I. Gambaran Umum
Jawa adalah
sebuah pulau di Indonesia dan
merupakan terluas ke-13 di dunia. Dengan
penduduk sekitar 154 juta, pulau ini berpenduduk terbanyak di
dunia dan merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Meskipun hanya
menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni oleh 60% penduduk
Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta,
terletak di Jawa bagian barat laut (tepatnya di ujung paling barat Jalur
Pantura). Jawa adalah pulau yang relatif muda dan sebagian besar terbentuk dari
aktivitas vulkanik. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang
terbentang dari timur hingga barat pulau ini, dengan dataran endapan aluvial
sungai di bagian utara.
Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau
ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa kerajaan Hindu-Buddha, kesultanan Islam, pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pulau ini berdampak besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
Indonesia. Sebagian besar penduduknya bertutur dalam tiga bahasa utama. Bahasa
Jawa merupakan bahasa ibu dari 100 juta penduduk Indonesia, dan
sebagian besar penuturnya berdiam di pulau Jawa. Sebagian besar penduduk
adalah bilingual,
yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama
maupun kedua. Dua bahasa penting lainnya adalah bahasa
Sunda dan bahasa Betawi. Sebagian besar penduduk Jawa
adalah muslim,
namun terdapat beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya
di pulau ini.
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi enam provinsi,
yaitu :
- Jawa
Barat
- Jawa Tengah
- Jawa Timur
- Banten
- serta dua wilayah khusus, yaitu DKI
Jakarta dan DI Yogyakarta.
II. Etimologi dan Aksara
- Etimologi
Asal mula nama "Jawa" dapat dilacak
dari kronik berbahasa Sanskerta yang menyebut adanya pulau
bernama yavadvip(a) (dvipa berarti
"pulau", dan yava berarti "jelai" atau
juga "biji-bijian"). Apakah biji-bijian ini merupakan jewawut (Setaria
italica) atau padi),
keduanya telah banyak ditemukan di pulau ini pada masa sebelum masuknya
pengaruh India. Boleh jadi, pulau ini memiliki banyak nama sebelumnya, termasuk
kemungkinan berasal dari kata jaú yang berarti
"jauh".Yavadvipa disebut dalam epik asal India "Ramayana". Sugriwa,
panglima wanara (manusia kera) dari pasukan Sri Rama, mengirimkan
utusannya ke Yavadvip ("Pulau Jawa") untuk mencari Dewi Shinta. Kemudian
berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut nama
Sanskerta yāvaka dvīpa (dvīpa = pulau). Dugaan
lain ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam bahasa Proto-Austronesia,
yang berarti "rumah
- Aksara
Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka dan Carakan
adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk
menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa
Sunda dan bahasa Sasak. Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara
Bali. Berdasar tradisi lisan, aksara jawa diciptakan oleh Aji Saka, tokoh
pendatang dari India, dari suku Shaka (Scythia). Legenda melambangkan
kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa. Kini kata
Saka masih digunakan dalam istilah dalam Bahasa Jawa, saka atau soko, yang
berarti penting, pangkal, atau asal-mula. Aji Saka bermakna "raja
asal-mula" atau "raja pertama".
III. Sejarah
Pulau ini merupakan bagian dari gugusan kepulauan Sunda Besar dan paparan
Sunda, yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara
benua Asia.
Sisa-sisa fosil Homo erectus, yang populer dijuluki "Si Manusia
Jawa", ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan tersebut
berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau. Situs Sangiran adalah
situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur megalitik telah
ditemukan di pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja batu,
dan piramida berundak yang
lazim disebut Punden Berundak. Punden berundak dan menhir ditemukan
di situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, Jawa Barat.
Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur
monolit, teras batu, dan sarkofagus. Punden
berundak ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan
dasar bangunan candi pada
zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh
peradaban Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke-4 SM hingga abad ke-1 atau ke-5
M Kebudayaan Buni yaitu kebudayaan tembikar
tanah liat berkembang di pesisir utara Jawa Barat. Kebudayaan protosejarah ini
merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara.
Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan
tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga
mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari
aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran
pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di
sepanjang pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta
masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar. Di masa sebelum
berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme Eropa,
sungai-sungai yang ada merupakan sarana perhubungan utama masyarakat, meskipun
kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sungai
Brantas dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak
jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari
kerajaan-kerajaan yang besar. Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang
terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah
terbentuk di pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad ke-17. Para penguasa
lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat
pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat
tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus. Dapatlah dikatakan bahwa
perhubungan antar penduduk pulau Jawa pada masa itu adalah sulit.
- Masa kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan
Taruma dan Kerajaan Sunda muncul di Jawa Barat,
masing-masing pada abad ke-4 dan ke-7, sedangkan Kerajaan
Medang adalah kerajaan besar pertama yang berdiri di Jawa Tengah pada
awal abad ke-8. Kerajaan Medang menganut agama Hindu dan
memuja Dewa Siwa, dan kerajaan ini
membangun beberapa candi Hindu yang terawal di Jawa yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. Di Dataran
Kedu pada abad ke-8 berkembang Wangsa
Sailendra, yang merupakan pelindung agama Buddha
Mahayana. Kerajaan mereka membangun berbagai candi pada abad ke-9, antara
lain Borobudur dan Prambanan di
Jawa Tengah.Sebuah stupa Buddha di candi Borobudur, dari
abad ke-9. Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan bergeser dari
tengah ke timur pulau Jawa. Di wilayah timur berdirilah kerajaan-kerajaan Kadiri,Singhasari, dan Majapahit yang
terutama mengandalkan pada pertanian padi, namun juga mengembangkan perdagangan
antar kepulauan Indonesia beserta Cina dan India. Raden
Wijaya mendirikan Majapahit,
dan kekuasaannya mencapai puncaknya di masa pemerintahan Hayam
Wuruk (m. 1350-1389). Kerajaan mengklaim kedaulatan atas seluruh
kepulauan Indonesia, meskipun kontrol langsung cenderung terbatas pada Jawa,
Bali, dan Madura saja. Gajah Mada adalah mahapatih di
masa Hayam Wuruk, yang memimpin banyak penaklukan teritorial bagi kerajaan.
Kerajaan-kerajaan di Jawa sebelumnya mendasarkan kekuasaan mereka pada
pertanian, namun Majapahit berhasil menguasai pelabuhan dan jalur pelayaran
sehingga menjadi kerajaan komersial pertama di Jawa. Majapahit mengalami
kemunduran seiring dengan wafatnya Hayam Wuruk dan mulai masuknya agama Islam
ke Indonesia.
- Masa kerajaan Islam
Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui
Hindu dan Buddha sebagai agama dominan di Jawa, melalui dakwah yang terlebih
dahulu dijalankan kepada kaum penguasa pulau ini. Dalam masa ini,
kerajaan-kerajaan Islam Demak, Cirebon, dan Banten membangun
kekuasaannya. Kesultanan Mataram pada akhir abad ke-16
tumbuh menjadi kekuatan yang dominan dari bagian tengah dan timur Jawa. Para
penguasa Surabaya dan Cirebon berhasil ditundukkan di bawah kekuasaan Mataram,
sehingga hanya Mataram dan Banten lah yang kemudian tersisa ketika datangnya
bangsa Belanda pada abad ke-17.
- Masa Kolonial
Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan kolonial
Eropa dimulai pada tahun 1522, dengan diadakannya perjanjian antara Kerajaan
Sunda dan Portugis di Malaka. Setelah
kegagalan perjanjian tersebut, kehadiran Portugis selanjutnya
hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah timur nusantara saja.
Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de Houtman yang terdiri dari
empat buah kapal pada tahun 1596, menjadi awal dari hubungan antara Belanda dan
Indonesia. Pada
akhir abad ke-18, Belanda telah berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap
kesultanan-kesultanan di pedalaman pulau Jawa (lihat Perusahaan Hindia Timur
Belanda di Indonesia). Meskipun orang-orang Jawa adalah pejuang yang
pemberani, konflik internal telah menghalangi mereka membentuk aliansi yang
efektif dalam melawan Belanda. Sisa-sisa Mataram bertahan sebagai Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Para raja Jawa
mengklaim berkuasa atas kehendak Tuhan, dan Belanda mendukung sisa-sisa
aristokrasi Jawa tersebut dengan cara mengukuhkan kedudukan mereka sebagai
penguasa wilayah atau bupati dalam lingkup administrasi kolonial.
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan
utama sebagai daerah penghasil beras. Pulau-pulau
penghasil rempah-rempah, misalnya kepulauan
Banda, secara teratur mendatangkan beras dari Jawa untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka. Inggris sempat menaklukkan Jawa pada tahun 1811.
Jawa kemudian menjadi bagian dari Kerajaan
Britania Raya, dengan Sir Stanford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya. Pada tahun
1814, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda sebagaimana ketentuan
pada Traktat Paris. Penduduk pulau Jawa kemungkinan
sudah mencapai 5 juta orang pada tahun 1815. Pada paruh kedua abad ke-18, mulai
terjadi lonjakan jumlah penduduk di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara
Jawa bagian tengah, dan dalam abad ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan
populasi yang cepat. Berbagai faktor penyebab pertumbuhan penduduk yang besar
antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu dalam
menetapkan berakhirnya perang saudara di Jawa, meningkatkan luas area
persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan lainnya seperti singkong dan jagung yang
dapat mendukung ketahanan pangan bagi populasi yang tidak mampu membeli beras. Pendapat
lainnya menyatakan bahwa meningkatnya beban pajak dan semakin meluasnya
perekutan kerja di bawah Sistem
Tanam Paksa menyebabkan para pasangan berusaha memiliki lebih banyak
anak dengan harapan dapat meningkatkan jumlah anggota keluarga yang dapat
menolong membayar pajak dan mencari nafkah. Pada tahun 1820, terjadi
wabah kolera di
Jawa dengan korban 100.000 jiwa. Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana
transportasi bagi masyarakat yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan
kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang lebih teratur di
bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut mendukung terhapusnya kelaparan di
Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan penduduk. Tidak terjadi
bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak tahun 1840-an hingga masa pendudukan Jepang pada
tahun 1940-an. Selain itu, menurunnya usia awal pernikahan selama abad
ke-19, menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan dapat
mengurus anak.
- Masa kemerdekaan
Nasionalisme Indonesia mulai tumbuh di Jawa pada
awal abad ke-20 dan perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan setelah Perang Dunia II juga berpusat di Jawa. Kudeta G 30 S PKI yang gagal dan kekerasan anti-komunis selanjutnya pada
tahun 1965-66 sebagian besar terjadi di pulau ini. Jawa saat ini mendominasi
kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia, yang berpotensi menjadi
sumber kecemburuan sosial. Pada tahun 1998 terjadi kerusuhan besar yang menimpa etnis Tionghoa-Indonesia, yang merupakan salah satu dari
berbagai kerusuhan berdarah yang terjadi tidak berapa lama sebelum runtuhnya
pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berjalan selama 32 tahun.
IV. Geografi dan Geologi
- Geografi
Jawa bertetangga dengan Sumatera di
sebelah barat, Bali di
timur, Kalimantan di utara, dan Pulau
Natal di selatan. Pulau Jawa merupakan pulau ke-13 terbesar di dunia.
Perairan yang mengelilingi pulau ini ialah Laut Jawa di
utara, Selat Sunda di barat,Samudera
Hindia di selatan, serta Selat Bali dan Selat
Madura di timur. Jawa memiliki luas sekitar 126.700 km2. Sungai yang
terpanjang ialah Bengawan Solo, yaitu sepanjang 600 km. Sungai
ini bersumber di Jawa bagian tengah, tepatnya di gunung berapi Lawu.
Aliran sungai kemudian mengalir ke arah utara dan timur, menuju muaranya
di Laut
Jawa di dekat kota Surabaya.
Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh
dampak dari aktivitas gunung berapi. Terdapat tiga puluh delapan gunung yang
terbentang dari timur ke barat pulau ini, yang kesemuanya pada waktu tertentu
pernah menjadi gunung berapi aktif. Gunung berapi tertinggi di Jawa
adalah Gunung Semeru (3.676 m), sedangkan gunung berapi
paling aktif di Jawa dan bahkan di Indonesia adalah Gunung
Merapi (2.968 m) serta Gunung
Kelud (1.731 m). Gunung-gunung dan dataran tinggi yang berjarak
berjauhan membantu wilayah pedalaman terbagi menjadi beberapa daerah yang
relatif terisolasi dan cocok untuk persawahan lahan
basah. Lahan persawahan padi di Jawa adalah salah satu yang tersubur di dunia. Jawa
adalah tempat pertama penanaman kopi di
Indonesia, yaitu sejak tahun 1699. Kini, kopi
arabika banyak ditanam di Dataran Tinggi Ijen baik oleh para petani
kecil maupun oleh perkebunan-perkebunan besar. Suhu rata-rata sepanjang tahun
adalah antara 22 °C sampai 29 °C, dengan kelembaban rata-rata 75%.
Daerah pantai utara biasanya lebih panas, dengan rata-rata 34 °C pada
siang hari di musim kemarau. Daerah pantai selatan umumnya lebih
sejuk daripada pantai utara, dan daerah dataran tinggi di pedalaman lebih sejuk
lagi. Musim hujan berawal pada bulan Oktober dan
berakhir pada bulan April, di mana hujan biasanya turun di sore hari, dan pada
bulan-bulan selainnya hujan biasanya hanya turun sebentar-sebentar saja. Curah
hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan-bulan bulan Januari dan Februari.
Jawa Barat bercurah hujan lebih tinggi daripada
Jawa Timur, dan daerah pegunungannya menerima curah hujan lebih tinggi lagi.
Curah hujan di Dataran Tinggi Parahyangan di Jawa Barat mencapai
lebih dari 4.000 mm per tahun, sedangkan di pantai utara Jawa Timur hanya 900
mm per tahun.
- Geologi
Pemerian geologi Jawa paling lengkap diungkap
dalam van Bemmelen (1949). Sebagai
pulau, Jawa secara geologi relatif muda. Pembentukan dimulai dari periode Tersier. Sebelumnya, kerak bumi yang
membentuk pulau ini berada di bawah permukaan laut. Aktivitas orogenis yang
intensif sejak kala Oligosen dan Miosen mengangkat
dasar laut sehingga pada kala Pliosen dan Pleistosen wujud
Pulau Jawa sudah mulai terbentuk. Sisa-sisa dasar laut masih tampak, membentuk
fitur sebagian besar kawasan karst di selatan pulau ini.
Van Bemmelen membagi Pulau Jawa dalam tujuh
satuan fisiografi sebagai berikut.
- Pegunungan Selatan, merupakan
zona gamping bercampur
sisa aktivitas vulkanis dari kala Miosen yang mengalami beberapa pengangkatan
hingga periode Kuarter.
- Zona vulkanis dari periode
Kuarter, dengan gunung-gunung api tinggi, seringkali dengan puncak di atas
2000 m dari permukaan laut, membentang dari barat sampai uujung timur.
- Depresi
Tengah, membentuk poros cekungan sebagai poros utama pulau, dengan dua
depresi besar: depresi Bandung dan depresi Solo
- Zona
antiklinal Tengah, terdiri dari endapan-endapan kala Miosen sampai Pleistosen,
dimulai dari Gunung Karang terus ke timur melewati
Bogor, lembah Serayu, lalu Pegunungan Kendeng, terus sampai ke pantai
utara Besuki.
- Depresi
Randublatung, merupakan depresi kecil memanjang di utara Pegunungan Kendeng, terbentuk dari endapan
laut dan daratan.
- Antiklinorium
Rembang-Madura, merupakan formasi perbukitan gamping di
pantai utara Jawa Timur dan membentuk hampir semua bagian Pulau
Madura
- Dataran aluvial pesisir utara (Jalur Pantura) yang terbentuk dari delta dan endapan lumpur, merupakan daratan paling muda.
V. Demografi
- PemerintahanSecara administratif pulau Jawa terdiri atas enam provinsi:
- Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
- Provinsi Banten, dengan ibukota provinsi Kota
Serang
- Provinsi Jawa Barat, dengan ibukota provinsi Kota
Bandung
- Provinsi Jawa Tengah, dengan ibukota provinsi Kota
Semarang
- Provinsi Jawa Timur, dengan ibukota provinsi Kota
Surabaya
- Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
ibukota provinsi Kota Yogyakarta
- Penduduk
Dengan populasi sebesar 154 juta jiwa[ Jawa
adalah pulau yang menjadi tempat tinggal lebih dari 60% populasi IndonesiaDengan
kepadatan 1.220 jiwa/km², pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia
yang paling dipadati penduduk. Sekitar 45% penduduk Indonesia berasal dari
etnis Jawa. Walaupun demikian sepertiga bagian barat pulau ini (Jawa Barat,
Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.400 jiwa/km2.
Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Suharto pada
tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan program transmigrasi untuk
memindahkan sebagian penduduk Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia yang lebih
luas. Program ini terkadang berhasil, namun terkadang menghasilkan konflik
antara transmigran pendatang dari Jawa dengan populasi penduduk setempat. Di
Jawa Timur banyak pula terdapat penduduk dari etnis Madura dan Bali, karena
kedekatan lokasi dan hubungan bersejarah antara Jawa dan pulau-pulau tersebut.
Jakarta dan wilayah sekelilingnya sebagai daerah metropolitan
yang dominan serta ibukota negara, telah menjadi tempat berkumpulnya berbagai
suku bangsa di Indonesia.
Penduduk Pulau Jawa perlahan-lahan semakin
berciri urban, dan kota-kota besar serta kawasan industri menjadi pusat-pusat
kepadatan tertinggi. Berikut adalah 10 kota besar di Jawa berdasarkan jumlah
populasi tahun 2005.
Urutan
|
Kota, Provinsi
|
Populasi
|
1
|
Jakarta, DKI
Jakarta
|
12.5839.247
|
2
|
Surabaya, Jawa Timur
|
4.611.506
|
3
|
Bandung, Jawa Barat
|
3.580.570
|
4
|
Bekasi, Jawa Barat
|
2.793.478
|
5
|
Tangerang, Banten
|
2.221.595
|
6
|
Semarang, Jawa
Tengah
|
1.878.733
|
7
|
Depok, Jawa Barat
|
1.774.903
|
8
|
Bogor, Jawa Barat
|
1.154.467
|
9
|
Malang, Jawa Timur
|
1.021.356
|
10
|
Surakarta, Jawa
Tengah
|
586.397
|
- Etnis dan budaya
Seorang pemuda berpakaian tradisional Jawa dengan
kelengkapan: blangkon, kain batik, dan keris (1913). Mitos
asal usul pulau Jawa serta gunung-gunung berapinya diceritakan dalam
sebuah kakawin,
bernama Tangtu Panggelaran. Komposisi etnis di pulau Jawa
secara relatif dapat dianggap homogen, meskipun memiliki populasi yang besar
dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia. Terdapat dua
kelompok etnis utama asli pulau ini, yaitu etnis Jawa dan
etnis Sunda. Etnis Madura dapat
pula dianggap sebagai kelompok ketiga; mereka berasal dari pulau Madura yang
berada di utara pantai timur Jawa, dan telah bermigrasi secara besar-besaran keJawa Timur sejak
abad ke-18. Jumlah orang Jawa adalah sekitar dua-pertiga penduduk pulau ini,
sedangkan orang Sunda mencapai 20% dan orang Madura mencapai 10%.
Empat wilayah budaya utama terdapat di pulau ini:
sentral budaya Jawa (kejawen) di
bagian tengah, budaya pesisir Jawa (pasisiran) di pantai utara,
budaya Sunda (pasundan)
di bagian barat, dan budaya Osing (blambangan)
di bagian timur. Budaya Madura terkadang dianggap sebagai yang kelima,
mengingat hubungan eratnya dengan budaya pesisir Jawa. Kejawen dianggap sebagai
budaya Jawa yang paling dominan. Aristokrasi Jawa yang tersisa berlokasi di
wilayah ini, yang juga merupakan etnis dengan populasi dominan di Indonesia.
Bahasa, seni, dan tata krama yang berlaku di wilayah ini dianggap yang paling
halus dan merupakan panutan masyarakat Jawa. Tanah pertanian tersubur dan
terpadat penduduknya di Indonesia membentang sejak dari Banyumas di sebelah barat hingga ke Blitar di
sebelah timur.
Jawa merupakan tempat berdirinya banyak kerajaan
yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara, dan karenanya
terdapat berbagai karya sastra dari para pengarang Jawa. Salah satunya ialah
kisah Ken
Arok dan Ken Dedes, yang merupakan kisah anak yatim yang
berhasil menjadi raja dan menikahi ratu dari kerajaan Jawa kuno; dan selain itu
juga terdapat berbagai terjemahan dari Ramayana dan Mahabharata.Pramoedya Ananta Toer adalah seorang
penulis kontemporer ternama Indonesia, yang banyak menulis berdasarkan
pengalaman pribadinya ketika tumbuh dewasa di Jawa, dan ia banyak mengambil
unsur-unsur cerita rakyat dan legenda sejarah Jawa ke dalam karangannya.
- Bahasa
Bahasa-bahasa yang dipertuturkan di Jawa (bahasa
Jawa warna putih).
Tiga bahasa utama yang dipertuturkan di Jawa
adalah bahasa Jawa, bahasa
Sunda, dan bahasa Madura. Bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan
meliputi bahasa Betawi (suatu dialek lokal bahasa
Melayu di wilayah Jakarta), bahasa
Osing dan bahasa Tengger (erat hubungannya dengan bahasa
Jawa), bahasa Baduy (erat hubungannya dengan bahasa
Sunda), bahasa Kangean (erat hubungannya dengan bahasa
Madura), bahasa Bali, dan bahasa
Banyumasan. Sebagian
besar besar penduduk mampu berbicara dalam bahasa
Indonesia, yang umumnya merupakan bahasa kedua mereka.
- Agama dan kepercayaan
Jawa adalah kancah pertemuan dari berbagai agama
dan budaya. Pengaruh budaya India adalah yang datang pertama kali
dengan agama Hindu-Siwa dan Buddha,
yang menembus secara mendalam dan menyatu dengan tradisi adat dan budaya
masyarakat Jawa. Para brahmana kerajaan
dan pujangga istana
mengesahkan kekuasaan raja-raja Jawa, serta mengaitkan kosmologi
Hindu dengan susunan politik mereka. Meskipun
kemudian agama Islam menjadi
agama mayoritas, kantong-kantong kecil pemeluk Hindu tersebar di seluruh pulau.
Terdapat populasi Hindu yang signifikan di sepanjang pantai timur dekat
pulau Bali,
terutama di sekitar kota Banyuwangi. Sedangkan komunitas Buddha umumnya
saat ini terdapat di kota-kota besar, terutama dari kalangan Tionghoa-Indonesia.
Sekumpulan batu nisan Muslim yang berukiran halus
dengan tulisan dalam bahasa Jawa Kuna dan bukan bahasa Arab ditemukan dengan
penanggalan tahun sejak 1369 di Jawa Timur. Damais menyimpulkan itu adalah makam
orang-orang Jawa yang sangat terhormat, bahkan mungkin para bangsawan. M.C. Ricklefs berpendapat
bahwa para penyebar agama Islam yang berpaham sufi-mistis, yang mungkin
dianggap berkekuatan gaib, adalah agen-agen yang menyebabkan perpindahan agama
para elit istana Jawa, yang telah lama akrab dengan aspek mistis agama Hindu
dan Buddha. Sebuah
batu nisan seorang Muslim bernama Maulana Malik Ibrahim yang bertahun 1419
(822 Hijriah) ditemukan di Gresik, sebuah pelabuhan di pesisir Jawa Timur. Tradisi Jawa
menyebutnya sebagai orang asing non-Jawa, dan dianggap salah satu dari sembilan
penyebar agama Islam pertama di Jawa (Walisongo),
meskipun tidak ada bukti tertulis yang mendukung tradisi lisan ini.
Saat ini lebih dari 90 persen orang Jawa menganut
agama Islam, dengan sebaran nuansa keyakinan antara abangan (lebih
sinkretis) dan santri (lebih
ortodoks). Dalam sebuah pondok pesantren di Jawa, para kyai sebagai
pemimpin agama melanjutkan peranan para resi di masa Hindu. Para santri dan
masyarakat di sekitar pondok umumnya turut membantu menyediakan
kebutuhan-kebutuhannya. Tradisi pra-Islam di Jawa juga telah membuat pemahaman
Islam sebagian orang cenderung ke arah mistis. Terdapat masyarakat Jawa yang
berkelompok dengan tidak terlalu terstruktur di bawah kepemimpinan tokoh
keagamaan, yang menggabungkan pengetahuan dan praktik-praktik pra-Islam dengan
ajaran Islam.
Agama Katolik
Roma tiba di Indonesia pada saat kedatangan Portugis dengan
perdagangan rempah-rempah. Agama Katolik mulai menyebar di Jawa Tengah
ketika Frans van Lith, seorang imam dari Belanda, datang
ke Muntilan, Jawa Tengah pada tahun 1896.Kristen
Protestan tiba di Indonesia saat dimulainya kolonialisasi Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC)
pada abad ke-16. Kebijakan VOC yang melarang penyebaran agama Katolik secara
signifikan meningkatkan persentase jumlah penganut Protestan di Indonesia. Komunitas
Kristen terutama terdapat di kota-kota besar, meskipun di beberapa daerah di
Jawa tengah bagian selatan terdapat pedesaan yang penduduknya memeluk Katolik.
Terdapat kasus-kasus intoleransi bernuansa agama yang menimpa umat Katolik dan
kelompok Kristen lainnya.
Tahun 1956, Kantor Departemen Agama di Yogyakarta melaporkan
bahwa terdapat 63 sekte aliran kepercayaan di Jawa yang tidak
termasuk dalam agama-agama resmi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 berada
di Jawa
Tengah, 22 di Jawa Barat dan 6 di Jawa Timur.
Berbagai aliran kepercayaan (juga disebut kejawen atau kebatinan)
tersebut, di antaranya yang terkenal adalah Subud, memiliki
jumlah anggota yang sulit diperkirakan karena banyak pengikutnya
mengidentifikasi diri dengan salah satu agama resmi pula.[
- Ekonomi dan Mata pencaharian
Awalnya, perekonomian Jawa sangat tergantung pada
persawahan. Kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti Tarumanagara, Mataram,
dan Majapahit,
sangat bergantung pada panen padi dan pajaknya. Jawa terkenal sebagai
pengekspor beras sejak zaman dahulu, yang berkontribusi terhadap pertumbuhan
penduduk pulau ini. Perdagangan dengan negara Asia lainnya seperti India dan
Cina sudah terjadi pada awal abad ke-4, terbukti dengan ditemukannya keramik
Cina dari periode tersebut. Jawa juga terlibat dalam perdagangan rempah-rempah Maluku semenjak
era Majapahit hingga era Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).
Perusahaan dagang tersebut mendirikan pusat administrasinya di Batavia pada
abad ke-17, yang kemudian terus dikembangkan oleh pemerintah Hindia-Belanda
sejak abad ke-18. Selama masa penjajahan, Belanda memperkenalkan budidaya
berbagai tanaman komersial, seperti tebu, kopi, karet, teh, kina, dan lain-lain.
Kopi Jawa bahkan mendapatkan popularitas global di awal ke-19 dan abad ke-20,
sehingga nama Java telah menjadi sinonim untuk kopi.
Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di
Indonesia sejak era Hindia-Belanda hingga saat ini. Jaringan transportasi jalan
yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan dan disempurnakan dengan
dibangunnya Jalan Raya Pos Jawa oleh Daendels di
awal abad ke-19. Kebutuhan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan
di pedalaman menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan
kereta api di Jawa. Saat ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga jasa
berkembang di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang,
dan Bandung,
sedangkan kota-kota kesultanan tradisional seperti Yogyakarta, Surakarta,
dan Cirebon menjaga
warisan budaya keraton dan menjadi pusat seni, budaya dan pariwisata. Kawasan
industri juga berkembang di kota-kota sepanjang pantai utara Jawa, terutama di
sekitar Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Gresik, dan Sidoarjo. Jaringan jalan tol dibangun
dan diperluas sejak masa pemerintahan Soeharto hingga
sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di
berbagai kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang,
dan Surabaya.
Selain jalan tol tersebut, di pulau ini juga terdapat 16 jalan raya nasional.
Kembali Ke Halaman : Ensiklopedi
Referensi
- ^ a b Raffles,
Thomas E. : "The History of Java". Oxford University Press,
1965 . Page 3
- ^ Malay Words of
Sanskrit Origin
- ^ Raffles,
Thomas E. : " The History of Java". Oxford University
Press, 1965. Page 2
- ^ History
of Ancient India Kapur, Kamlesh
- ^ Hatley, R.,
Schiller, J., Lucas, A., Martin-Schiller, B., (1984). "Mapping
cultural regions of Java" in: Other Javas away from the kraton. pp.
1–32.
- ^ Pope, G G
(1988). "Recent advances in far eastern paleoanthropology". Annual
Review of Anthropology 17: 43–77. doi:10.1146/annurev.an.17.100188.000355. cited
inWhitten, T; Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A. (1996). The
Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd.
pp. 309–312. ; Pope, G (August 15, 1983). "Evidence
on the Age of the Asian Hominidae". Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 80 (16):
4,988–4992. doi:10.1073/pnas.80.16.4988.PMC 384173. PMID 6410399. cited
in Whitten, T; Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A. (1996). The
Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd.
p. 309. ; de Vos, J.P.; P.Y. Sondaar, (9 December 1994). "Dating
hominid sites in Indonesia" (PDF).Science Magazine 266 (16):
4,988–4992. doi:10.1126/science.7992059. cited
inWhitten, T; Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A. (1996). The
Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd.
p. 309.
- ^ [1]|Cipari
archaeological park discloses prehistoric life in West Java.
- ^ Ricklefs
(1991), pp. 16–17
- ^ Ricklefs
(1991), p. 15.
- ^ Ames, Glenn
J. (2008). The Globe Encompassed: The Age of European Discovery,
1500-1700. p. 99.
- ^ St. John,
Horace Stebbing Roscoe (1853). The Indian
Archipelago: its history and present state, Volume 1. Longman,
Brown, Green, and Longmans. p. 137.
- ^ Atkins, James
(1889). The Coins And Tokens Of The Possessions And Colonies Of
The British Empire. London: Quaritch, Bernard. p. 213.
- ^ Java (island,
Indonesia). Encyclopædia Britannica.
- ^ Taylor
(2003), hlm. 253.
- ^ Taylor
(2003), hlm. 253-254.
- ^ Byrne, Joseph
Patrick (2008). Encyclopedia
of Pestilence, Pandemics, and Plagues: A-M. ABC-CLIO. p. 99. ISBN 0313341028.
- ^ a b Taylor
(2003), hlm. 254.
- ^ "Ethnic
Chinese tell of mass rapes". BBC News. 23 June 1998.
Diakses tanggal 28 April 2010.
- ^ Monk,, K.A.;
Fretes, Y., Reksodiharjo-Lilley, G. (1996). The Ecology of Nusa
Tenggara and Maluku. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. p. 7. ISBN 962-593-076-0.
- ^ Management
of Bengawan Solo River Area Jasa Tirta I Corporation 2004.
Diakses 26 Juli 2006.
- ^ Ricklefs,
M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300 (2nd
edition). London: MacMillan. p. 15. ISBN 0-333-57690-X.
- ^ Bemmelen, R.W
van. 1949. The Geology of Indonesia. The Hague. Government
Printing Office.
- ^ a b c d http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/23/population-growth-%E2%80%98good-papua%E2%80%99.html
- ^ CIA
factbook
- ^ "Indonesia:
Provinces, Cities & Municipalities". City Population.
Diakses tanggal 2010-04-28.
- ^ a b c d e Hefner,
Robert (1997). Java. Singapore: Periplus Editions. p. 58. ISBN 962-593-244-5.
- ^ Lihat puisi
Wallace Stevens" Tea"
yang menampilkan suatu kiasan dalam menghargai budaya Jawa.
- ^ Languages
of Java and Bali – Ethnologue. Terdapat sumber-sumber lain yang
menyatakan beberapa dari bahasa-bahasa ini sebagai dialek.
- ^ a b c d e van
der Kroef, Justus M. (1961). "New Religious Sects in Java". Far
Eastern Survey 30 (2): 18–15. doi:10.1525/as.1961.30.2.01p1432u. JSTOR 3024260.
- ^ Damais,
Louis-Charles, 'Études javanaises, I: Les tombes musulmanes datées de
Trålåjå.' BEFEO, vol. 54 (1968), hlm. 567-604.
- ^ Ricklefs,
M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd
Edition. London: MacMillan. ISBN
0-333-57689-6.
- ^ cf. Bunge
(1983), chapter Christianity.
- ^ Goh, Robbie
B.H.. Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast
Asian Studies. Hlm. 80. ISBN
981-230-297-2. OCLC 61478898.
- ^ Epa,
Konradus. "Christians
refuse to cancel Christmas". UCA News.
- ^ Beatty,
Andrew, Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account,
Cambridge
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita