1. Rumah Adat
Rumah Adat Provinsi
Gorontalo disebut Doluhapa dan Pewaris.
- Doluhapa, merupakan rumah adat
Gorontalo yang digunakan untuk tempat bermusyaarah. Pada masa-masa pemerintahan
raja, Doluhapa digunakan untuk ruang pengadilan, tmpat untuk memvonis
penghianat melalui 3 aturan yaitu:
- Alur pertahanan
(keamanan), dikenal sebagai Buwatulo Bala;
- Alur hukum agama
islam, dikenal sebagai Buwatulo Syara;
- Alur Hukum adat,
dikenal sebagai Buwatulo Adati.
Kini rumah adat Doluhapa
digunakan oleh masyarakat Gorontalo difungsikan untuk tempat menjalankan
upacara pernikahan dan juga upacara adat lain nya.
- Pewaris atau Bandayo Pamboide, merupakan rumah adat yang digunakan
sebagai tempat bermusyawarah. Dulu Rumah Bandayo Pomboide ini difungsikan
sebagai tempat pagelaran budaya khas Gorontalo. Berbeda dengan Doluhapa, bagian
dalam Bandayo Pomboide mempunyai banyak sekat sehingga memiliki bermacam
ruangan yang fungsiya juga beragam. Jika diamati secara keseluruhan, disain
arsitektur rumah adat ini (baik Doluhapa dan Bandayo Pomboide) banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Islam yang tumbuh dan kental di wilayah Gorontalo
sejak dahulu.
2. Seni Tradisional
Tari Polo - Palo
Tari ini merupakan tari
pergaulan bagi muda-mudi. Gerakkan tari ini dinamis dan beraturan. Biasanya,
penarinya adalah wanita dan dilakukan oleh lebih dari dua orang.
Tari Peule Cinde
Tari ini, termasuk pula
tarian untuk menyambut tamu agung. Puncak acaranya adalah dengan menaburkan
bunga bagi para tamu.
Alat musik ini
terbuat dr bambu, berbentuk seperti garputala raksasa dan cara memainkannya
yaitu dengan memukulkannya ke lutut. Pada perkembangannya, alat musik ini
disempurnakan pada beberapa hal, salah satunya adalah kini Polopalo dibuatkan
sebuah pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar membantu dan mempermudah
untuk memainkannya. Pengembangan ini memberi perubahan selain tidak memeberi
rasa sakit pada bagian tubuh yang dipukul, juga membuat alat musik ini berbunyi
lebih keras atau nyaring.
Setiap daerah pasti
memiliki ciri khasnya masing-masing. begitu pula dengan jazirah semenanjung
Gorontalo. Masyarakat Gorontalo memiliki ciri khas "sandang" atau
pakaian bersama aksesoris yang melengkapinya. Adapun kerajinan tangan khas
masyarakat Gorontalo yaitu:
- Upiya Karanji atau
Songkok Gorontalo, songkok ini terbuat dari anyaman rotan dan
sangat nyaman digunakan karena memiliki sirkulasi udara yang sangat baik.
Presiden RI ke-4, Bapak Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gusdur
pun setia menggunakan Songkok Gorontalo ini.
- Sulaman Karawo atau
Sulaman Kerawang, Sulaman khas Gorontalo ini menjadi kekayaan
budaya tersendiri dan bernilai seni tinggi. Kini sulaman Karawo tidak hanya
diminati di dalam negeri namun juga di luar negeri.
- Batik Gorontalo, Batik
Gorontalo pada dasarnya sama dengan Batik pada umumnya, yang membedakannya
hanya pada motif atau corak yang dimuat pada kain batik itu sendiri.
3. Senjata Tradisional
Senjata Tradisional
Gorontalo disebut Wamilo. Senjata Tradisional ini berbentuk seperti
golok. Namun, bagian ujung hulunya sedikit melengkung ke bawah. Senjata
tradisional lainnya adalah badik, Wamilo, Bitu'o (sejenis Keris), Sabele
(sejenis Parang atau Lilang) dan Travalla.
4. Pakaian Adat
Dalam acara
pernikahan pakaian adat tradisional daerah khas Gorontalo disebut Biliu (pakaian
pengantin putri) dan Mukuta (pakaian pengantin putra). Pakaian
adat Gorontalo yang biasa dikenakan pada saat upacara pernikahan, upacara
khitanan, upacara baiat (pembeatan wanita), upacara penyambutan tamu, maupun
upacara adat lainnya. Pakaian adat pada pria berupa baju tertutup yang
dipadankan dengan celana panjang. Pakaian ini dilengkapi penutup kepala dan
kain sarung yang dililitkan di pinggang. Serta ada senjata tradisional wamilo
diselipkan dililitan sarung tersebut Sedangkan pakaian adat pada wanita
berupa baju berukuran panjang sejenis baju kurung. Dan anting berwarna emas.
Biasanya, rambut wanita disanggul dengan bentuk sederhana dan dihiasi kembang
emas.
Provinsi Gorontalo
dihuni oleh ragam Etnis yang berbentuk Pohala'a (Keluarga), diantaranya
Pohala'a Gorontalo (Etnis Hulontalo), Pohala'a Suwawa (Etnis Suwawa/Tuwawa),
Pohala'a Limboto (Etnis Limutu), Pohala'a Bolango (Etnis Bulango/Bolango) dan
Pohala'a Atinggola (Etnis Atinggola) yang seluruhnya dikategorikan kedalam suku
Gorontalo atau Suku Hulontalo. Ditengarai,
penyebaran Diaspora Orang Gorontalo telah mencapai 5 kali lipat dari total
penduduknya sekarang yang tersebar di seluruh dunia.
Komposisi Suku Gorontalo :
Gorontalo (90%), Suku
Suwawa, Suku Bolango, Suku Atinggola, Mongondow dan
lainnya 10% termasuk (Jawa, Makasar, dan Minahasa)
6. Bahasa
Pada dasarnya terdapat
banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa yang cukup dikenal
masyarakat di wilayah ini, yaitu Bahasa Gorontalo, Bahasa Suwawa (disebut
juga Bahasa Bonda), dan Bahasa Atinggola (Bahasa Andagile). Dalam proses
perkembangannya Bahasa Gorontalo lebih dominan sehingga menjadi lebih dikenal
oleh masyarakat di seantero Gorontalo. Saat ini Bahasa Gorontalo telah dipengaruhi
oleh Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Manado, sehingga kemurnian
bahasanya agak sulit diperoleh dalam penuturan Orang Gorontalo.
Demi menjaga kelestarian
bahasa daerah, maka diterbitkanlah Kamus Bahasa Gorontalo-Bahasa Indonesia,
Kamus Bahasa Suwawa-Bahasa Indonesia serta Kamus Bahasa Atinggola-Bahasa
Indonesia. Selain itu, telah berhasil diterbitkan dan disetujui oleh
Kementerian Agama Republik Indonesia perihal penerbitan Al-Qur'an yang
dilengkapi terjemahan bahasa Gorontalo (Al-Qur'an terjemahan Hulontalo).
Disamping itu, pendidikan muatan lokal Bahasa Gorontalo masih terus
dipertahankan untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Dasar. Meskipun Catatan
Buku Tua Gorontalo yang ada di masyarakat sepenuhnya ditulis menggunakan Aksara
Arab Pegon (Aksara Arab Gundul) akibat dari afiliasi agama Islam dengan Adat
Istiadat, Gorontalo sebenarnya memiliki aksara lokal sebagai identitas kesukuan
yang sangat tinggi nilainya, yaitu "Aksara Suwawa-Gorontalo". Adapun contoh penggunaan
bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari yang harus tetap dilestarikan:
- Permisi.... = Tabi' ....
- Silahkan... = Toduwolo ....
- Terima Kasih... = Odu'olo ...
- Iya ... = Jo ... (Kata Jo digunakan oleh
laki-laki saat menjawab sesuatu)
- Iya ... = Saaya ... (huruf 'a' diawal dibaca
panjang, kata Saaya digunakan oleh perempuan saat menjawab sesuatu)
7. Lagu Daerah
- Dabu - Dabu
- Moholunga
- Tahuli Li Mama
- Binde Biluhuta
ENSIKLOPEDI LAINNYA
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita