1. Rumah Adat
Rumah Bubungan Lima adalah
rumah adat resmi Provinsi Bengkulu. Rumah Bubungan Lima termasuk jenis rumah
panggung. “Bubungan lima” sejatinya
merujuk pada atap dari rumah panggung tersebut. Selain “bubungan lima”, rumah panggung khas
Bengkulu ini memiliki bentuk atap lainnya, sperti “bubungan limas”, “bubungan haji”, dan “bubungan
jembatan”. Material utama yang digunakan adalah kayu medang kemuning
atau surian balam, yang berkarakter lembut namun tahan lama. Lantainya terbuat
dari papan, sementara atapnya terbuat dari ijuk enau atau sirap. Sementara di
bagian depan, terdapat tangga untuk naik-turun rumah, yang jumlahnya biasanya
ganjil (berkaitan dengan nilai adat). Menilik sejumlah literatur yang
menerangkan tentang rumah adat ini, kesimpulan sementara yang bisa diambil
adalah, rumah ini bukanlah jenis tempat tinggal yang umum ditempati masyarakat.
Rumah Bubungan Lima (juga jenis rumah adat lainnya di Bengkulu) merupakan rumah
dengan fungsi khusus yang digunakan untuk ritus-ritus adat atau acara khusus,
seperti penyambutan tamu, kelahiran, perkawinan, atau kematian. Rumah Bubungan
Lima, merupakan salah satu prototipe hunian tahan banjir, yang
merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Bengkulu.
2. Seni Tari
Tari Andun - Tarian Khas Bengkulu
1. Tari Andun
Tari Andun merupakan salah satu tarian rakyat yang dilakukan pada saat
pesta perkawinan. Biasanya dilakukan oleh para bujang dan gadis secara
berpasangan pada malam hari dengan diringi musik kolintang. Pada zaman dahulu,
tari andun biasanya digunakan sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai
panen padi. Sebagai bentuk pelestariannya, saat ini dilakukan sebagai salah
satu sarana hiburan bagi masyarakat khususnya bujang gadis.
2. Tari Persembahan
Tari persembahan merupakan tari menyambut tamu penting yang datang di suatu
daerah di Kabupaten Seluma. Tamu yang datang disambut dengan permainan pencak
silat yang dimainkan oleh 2 orang laki-laki dengan iringan rebana. Kemudian
tamu dipersilahkan berjalan dan disambut oleh pasangan bujang gadis yang
berpakaian adat daerah yang menawarkan sekapur sirih untuk dikunyah sebagai
simbol penerimaan masyarakat terhadap tamu yang datang.
3. Bedendang
Bedendang merupakan kesenian masyarakat yang dimainkan pada malam hari pada
kegiatan perkawinan. Para pemainnya umumnya laki-laki dengan alat musik
pendukung lainnya. Disamping itu, secara bergiliran para pemain musik tersebut
juga memainkan tarian secara berpasangan.
4. Rebana
Rebana merupakan kesenian masyarakat yang dimainkan oleh para ibu-ibu atau
kaum perempuan pada waktu ada keramaian baik desa. Rebana dimainkan untuk
mengiringi lagu yang dibawakan seseorang.
5. Tari Ulu-Ulu
Tarian khas rakyat Seluma ini biasanya diselenggarakan pada saat tertentu
misalnya pawa waktu pesta pernikahan.
3. Pakaian Adat Bengkulu
Pakaian Adat Pria terdiri
atas jas, sarung, celana panjang,
alas kaki yang dilengkapi dengan tutup
kepala dan sebuah keris. Jas
tersebut dari kain bermutu seperti wol dan sejenisnya dan biasanya berwarna
gelap seperti hitam atau biru tua. Demikian pula untuk celananya terbuat dari
bahan dan warna yang sama. Versi lain dari jas adalah sejenis jas tertutup dari
bahan beludru hitam, merah tua atau biru tua yang bertaburkan corak-corak
sulaman atau lempeng-lempeng emas. Pada bagian dada tergantung sebentuk lidah
penutup, mirip dasi dengan hiasan-hiasan benang emas. Celana paduannya terbuat
dari beludru dengan taburan corak, ½ corak benang emas juga walaupun tidak
selalu dalam warna yang sama dengan jas. Sarung dikenakan sebagai samping
dibawah jas sampai sedikit di atas lutut. Samping biasanya terbuat dalam teknik
songket benang emas atau perak dan disebut sarung segantung. Sebagian pelengkap
busana pada kepala dipakai detar dari kain songket emas atau perak, alas kaki
beludru dengan corak-corak keemasan, sebilah keris dan gelang emas di tangan
kanan.
Pakaian Adat Wanita Bengkulu mengenakan
baju kurung berlengan panjang,
bertabur corak-corak, sulaman emas berbentuk lempengan-lempengan bulat seperti
uang logam. Bahan baju kurung umumnya beludru dalam warna-warna merah tua, biru
tua, lembayung atau hitam. Sarung songket benang emas atau perak dalam warna
serasi dari sutra merupakan perangkat busana yang dikenakan dari pinggang
sampai dengan mata kaki. Sehelai kampuh dari satin sutra bersulam emas,
diselempang pada bagian dada kebelakang punggung membentuk huruf V. Perhiasan
keemasan disematkan sebagai sunting-sunting pada sanggul kepala, bersama-sama
dengan anting-anting berukir dari emas, yang sebenarnya merupakan kepanjangan
dari kembang goyang di kepala sedemikian rupa sehingga seolah-olah bergantung
disebelah daun telinga, dipadukan dengan tusuk konde, cokonde balon, dan
jumbai-jumbai kiri dan kanan. Di dada pada bagian atas kampuh bergantungan
gelamor ukir, berlapis-lapisan dalam jumlah banyak, menurun sampai daerah
pinggang yang dilingkari oleh sebuah pending berangkai yang terbuat dari emas.
Pergelangan tangan dan jari jemari dilingkari dengan mandering dan cincin
permata. Alas kaki memakai selop bersulam emas.
Keris adalah senjata tradisional daerah
Bengkulu. Keris merupakan senjata tradisional yang dipergunakan untuk menikam
dari jarak dekat. Sebagai senjata tradisional yang banyak dipergunakan oleh
masyarakat di Sumatera bisa Sobat lihat pada halaman Senjata Tradisional Provinsi Riau.
2. Senjata Tradisional Bengkulu - Badik / Sewar
Badik/Sewar juga sejenis keris dengan bentuk lurus dan
bermata satu. Dipakai untuk berburu dan sebagai perlengkapan upacara adat. Pada
umumnya jenis badik ini terdapat juga pada masyarakat melayu daerah / provinsi
lainnya namun dengan nama yang kemungkinan berbeda beda seperti sewar/siwah atau
tumbuk lada. Seperti dibawah ini, di daerah Manna Bengkulu Selatan senjata
tradisional ini disebut Sewar, sedangkan di Lampung disebut dengan Badik Manna
3. Senjata Tradisional Bengkulu - Rambai Ayam
Rambai ayam atau Jembio adalah senjata tradisional yang
berupa senjata tusuk yang tajam disalah satu sisi dan ujung yang meruncing.
Disebut rambai ayam karena bentuknya yang menyerupai ekor ayam / taji ayam.
Pada umumnya Rambai Ayam berukuran antara 25 - 30 cm.
4. Senjata Tradisional Bengkulu - Rudus
Rudus adalah sejenis pedang yang terdiri dari mata, ulu, dan sarung. Dipergunakan untuk berperang, membela diri dan kelengkapan pada upacara penobatan datuk (kepala adat). Rudus juga dipergunakan dalam lambang Provinsi Bengkulu. Penggunaan rudus dalam lambang Provinsi Bengkulu tersebut melambangkan kepahlawan.
Rudus adalah sejenis pedang yang terdiri dari mata, ulu, dan sarung. Dipergunakan untuk berperang, membela diri dan kelengkapan pada upacara penobatan datuk (kepala adat). Rudus juga dipergunakan dalam lambang Provinsi Bengkulu. Penggunaan rudus dalam lambang Provinsi Bengkulu tersebut melambangkan kepahlawan.
Suku-suku bangsa yang
mendiami Provinsi Bengkulu dapat dikelompokkan menjadi suku asli dan
pendatang, meskipun sekarang kedua kelompok ini mulai bercampur baur. Bahasa
yang dominan dipakai adalah bahasa
Rejang, yang banyak dipahami oleh sebagian besar penduduk, selain bahasa
Melayu (bahasa Indonesia) dan bahasa
Serawai. Di Pulau Enggano dipakai bahasa
Enggano. Suku-suku pribumi mencakup suku-suku berikut:
- Mukomuko, mendiami wilayah Kabupaten Mukomuko;
- Pekal, mendiami wilayah Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara;
- Rejang, mediami wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Kepahiang, Rejang
Lebong dan Lebong;
- Lembak, mendiami wilayah Kota Bengkulu dan
Kabupaten Rejang Lebong;
- Serawai, mendiami wilayah Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan;
- Besemah, mendiami wilayah Kabupaten Bengkulu
Selatan dan Kaur;
- Kaur, mendiami wilayah Kabupaten
Kaur;
- suku-suku pribumi Enggano (ada enam puak),
mendiami Pulau Enggano.
Suku bangsa pendatang
meliputi Melayu, Jawa
7. Bahasa
Bahasa Melayu
Bahasa Melayu Bengkulu memiliki beberapa pengucapkan kata yang sama dengan
Melayu lainnya, seperti Melayu Minang, Melayu Palembang, Melayu Jambi, dan
Melayu Riau, terutama yang berlogat "o". Penuturan bahasa Melayu di
Bengkulu hampir mirip penuturan bahasa Melayu dialek Negeri Sembilan, Malaysia.
Bahasa Rejang
Bahasa Rejang, adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang di daerah Lebong,
Kepahiang, Curup dan sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan
Sumatera Selatan. Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten
Kepahiang, dan kabupaten Lebong. Dialek bahasa yang digunakan penutur bahasa
Rejang, jauh berbeda dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatera
lainnya. Suku Rejang merupakan salah satu dari 18 lingkaran suku bangsa
terbesar di Indonesia.
Bahasa Rejang memiliki perbedaan dalam penuturan dialek bahasa. Dialek Rejang
Kepahiang berbeda dengan dialek Rejang Curup di kabupaten Rejang Lebong, dialek
Rejang Bengkulu Utara (identik dengan dialek Rejang Curup), dan dialek Rejang
Lebong di kabupaten Lebong.
Dialek dalam bahasa Rejang:
- Dialek Rejang Kepahiang
- Dialek Rejang Curup
- Dialek Rejang Lebong
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi
Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari
ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa
Rejang dapat saling memahami walaupun terdapat perbedaan kosakata pada saat
komunikasi berlangsung.
Bilangan
- Do = satu
- Duey = dua
- Telew = tiga
- Pat = empat
- Lemo = lima
- Enum = enam
- Tojok = tujuh
- Lapen = delapan
- Smilan = sembilan
- Sepoloak = sepuluh
- Dueipoloak = duapuluh
- Mopoloak = limapuluh
- Sotos = seratus
- Serebay = seribu
Bahasa Pekal
Suku Pekal bermukim di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara dan
Kabupaten Muko-muko yang tersebar dibeberapa kecamatan. Mayoritas penduduk
petani dan pekebun. Orang Pekal menggunakan bahasa sendiri yaitu bahasa pekal.
Bahasa suku Pekal jelas memperlihatkan campur bahasa antara bahasa Minangkabau
dan bahasa Rejang. Pada saat sekarang, campur bahasa tersebut tidak hanya
terbatas pada bahasa Minangkabau dan Rejang, namun juga mengambil bahasa-bahasa
lainnya seperti Batak, Jawa dan Bugis. Perbedaan varian bahasa menjadi ciri
khas lainnya dari campur bahasa pada sukubangsa Pekal. Varian tersebut
berkaitan dengan intensitas hubungan dengan sukubangsa Minangkabau dan Rejang.
Jika daerah tersebut lebih dekat dengan daerah Budaya Rejang, varian bahasa
yang terlihat dari dialek akan mengarah pada bahasa Rejang, jika mendekati
wilayah budaya Minangkabau akan mengarah pada bahasa Minangkabau.
Bahasa Lembak
Suku Lembak adalah suku bangsa yang pemukimannya tersebar di kota Bengkulu,
Bengkulu Utara, kabupaten Bengkulu Tengah, kabupaten Rejang Lebong, dan
kabupaten Kepahiang. Suku Lembak di kabupaten Rejang Lebong bermukim di
kecamatan Padang Ulak Tanding, Sindang Kelingi, dan Kota Padang. Di kabupaten
Kepahiang, suku Lembak mendiami desa Suro Lembak. Suku lembak juga mendiami
wilayah daerah Kota Lubuklinggau dan kabupaten Musi Rawas yang berada di
wilayah provinsi Sumatera Selatan.
Suku Lembak tidak jauh berbeda dengan masyarakat Melayu pada umumnya, namun
dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Jika ditinjau dari segi bahasanya, suku
Lembak dengan Melayu Bengkulu (pesisir) terdapat perbedaan dari segi pengucapan
kata-katanya, Melayu Bengkulu kata-katanya banyak diakhiri dengan huruf 'o'
sedangkan suku Lembak banyak menggunakan huruf 'e', selain itu ada kosakata
yang berbeda.
8. Lagu Daerah
Lalan Belek, Sungai Suci, dan Anak Kumang
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita