Penduduk dengan Suku bangsa dominan di
Kalimantan Barat, yaitu Suku Melayu dan Suku Dayak.
Suku Melayu merupakan kelompok etnis terbesar di Kabupaten
Sambas, Pontianak, Ketapang,Kayong Utara, Kubu Raya dan Kota
Pontianak, sedangkan Suku Dayak merupakan kelompok etnis terbesar di Kabupaten Bengkayang, Landak, Sanggau, Sintang dan Sekadau.
Sementara di Kapuas Hulu dan Melawi jumlah
Suku Melayu dan Dayak relatif seimbang. Orang Tionghoa juga cukup banyak terdapat di
Kalimantan Barat dan terutama terdapat di kawasan perkotaan. Di Kota
Singkawang, etnis Tionghoa merupakan kelompok terbesar, disusul Melayu dan
di Kota Pontianak etnis Tionghoa merupakan
kelompok etnis terbear kedua setelah Melayu. Suku Jawa, Suku
Madura dan Suku Sunda juga terdapat di Kalbar terutama
mendiami kawasan transmigrasi hingga perkotaan. Suku bangsa lainnya yang di
Kalimantan Barat yaitu Suku Bugis dan keturunan Arab yang
juga banyak terdapat di pesisir dan perkotaan serta Suku
Banjar, Suku Batak,Minangkabau dan
suku-suku lainnya. Komposisi Suku Bangsa di Kalimantan Barat berdasarkan Sensus
2000 terdiri suku Sambas (11,92%), Tionghoa (9,46%), Jawa (9,14%), Kendayan
(7,83%), Melayu Pontianak (7,50%), Darat (7,39%), Madura (5,46%), Pesaguan
(4,79%), Bugis (3,24%), Sunda (1,21%) dan Banjar (0,65%).Publikasi resmi BPS tersebut tidak menunjukkan secara
resmi jumlah Suku Melayu dan Dayak.
Berdasarkan data BPS
tahun 2003 setelah diolah, Suku bangsa di Kalimantan Barat, yaitu:
Nomor
|
Suku Bangsa
|
Jumlah
|
Konsentrasi
|
1
|
Suku Melayu
|
1.259.890
|
33,75%
|
2
|
Suku Dayak
|
1.259.802
|
33,75%
|
3
|
Orang Tionghoa
|
373.690
|
10,01%
|
4
|
Suku Jawa
|
351.152
|
9,41%
|
5
|
Suku
Madura
|
205.550
|
5,51%
|
6
|
Suku Bugis
|
123.000
|
3,20%
|
7
|
Suku Sunda
|
45.090
|
1,21%
|
8
|
Suku
Banjar
|
24.756
|
0,66%
|
9
|
Suku Batak
|
20.824
|
0,56%
|
10
|
Suku-suku lainnya
|
69.194
|
1,85%
|
Total
|
3.732.950
|
100,00%
|
Mayoritas masyarakat
Kalimantan Barat menganut agama Islam (59,22%). Wilayah-wilayah mayoritas
muslim di Kalimantan Barat yaitu daerah pesisir yang mayoritas didiami Suku
Melayu seperti Kabupaten Sambas, Mempawah, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya,
Kapuas Hulu dan Kota Pontianak. Di Kabupaten Melawi dan Kota Singkawang sekitar
50% penduduknya beragama Islam. Agama Islam juga dianut Suku Jawa, Madura dan
Bugis yang berada di Kalimantan Barat. Di daerah pedalaman yang didiami Suku
Dayak mayoritas penduduknya beragama Kristen (Katolik/Protestan) seperti di
Kabupaten Bengkayang, Landak, Sanggau, Sintang dan Sekadau. Orang Tionghoa di
Kalimantan Barat kebanyakan menganut agama Buddha dan Kristen
(Katolik/Protestan). Di wilayah yang banyak terdapat etnis Tionghoa seperti
Kota Singkawang dan Pontianak juga terdapat penganut Buddha dalam jumlah cukup
besar.
Agama yang dipeluk
masyarakat Kalimantan Barat, yaitu :
Nomor
|
Agama
|
Jumlah
|
Konsentrasi
|
Keterangan
|
1
|
Islam
|
2.603.318
|
59,22%
|
dipeluk oleh Suku
Melayu, Jawa, Madura, Bugis, Sunda, Banjar, Minangkabau, sebagian Suku Batak
serta sebagian kecil Suku Dayak dan Tionghoa
|
2
|
Kristen (Katolik dan Protestan)
|
1.508.622
|
34,32%
|
dipeluk oleh Suku
Dayak, Tionghoa, NTT, sebagian Suku Batak serta sebagian kecil Suku Jawa
|
3
|
Buddha
|
237.741
|
5,41%
|
dipeluk oleh orang
Tionghoa
|
4
|
Khonghucu
|
29.737
|
0,68%
|
dipeluk oleh orang
Tionghoa
|
5
|
Hindu
|
2.708
|
0,06%
|
dipeluk oleh orang Bali
|
II. Ekonomi
Kalimantan Barat memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang cukup
melimpah. Hasil pertanian Kalimantan Barat diantaranya adalah padi, jagung,
kedelai dan lain-lain. Sedangkan hasil perkebunan diantaranya adalah karet,
kelapa sawit, kelapa, lidah buaya dan lain-lain. Kebun kelapa sawit sampai
Oktober 2012 sudah mencapai 1.060.000 ha. Kebun-kebun tersebut sebagian besar
dibangun pada kawasan budidaya (APL) dan ada juga yang dibangun pada kawasan
hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) setelah melalui proses pelepasan
kawasan dari kementrian kehutanan. Kebun-kebun sawit menguntungkan pengusaha
dan penguasa. Para petani peserta menderita sengsara. Pendapatan petani sawit
binaan PTPN XIII hanya 6,6 ons beras per hari/orang. Sedangkan pengelolaan
kebun dengan pola kemitraan hanya memberi 3,3 ons beras per hari/orang. Kondisi
ini lebih buruk dari tanaman paksa (kultuurstelsel) zaman Hindia
Belanda.
Perguruan Tinggi/Universitas yang ada di Kalimantan Barat antara lain:
- IAIN Pontianak
- Universitas
Tanjungpura
- Sekolah Tinggi Pastoral Santo Agustinus Keuskupan
Agung Pontianak (STP St. Agustinus KAP)
- Politeknik
Negeri Pontianak
- STIPER Panca Bhakti Pontianak
- STMIK Pontianak
- Politeknik Kesehatan
- Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI
Pontianak
- Universitas Muhammadiyah
- ASMI
Pontianak
- ABA
Pontianak
- Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma
- Akademi Sekretari dan Manajemen Widya Dharma
- Akademi Bahasa Asing Widya Dharma
- Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer
Widya Dharma
- Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ)
- STIE
Pontianak
- Universitas Panca Bakti
- STIH
Singkawang
- Universitas Kapuas, Sintang
- Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas
Terbuka
- STKIP PGRI Pontianak
- STKIP PERSADA KHATULISTIWA SINTANG
- AMIK Bina Sarana Informatika Pontianak
- STKIP
Singkawang
- Sekolah Tinggi Theologia (STT) Berea,
Ansang, Kabupaten Landak
- Sekolah Tinggi Theologia Pontianak (STTP), Pontianak
- Sekolah Tinggi Theologia Kalimantan (STK), Pontianak
- Sekolah Tinggi Theologia Eklesia (STT
Eklesia), Pontianak
- Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
(STIK Muhammadiyah) Pontianak
- Akademi Manajemen Komputer dan Informatika (AMKI)
Ketapang
- Politeknik Ketapang
IV. Sejarah
Menurut kakawin Nagarakretagama (1365), Kalimantan
Barat menjadi taklukan Majapahit, bahkan sejak zaman Singhasari yang
menamakannya Bakulapura atau Tanjungpura Wilayah kekuasaan
Tanjungpura membentang dari Tanjung Dato sampai Tanjung
Sambar. Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah negara kerajaan
induk: Borneo (Brunei), Sukadana (Tanjungpura) dan Banjarmasin. Tanjung Dato
adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei) dengan wilayah mandala
Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala
Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin). Daerah
aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan
sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana. Perbatasan di pedalaman,
perhuluan daerah aliran sungai Pinoh (Lawai) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan
Banjarmasin). Menurut Hikayat
Banjar (1663),
negeri Sambas, Sukadana dan negeri-negeri di Balitang Lawai atau Batang Lawai
(nama kuno sungai Kapuas) pernah menjadi taklukan Kerajaan
Banjar atau pernah mengirim upeti sejak zaman Hindu, bahkan Raja
Panembahan Sambas telah menghantarkan upeti berupa dua biji intan yang
berukuran besar yang bernama Si Giwang dan Si Misim. Pada
tahun 1604 pertama kalinya Belanda berdagang dengan Sukadana.)
Sejak 1 Oktober 1609, Kerajaan Panembahan Sambas menjadi
daerah protektorat VOC Belanda.
Walaupun belakangan negeri Sambas dibawah kekuasaan menantu Raja Panembahan
Sambas yang merupakan seorang Pangeran dari Brunei, namun negeri Sambas tetap
tidak termasuk dalam mandala negara Brunei. Sesuai perjanjian 20 Oktober 1756 VOC Belanda
berjanji akan membantu Sultan Banjar Tamjidullah
I untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri
diantaranya Sanggau, Sintang dan Lawai (Kabupaten
Melawi), sedangkan daerah-daerah lainnya merupakan milik Kesultanan
Banten, kecuali Sambas. Menurut akta tanggal 26 Maret 1778 negeri Landak dan Sukadana (sebagian
besar Kalbar) diserahkan kepada VOC Belanda oleh Sultan Banten. Inilah
wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC Belanda selain daerah protektorat
Sambas. Pada tahun itu pula Syarif Abdurrahman Alkadrie yang dahulu telah
dilantik di Banjarmasin sebagai Pangeran yaitu Pangeran Syarif Abdurrahman Nur
Alam direstui oleh VOC Belanda sebagai Sultan
Pontianak yang pertama dalam wilayah milik Belanda tersebut. Pada
tahun 1789 Sultan
Pontianak dibantu Kongsi Lan Fang diperintahkan
VOC Belanda untuk menduduki negeri Mempawah dan
kemudian menaklukan Sanggau. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan
Adam dari Banjar menyerahkan Jelai, Sintang dan Lawai (Kabupaten
Melawi) kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Tahun 1846 daerah
koloni Belanda di pulau Kalimantan memperoleh pemerintahan khusus sebagai Dependensi
Borneo. Pantai barat Borneo terdiri atas asisten residen Sambas dan asisten
residen Pontianak. Divisi Sambas meliputi daerah dari Tanjung Dato sampai muara
sungai Doeri. Sedangkan divisi Pontianak yang berada di bawah asisten residen
Pontianak meliputi distrik Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Simpang,
Sukadana, Matan, Tayan, Meliau, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Sepapoe,
Belitang, Silat, Salimbau, Piassa, Jongkong, Boenoet, Malor, Taman, Ketan, dan
Poenan. Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, 14 daerah di
wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den
Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27
Agustus 1849, No. 8. Pada 1855, negeri Sambas
dimasukan ke dalam wilayah Hindia Belanda menjadi Karesidenan Sambas. Menurut Hikayat
Malaysia, Brunei, dan Singapore wilayah yang tidak bisa dikuasai dari
kerajaan Hindu sampai kesultanan Islam di Kalimantan Barat adalah kebanyakan
dari Kalimantan Barat seperti Negeri Sambas dan sekitarnya, dan menurut Negara
Brunei Darussalam Hikayat Banjar adalah palsu dan bukan dibuat
dari kesultanan Banjar sendiri melainkan dari tangan-tangan yang ingin merusak
nama Kalimantan Barat dan disebarluaskan keseluruh Indonesia sampai saat ini,
karena menurut penelitian para ahli psikolog di dunia Negeri Sambas tidak
pernah kalah dan takluk dengan Negara manapun.
Pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda berdasarkan Keputusan Gubernur
Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No. 352, antara lain mengatur dan
menetapkan bahwa ibukota wilayah administratif Gouvernement Borneo berkedudukan
di Banjarmasin dibagi
atas 2 Residentir, salah satu diantaranya adalah Residentie
Westerafdeeling Van Borneo dengan ibukota Pontianak yang dipimpin oleh
seorang Residen.
Pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan
Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan,
berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tanggal 7 Desember 1956.
Undang-undang tersebut juga menjadi dasar pembentukan dua provinsi lainnya di
pulau terbesar di Nusantara itu. Kedua provinsi itu adalah Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur.
V. Pemerintahan
Ibu kota Kalimantan Barat adalah kota Pontianak.
Daftar Kabupaten dan Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
1
|
Kabupaten Bengkayang
|
Bengkayang
|
2
|
Kabupaten Kapuas Hulu
|
Putussibau
|
3
|
Kabupaten Kayong Utara
|
Sukadana
|
4
|
Kabupaten Ketapang
|
Tumbang Titi
|
5
|
Kabupaten Kubu Raya
|
Sungai Raya
|
6
|
Kabupaten Landak
|
Ngabang
|
7
|
Kabupaten Melawi
|
Nanga Pinoh
|
8
|
Kabupaten Mempawah
|
Sungai Kunyit
|
9
|
Kabupaten Sambas
|
Pemangkat
|
10
|
Kabupaten Sanggau
|
Sanggau
|
11
|
Kabupaten Sekadau
|
Sekadau
|
12
|
Kabupaten Sintang
|
Sintang
|
13
|
Kota Ketapang
|
-
|
14
|
Kota Mempawah
|
-
|
15
|
Kota Pontianak
|
-
|
16
|
Kota
Sambas
|
-
|
17
|
Kota
Sintang
|
-
|
18
|
Kota Singkawang
|
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita