Beberapa universitas swasta terkemuka di
provinsi ini antara lain Universitas
Bung Hatta dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Kini hampir disetiap
kabupaten dan kota di Sumatera Barat telah memiliki perguruan tinggi, dengan jumlah
terbesar berada di Padang.
Pada tahun 2006, angka melek huruf latin di
provinsi ini mencapai 96,35%. Angka partisipasi sekolah untuk usia 19-24 tahun,
atau yang mengambil jenjang perguruan tinggi mencapai 27,8%. Angka ini berada
di atas rata-rata nasional yang hanya sebesar 16,13%.
Tenaga Kerja
Seiring dengan bertumbuhnya perekonomian Sumatera
Barat, maka jumlah tenaga kerja yang diperlukan semakin bertambah pula. Hal ini telah mendorong turunnya akan
pengangguran di provinsi ini. Sepanjang Februari 2011-Februari 2012, jumlah
penduduk yang menganggur mengalami penurunan dari 162.500 orang menjadi 146.970
orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 7,14% menjadi 6,25%.
Angka tersebut berada dibawah rata-rata nasional pada periode akhir 2011 yang
mencapai 6,56%. Pada Februari 2012, jumlah angkatan kerja Sumatera Barat mencapai
2.204.218 orang, bertambah 90.712 orang dibandingkan dengan jumlah angkatan
kerja pada Februari 2011.
Sebagian besar penduduk yang bekerja terserap di
sektor pertanian. Lapangan pekerjaan di sektor ini mampu menyerap 42,4% dari
tenaga kerja yang ada. Namun, persentase penyerapan ini makin menurun
dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 44%. Sementara itu, persentase
penduduk bekerja yang terserap di sektor perdagangan kembali meningkat, dari
sebelumnya 18,5% pada Februari 2011 menjadi 19,8% pada Februari 2012. Demikian
pula penyerapan di sektor jasa mengalami kenaikan, dari 16,7% menjadi 17,4%.
Pertanian
Pada triwulan IV-2012, sektor pertanian mengalami
pertumbuhan relatif tinggi, didorong oleh menggeliatnya subsektor tanaman bahan
makanan. Di triwulan ini pertumbuhan sektor pertanian mencapai 4,14%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,05%. Kinerja sektor
perkebunan yang cukup baik pada tahun 2012, telah menopang pertumbuhan industri
pertanian sebesar 4,07%.
Industri Sumatera Barat
didominasi oleh industri skala kecil atau rumah tangga. Jumlah unit industri sebanyak 47.819 unit,
terdiri dari 47.585 unit industri kecil dan 234 unit industri besar menengah,
dengan perbandingan 203 : 1. Pada tahun 2001 investasi industri besar menengah
mencapai Rp 3.052 miliar, atau 95,60% dari total investasi, sedangkan industri
kecil investasinya hanya Rp. 1.412 miliar atau 4,40% saja dari total investasi.
Nilai produksi industri besar menengah tahun 2001 mencapai Rp. 1.623 miliar,
yaitu 60 % dari total nilai produksi, dan nilai produksi industri kecil
hanya mencapai Rp. 1.090 miliar, atau 40% dari total nilai produksi.
Untuk industri pengolahan semen, pada tahun 2012
Sumatera Barat telah memproduksi sebanyak 6.522.006 ton, lebih tinggi
dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 6.151.636 ton. Sementara volume
penjualannya pada tahun 2012 sebesar 6.845.070 ton, meningkat 10,20 %
dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6.211.603 ton.
Jasa
Kembali bergeraknya perekonomian Sumatera Barat pasca gempa serta semakin pulihnya perekonomian global terutama zona Sumatera bagian tengah juga merupakan faktor pendorong bergeraknya kembali sektor jasa (7,38%). Sektor jasa yang cukup penting di provinsi ini adalah keuangan, hotel, restoran, dan agen perjalanan. Pertumbuhan hotel di Sumatera Barat dalam tiga tahun terakhir cukup pesat. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke provinsi ini. Selama tahun 2012 terdapat 36.623 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumatera Barat, atau meningkat 8,27% dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 33.827 wisatawan.
Kembali bergeraknya perekonomian Sumatera Barat pasca gempa serta semakin pulihnya perekonomian global terutama zona Sumatera bagian tengah juga merupakan faktor pendorong bergeraknya kembali sektor jasa (7,38%). Sektor jasa yang cukup penting di provinsi ini adalah keuangan, hotel, restoran, dan agen perjalanan. Pertumbuhan hotel di Sumatera Barat dalam tiga tahun terakhir cukup pesat. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke provinsi ini. Selama tahun 2012 terdapat 36.623 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumatera Barat, atau meningkat 8,27% dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 33.827 wisatawan.
Pertambangan
Sumatera Barat memiliki potensi bahan tambang
golongan A, B dan C. Bahan tambang golongan A, yaitu batu bara terdapat di
kota Sawahlunto. Sedangkan Bahan
tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi, tembaga, timah hitam dan perak menyebar
di wilayah kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Lima
Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang
golongan C menyebar di seluruh kabupaten dan kota, sebagian besar terdiri
dari pasir, batu dan kerikil
Keuangan & Perbankan
Perkembangan berbagai indikator perbankan pada triwulan IV-2012,
menunjukkan perbaikan seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa.
Pada tahun 2012, total aset bank umum di provinsi ini mencapai Rp 40,1 triliun
dengan nilai penyaluran kredit oleh bank umum sebesar Rp 33,8 triliun.
Sedangkan total aset BPR di provinsi ini mencapai Rp 1,53 triliun dengan nilai
penyaluran kredit oleh bank tersebut sebesar Rp 1,03 triliun.
Transportasi dari dan ke Sumatera Barat saat ini
dihubungkan oleh Bandar Udara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan
Teluk Bayur. Bandar Udara Minangkabau mulai aktif beroperasi
pada akhir tahun 2005 menggantikan Bandar
Udara Tabing. Bandar udara ini terhubung dengan berbagai kota
utama di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Batam, Bandung, serta Kuala Lumpur di Malaysia. Untuk meningkatkan
aksebilitas Bandar Udara Minangkabau, saat ini pemerintah sedang menyiapkan
kereta bandara dari dan menuju pusat kota Padang. Selain Teluk Bayur, transportasi laut untuk
jarak dekat berpusat di Pelabuhan
Muara. Pelabuhan ini antara lain juga melayani transportasi menuju Kepulauan
Mentawai dengan menggunakan kapal feri atau speed boat. Pelabuhan
Muara juga menjadi tempat bersandar kapal-kapal pesiar (yacht) dan
kapal-kapal nelayan. Untuk transportasi antar kota, saat ini dilayani oleh
bus-bus AKDP dan AKAP serta travel. Di Padang, angkutan umum berpusat di
Terminal Bingkuang Air Pacah. Di Bukittinggi berpusat di Terminal Aua
Kuniang, Payakumbuh berpusat di
Terminal Koto Nan Ampek, dan Solokberpusat di Terminal
Bareh Solok.Transportasi darat lainnya, kereta api masih digunakan
untuk jalur dari Padang ke Sawahlunto, yang melalui Padang Panjang dan Solok.
Pada jalur ini, kereta api hanya dipergunakan sebagai sarana pengangkutan batubara. Sedangkan dari Padang
menuju Pariaman, saat ini masih digunakan untuk angkutan penumpang.
III. Sejarah
Kediaman gubernur Westkust van Sumatra atau "pantai barat Sumatera" (litografi berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard, 1883-1889). Nama Provinsi Sumatera Barat bermula pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dimana sebutan wilayah untuk kawasan pesisir barat Sumatera adalah Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust. Kemudian dengan semakin menguatnya pengaruh politik dan ekonomi VOC, sampai abad ke 18 wilayah administratif ini telah mencangkup kawasan pantai barat Sumatera mulai dari Barus sampai Inderapura. Seiring dengan kejatuhan Kerajaan Pagaruyung, dan keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, pemerintah Hindia Belanda mulai menjadikan kawasan pedalaman Minangkabau sebagai bagian dari Pax Nederlandica, kawasan yang berada dalam pengawasan Belanda, dan wilayah Minangkabau ini dibagi atas Residentie Padangsche Benedenlanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden.[
Kediaman gubernur Westkust van Sumatra atau "pantai barat Sumatera" (litografi berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard, 1883-1889). Nama Provinsi Sumatera Barat bermula pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dimana sebutan wilayah untuk kawasan pesisir barat Sumatera adalah Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust. Kemudian dengan semakin menguatnya pengaruh politik dan ekonomi VOC, sampai abad ke 18 wilayah administratif ini telah mencangkup kawasan pantai barat Sumatera mulai dari Barus sampai Inderapura. Seiring dengan kejatuhan Kerajaan Pagaruyung, dan keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, pemerintah Hindia Belanda mulai menjadikan kawasan pedalaman Minangkabau sebagai bagian dari Pax Nederlandica, kawasan yang berada dalam pengawasan Belanda, dan wilayah Minangkabau ini dibagi atas Residentie Padangsche Benedenlanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden.[
Selanjutnya dalam perkembangan administrasi pemerintahan kolonial Hindia
Belanda, daerah ini tergabung dalam Gouvernement Sumatra's Westkust,
termasuk di dalamnya wilayah Residentie Bengkulu yang baru
diserahkan Inggris kepada
Belanda. Kemudian diperluas lagi dengan memasukkan Tapanuli dan Singkil. Namun
pada tahun 1905,
wilayah Tapanuli ditingkatkan statusnya menjadi Residentie Tapanuli,
sedangkan wilayah Singkil diberikan kepada Residentie Atjeh.
Kemudian pada tahun 1914,
Gouvernement Sumatra's Westkust, diturunkan statusnya menjadi Residentie
Sumatra's Westkust, dan menambahkan wilayah Kepulauan Mentawai di Samudera
Hindia ke dalam Residentie Sumatra's Westkust, serta pada
tahun 1935 wilayah Kerinci juga
digabungkan ke dalam Residentie Sumatra's Westkust. Pasca
pemecahan Gouvernement Sumatra's Oostkust, wilayah Rokan Hulu dan Kuantan
Singingi diberikan kepada Residentie Riouw, dan juga
dibentuk Residentie Djambi pada periode yang hampir bersamaan.
Pada masa pendudukan tentara Jepang, Residentie Sumatra's Westkust berubah nama menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu. Atas dasar geostrategis militer, daerah Kampar dikeluarkan dari Sumatora Nishi Kaigan Shu dan dimasukkan ke dalam wilayah Rhio Shu.
Pada awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945,
wilayah Sumatera Barat tergabung dalam provinsi Sumatera yang
berpusat di Bukittinggi. Empat tahun kemudian, Provinsi Sumatera dipecah
menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera
Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Sumatera Barat
beserta Riau dan Jambi merupakan
bagian dari keresidenan di dalam Provinsi
Sumatera Tengah. Pada masa PRRI, berdasarkan Undang-undang darurat
nomor 19 tahun 1957, Provinsi
Sumatera Tengah dipecah lagi menjadi tiga provinsi yakni Provinsi
Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi. Wilayah Kerinci yang
sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, digabungkan ke
dalam Provinsi Jambi sebagai
kabupaten tersendiri. Begitu
pula wilayah Kampar, Rokan Hulu,
dan Kuantan Singingi ditetapkan masuk ke dalam
wilayah Provinsi Riau.
Selanjutnya ibu kota provinsi Sumatera Barat yang
baru ini masih tetap di Bukittinggi. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mei 1958 ibu kota provinsi
dipindahkan ke Padang.
IV. Politik dan pemerintahan
Provinsi Sumatera Barat dipimpin oleh
seorang gubernur yang dipilih dalam
pemilihan secara langsung bersama dengan wakilnya untuk masa jabatan 5 tahun. Gubernur selain sebagai pemerintah
daerah juga berperan sebagai perwakilan atau perpanjangan tangan
pemerintah pusat di wilayah provinsi yang kewenangannya diatur dalam Undang-undang nomor
32 Tahun 2004 dan Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2010.
Sementara hubungan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota bukanlah sub-ordinat,
masing-masing pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Berikut daftar kabupaten dan/atau kota di Sumatera Barat :
No.
|
Kabupaten/kota
|
Ibu
|
1
|
Kabupaten Agam
|
Lubuk Basung
|
2
|
Kabupaten Dharmasraya
|
Pulau Punjung
|
3
|
Kabupaten Kepulauan Mentawai
|
Tuapejat
|
4
|
Kabupaten Lima Puluh Kota
|
Sarilamak
|
5
|
Kabupaten Padang Pariaman
|
Parit Malintang
|
6
|
Kabupaten Pasaman
|
Lubuk Sikaping
|
7
|
Kabupaten Pasaman Barat
|
Simpang Ampek
|
8
|
Kabupaten Pesisir Selatan
|
Painan
|
9
|
Kabupaten Sijunjung
|
Muaro Sijunjung
|
10
|
Kabupaten Solok
|
Arosuka
|
11
|
Kabupaten Solok Selatan
|
Padang Aro
|
12
|
Kabupaten Tanah Datar
|
Batusangkar
|
13 |
|
Kota Bukittinggi
|
|
14
|
Kota
Padang
|
|
15
|
Kota Padangpanjang
|
|
16
|
Kota Pariaman
|
|
17
|
Kota Payakumbuh
|
|
18
|
Kota Sawahlunto
|
|
19
|
Kota
Solok
|
Perwakilan :
DPRD Sumatera Barat
2009-2014 |
|
Partai
|
Kursi
|
Partai Demokrat
|
14
|
Partai Golkar
|
9
|
PAN
|
6
|
PKS
|
5
|
Partai Hanura
|
5
|
PPP
|
4
|
Partai Gerindra
|
4
|
PDI-P
|
3
|
PBB
|
3
|
PBR
|
2
|
Total
|
55
|
Berdasarkan Pemilu Legislatif 2009, Sumatera Barat
mengirimkan 14 wakil ke DPR RI dari dua daerah pemilihan dan empat wakil ke DPD. Sedangkan
untuk DPRD Sumatera
Barat tersusun dari perwakilan sepuluh partai, dengan
perincian sebagai berikut:
Pemerintahan nagari
Sampai tahun 1979 satuan
pemerintahan terkecil di Sumatera Barat adalah nagari, yang sudah
ada sebelum kemerdekaan Indonesia .
Dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan
desa, status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa
jorong ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga
dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Namun sejak
bergulirnya reformasi pemerintahan dan otonomi daerah, maka sejak pada
tahun 2001, istilah
"Nagari" kembali digunakan di provinsi ini. Budaya politik yang hidup
di pemerintahan desa Sumatera Barat semenjak kebijaksanaan penyeragaman (UU
No.5 Tahun 1979) diberlakukan adalah budaya politik parokhial. kondisi ini
terlihat melalui sistem kekuasaan, sistem pemilihan penguasa, syarat penguasa,
dan peranan penguasa di pemerintahan desa. Sistem kekerabatan dalam membangun
budaya politik partisipan mulai terjadi pergeseran, dalam hal tingkat kepekaan,
bentuk toleransi dalam kekerabatan, dan peranan senioritas dalam kekerabatan.
Artinya berkurangnya kebersamaan dalam sistem kekuasaan kekerabatan. Pemerintahan
nagari merupakan suatu struktur pemerintahan yang otonom, punya teritorial yang
jelas dan menganut adat sebagai pengatur tata kehidupan anggotanya, sistem ini
kemudian disesuaikan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia, sekarang
pemerintah provinsi Sumatera Barat menetapakan pemerintah nagari sebagai
pengelola otonomi daerah terendah untuk daerah kabupaten mengantikan
istilah pemerintah desayang digunakan sebelumnya. Sedangkan untuk
nagari yang berada pada sistem pemerintahan kota masih sebagai lembaga
adat belum menjadi bagian dari struktur pemerintahan daerah. Peluang yang
terjadi pada pemerintahan desa yaitu munculnya pertumbuhan ekonomi yang
bersifat individualistik. Kondisi ini sebagai akibat ketergantungan pada
pemerintah pusat, sehingga kurang kemandirian. Kondisi ini dapat memperlemah
ketahanan wilayah bidang ekonomi itu sendiri. Namun, sekarang desa-desa
Sumatera Barat telah mencoba membangun upaya mempermudah kebijaksanaan politik
pemerintah desa atau sejak bertukar kembali menjadi nagari, yaitu mengubah
struktur dan proses antarstruktur pemerintahan desa yang dibuat berdasarkan UU
No. 5 tahun 1979 itu.--ella 21 Mei 2013 01.16 (UTC)
Nagari pada awalnya dipimpin secara bersama oleh
para penghulu atau datuk di nagari
tersebut, kemudian pada masa pemerintah Hindia-Belanda dipilih
salah seorang dari para penghulu tersebut untuk menjadi wali nagari. Kemudian dalam
menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu oleh beberapa orang kepala
jorong atau wali jorong, namun sekarang dibantu oleh sekretaris
nagari (setnag) dan beberapa pegawai
negeri sipil (PNS) bergantung dengan kebutuhan
masing-masing nagari. Wali nagari ini dipilih oleh anak nagari (penduduk
nagari) secara demokratis dalam pemilihan langsung untuk 6 tahun masa jabatan.
Dalam sebuah nagari dibentuk Kerapatan
Adat Nagari, yakni lembaga yang beranggotakan Tungku
Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan merupakan perwakilan anak nagari
yang terdiri dari Alim Ulama, Cadiak Pandai (kaum
intelektual) dan Niniak Mamak para pemimpin suku dalam suatu
nagari, sama dengan Badan
Permusyawaratan Desa(BPD) dalam sistem administrasi desa. Keputusan
keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari
dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balairung Sari Nagari.
ENSIKLOPEDI LAINNYA
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita