Sebagian besar dari
penduduk Lombok berasal dari suku Sasak,
sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan
kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa
Tenggara Barat beragama Islam (96%).
- Komposisi Penduduk Nusa
Tenggara Barat
Sasak (68%), Bima (14%),Sumbawa (8%), Bali (3%),Dompu (3%), Jawa (2%)
- Komposisi Agama yang
dianut di Nusa Tenggara Barat
Islam (96%), Hindu (3%),Buddha (0.5%), Kristen(0.5%)
II. Ekonomi
Sama hanlnya dengan Bali,
Nusa Tenggara Barat yang berada digugusan kepulauan Sunda Kecil juga sangat mengandalkan kepada sektor Pariwisata.
Disamping itu Sektor Pertanian dan Perikanan juga menjadi hal penting bagi
propinsi ini. Nusa Tenggara Barat juga kaya akan potensi Sumber Daya Alam
terutama emas dan tembaga. Pertambangan Emas dan Tembaga dikelola langsung oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Tbk perusahaan patungan antara
Indonesia dengan Jepang melalui Sumitomo Group. Jika ditanya lagi tentang Nusa
Tenggara Barat terutama Pulau Lombok bisa dikatakan sebagai surganya Wisata
Internasional ketiga setelah Bali, Yogyakarta, lalu Lombok. Biasanya wisatawan
setelah menghabiskan waktu di Bali tidak lupa menyempatkan diri ke gugusan
Pulau Lombok, dan Nusa Tenggara melalui Pelabuhan Padang Bay. Di Lombok juga banyak ditemu resor dan hotel kelas
dunia. Beberapa pantai juga mempunyai nama yang sama denga Pantai di Bali,
seperti pantai Kuta – Lombok. Sumber Foto Samping : Balaputradewa - http://www.skyscrapercity.com/
Tambang Newmont di Sumbawa - Nusa Tenggara Barat
III. Pendidikan
Perguruan Tinggi Negeri
- Universitas Mataram (Unram), Mataram
Pergurua Tinggi Swasta
- Universitas 45 Mataram
- Universitas Islam
Al-Azhar Mataram
- Universitas
Mahasaraswati Mataram
- Universitas Gunung
Rinjani
- Universitas Nahdlatun
Wathan
- Universitas Samawa , Sumbawa
Besar
- Universitas Cordova
Indonesia Taliwang
- Universitas
Muhammadiyah Mataram
- Sekolah Tinggi
Manajemen Informatika Bumi Gora - STMIK
- Sekolah Tinggi Ilmu - Akuntansi
Mataram
- Institut Tekhnologi
Robotik - Jonggat, Lombok Tengah
- IKIP Mataram – Mataram
- STIE BIMA - Bima
IV. Sejarah
Keberadaan status
provinsi, bagi NTB tidak datang dengan sendirinya. Perjuangan menuntut
terbentuknya Provinsi NTB berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama.
Provinsi NTB, sebelumnya sempat menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur
dalam konsepsi Negara Republik Indonesia Serikat,dan menjadi bagian dari
Provinsi Sunda kecil setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia. Seiring
dinamika zaman dan setelah mengalami beberapa kali proses perubahan sistem
ketatanegaraan pasca diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia, barulah
terbentuk Provinsi NTB. NTB, secara resmi mendapatkan status sebagai provinsi
sebagaimana adanya sekarang, sejak tahun 1958, berawal dari ditetapkannya
Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 Tanggal 14 Agustus 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Bali, NTB dan NTT, dan yang dipercayakan
menjadi Gubernur pertamanya adalah AR. Moh. Ruslan Djakraningrat.
Walaupun secara yuridis
formal Daerah Tingkat I NTB yang meliputi 6 Daerah Tingkat II dibentuk pada
tanggal 14 Agustus 1958, namun penyelenggaraan pemerintahan berjalan
berdasarkan Undang- undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950, dan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
Keadaan yang tumpang tindih ini berlangsung hingga tanggal 17 Desember 1958,
ketika Pemerintah Daerah Lombok dan Sumbawa di likuidasi. Hari likuidasi inilah
yang menandai resmi terbentuknyaProvinsi NTB. Zaman terus berganti, konsolidasi
kekuasaan dan pemerintahanpun terus terjadi. Pada tahun 1968 dalam situasi yang
masih belum menggembirakan sebagai akibat berbagai krisis nasional yang membias
ke daerah, gubernur pertama AR. Moh. Ruslan Tjakraningrat digantikan oleh
HR.Wasita Kusuma. Dengan mulai bergulirnya program pembangunan lima tahun tahap
pertama (pelita I) langkah perbaikan ekonomi, sosial, politik mulai terjadi.
Pada tahun 1978 H.R.Wasita Kusuma digantikan H.Gatot Soeherman sebagai Gubernur
Provinsi NTB yang ketiga. Dalam masa kepemimpinannya, usaha-usaha pembangunan
kian dimantapkan dan Provinsi NTB yang dikenal sebagai daerah minus, berubah
menjadi daerah swasembada. Pada tahun 1988 Drs. H. Warsito, SH terpilih
memimpin NTB menggantikan H. Gatot Soeherman. Drs.H.Warsito, SH mengendalikan
tampuk pemerintahan di Provinsi NTB untuk masa dua periode, sebelum digantikan
Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si pada tanggal 31 Agustus 1998.
Drs. H. Harun Al Rasyid
M.Si berjuang membangun NTB dengan berupaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui Program Gema Prima. Tahun 2003 hingga 1 september 2008 Drs. H.
Lalu Serinatadan wakil Gubernur Drs.H.B. Thamrin Rayes memimpin NTB. Pada masa
ini berbagai macam upaya dilakukan dalam membangun NTB dan mengejar
ketertinggalan diberbagai bidang dan sektor. Di zaman ini,sejumlah program
diluncurkan, seperti Gerbang E-Mas dengan Program Emas Bangun Desa. Selain itu,
pada masa ini pembangunan Bandara Internasional Lombok di Lombok Tengah mulai
terealisasi dan rampung pada pertengahan 2009.
Dalam usianya yang ke-52
Provinsi NTB kini dipimpin oleh Gubernur Dr. KH. M. Zainul Majdi dan Wakil
Gubernur Ir. H. Badrul Munir, MM. Pada tahun 2010 ini, kedua pasangan pemimpin
menggenapkan dua tahun pemerintahannya di Provinsi NTB untuk mengemban amanah
dan harapan masyarakat Nusa Tenggara Barat dalam mencapai kesejahteraan dan
pembangunan daerah menuju NTB yang Beriman dan Berdaya Saing.
Zaman Majapahit
Menurut Lalu Djelenga
(2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok yang lebih berarti dimulai
dari masuknya Majapahit melalui ekspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343
sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian
diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352. Ekspedisi ini,
lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok dalam
perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama saling
bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur,
Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat
kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong
serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu
Dendeng, Kuripan dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini
selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka setelah kerajaan Majapahit runtuh. Di
antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah
Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota Lombok
terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air tawar yang
banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Palembang,
Banten, Gresik dan Sulawesi. dan mempunyai senjata yg bernama
sundu
Masuknya Islam
Belakangan, ketika
Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu
Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan,
pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu
Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk
menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara. "Susuhnii Ratu Giri
memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh pelosok. Dilembu Manku Rat
dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin, Datu bandan di kirim ke Makasar,
Tidore, Seram dan Galeier dan Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok
dan Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke Lombok, dimana dengan kekuatan
senjata ia memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan
tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun selama ketiadaannya,
karena kaum perempuan tetap menganut keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali
kepada faham pagan. Setelah kemenangannya di Sumbawa dan Bima,
Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut, ia
mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan. Sebagian
masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu masuk
Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden
Sumuliya dan Raden Salut untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri
bergerak ke Bali, dimana ia memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa
Agung Klungkung."
Sementara di Kerajaan Lombok, sebuah kebijakan besar dilakukan Prabu Rangkesari dengan memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang atas usul Patih Banda Yudadan Patih Singa Yuda. Pemindahan ini dilakukan dengan alasan letak Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh dibandingkan posisi sebelumnya. Menurut Fathurrahman Zakaria, dari wilayah pusat kerajaan yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ini juga memiliki daerah belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi bertingkat-tingkat sampai hutan Lemor yang memiliki sumber air yang melimpah.
Di bawah pimpinan Prabu
Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan yang maju di
berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang kemudian
banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional
masyarakat Lombok hari ini. ahli sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van den
Berg menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat memengaruhi
terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual dalam
rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan
bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui
Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang
disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara
Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah,
mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak.
Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji,
Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan
mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang
berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat
Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat
Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan sebagainya.Dengan mengkaji
lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan
mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial
politik dan sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya.
Dalam bidang sosial
politik misalnya, Lontar Kotamgama lembar 6 lembar menggariskan sifat dan sikap
seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma dan Warsa.
- Danta artinya gading
gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan lagi dan Danti artinya
ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat lagi.
- Kusuma artinya kembang,
tidak mungkin kembang itu mekar dua kali dan Warsa artinya hujan, apabila telah
jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi awan.
Itulah sebabnya seorang
raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam perkataan.
Selain itu, dalam
lontar-lontar yang ada diketahui bahwa istilah-istilah dan ungkapan yang syarat
dengan ide dan makna telah dipergunakan dalam bidang politik dan hukum,
misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih
(bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti
(bakti, setia) atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq
(hemat), loma (dermawan), kencak (terampil) atau genem (rajin). Kemajuan
Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak senang.
Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke Kerajaan
Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan. Mengambil pelajaran
dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik memaanfaatkan situasai
untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan
persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan,
Gelgel menempuh strategi baru dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk
memasukkan faham baru berupa singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak lama di
Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat memengaruhi beberapa pemimpin agama
Islam yang belum lama memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk
menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti karena secara internal kerajaan Hindu
ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini
Masuknya Kolonialisme
Kedatangan VOC Belanda ke Indonesia yang
menguasai jalur perdagangan di utara telah menimbulkan kegusaran Gowa, sehingga
Gowa menutup jalur perdagangan ke selatan dengan cara menguasai Pulau Sumbawa
dan Selaparang. Untuk membendung misi kristenisasi menuju ke barat, maka Gowa
juga menduduki Flores Barat dengan membangun Kerajaan Manggarai. Ekspansi Gowa ini
menyebabkan Gelgel yang mulai bangkit tidak senang. Gowa dihadapkan pada posisi
dilematis, mereka khawatir Belanda memanfaatkan Gelgel. Maka tercapai
kesepakatan dengan Gelgel melalui perjanjian Saganing pada tahun 1624 yang
isinya antara lain Gelgel tidak akan bekerja sama dengan Belanda dan Gowa akan
melepaskan perlindungannya atas Selaparang yang dianggap halaman belakang
Gelgel.
Akan tetapi terjadi
perubahan sikap sepeninggal Dalem Sagining yang digantikan oleh Dalem Pemayun
Anom. Terjadi polarisasi yang semakin jelas, yakni Gowa menjalin kerjasama
dengan Mataram di Jawa dalam rangka menghadapi Belanda. Sebaliknya Belanda
berhasil mendekati Gelgel, sehingga pada tahun 1640, Gowa masuk kembali ke
Lombok. Bahkan pada tahun 1648, salah seorang Pangeran Selaparang dari Trah
Pejanggik bernama Mas Pemayan dengan gelar Pemban Mas Aji Komala, diangkat
sebagai raja muda, semacam gubernur mewakili Gowa, berkedudukan di bagian bara
pulau Sumbawa. Akhirnya perang antara Gowa dengan Belanda tidak terelakkan.
Gowa melakukan perlawanan keras terutama dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin
yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur. Sejarah mencatat Gowa harus menerima
perjanjian Bungaya pada tahun 1667. Bungaya adalah sebuah wilayah yang terletak
disekitar pusat kerajaan Gelgel di Klungkung yang menandai eratnya hubungan
Gelgel-Belanda. Konon Gelgel berusaha memanfaatkan situasi dengan mengirimkan
ekspedisi langsung ke pusat pemerintahan Selaparang pada tahun 1668-1669,
tetapi ekspedisi tersebut gagal. Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan
tetangganya, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu
kekuatan baru dari arah barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada
sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari
Karang Asem (Bali) secara bergelombang dan mendirikan koloni di kawasan
Kotamadya Mataram sekarang ini. Kekuatan itu telah menjelma sebagai sebuah
kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri pada tahun
1622. Namun bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul
secara tiba-tiba yaitu kekuatan asing, Belanda yang sewaktu-waktu akan
melakukan ekspansi. Kekuatan dari tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang
demikian kuat mampu dipatahkan. Sebab itu sebelum kerajaan yang berdiri di
wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan
menempatkan pasukan kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa. Di balik itu memang ada
faktor-faktor lain terutama masalah perbatasan antara Selaparang dan Pejanggik
yang tidak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan adanya saling mengharapkan
peran yang lebih di antara kedua kerajaan serumpun ini atau saling lempar
tanggung jawab. Dalam kecamuk peperangan dan upaya mengahadapi masalah kekuatan
yang baru tumbuh dari arah barat itu, maka secara tiba-tiba saja, tokoh penting
di lingkungan pusat kerajaan, yaitu patih kerajaan sendiri yang bernama, Raden
Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih pendapat dengan rajanya. Raden Arya
Banjar Getas akhirnya meninggalkan Selaparang dan hijrah mengabdikan diri di
Kerajaan Pejanggik yang dulu (Kerajaan Pejanggik) berada di Daerah Pejanggik yang
berada di Kecamatan Jonggat
Atas prakarsanya sendiri,
Raden Arya Banjar Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung dengan sebuah
Ekspedisi Tentara Kerajaan Karang Asem yang sudah mendarat menyusul
di Lombok Barat. Semula berdasarkan informasi awal yang diperoleh, maksud
kedatangan ekspedisi itu akan menyerang Kerajaan Pejanggik. Namun dalam
kenyataan sejarah, ekspedisi itu telah menghancurkan Kerajaan Selaparang karena
wilayah tersebut dapat ditaklukkan hampir tanpa perlawanan, sebab sudah dalam
keadaan sangat lemah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1672. Pusat kerajaan
hancur dan rata dengan tanah serta raja beserta seluruh keluarganya mati
terbunuh. Selaparang jatuh hanya tiga tahun setelah menghadapi Belanda. Empat
belas tahun kemudian, pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik dibumi hanguskan oleh
Kerajaan Mataram Karang Asem. Akibat kekalahan Pejanggik, maka Kerajaan Mataram
mulai berdaulat menjadi penguasa tunggal di Pulau Lombok setelah sebelumnya
juga meluluh lantakkan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
V. Pemerintahan
Kota Bima - Nusa Tenggara Barat
Kabupaten dan Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
1
|
Kabupaten Bima
|
Raba
|
2
|
Kabupaten Dompu
|
Dompu
|
3
|
Kabupaten Lombok Barat
|
Gerung
|
4
|
Kabupaten Lombok Tengah
|
Praya
|
5
|
Kabupaten Lombok Timur
|
Selong
|
6
|
Kabupaten Lombok Utara
|
Tanjung
|
7
|
Kabupaten Sumbawa
|
Sumbawa Besar
|
8
|
Kabupaten Sumbawa Barat
|
Taliwang
|
9
|
Kota Bima
|
-
|
10
|
Kota Mataram
|
-
|
VI. Lainnya
Arti Lambang
Berlatar belakang perisai
sebagai gambaran jiwa pahlawan, lambang Nusa Tenggara Barat terdiri dari 6 unsur,
yakni: bintang, kapas dan padi, menjangan gunung dan kubah.
- Bintang melambangkan 5 sila dari Pancasila, kapas dan padi selain melambangkan kemakmuran juga melambangkan tanggal terbentuknya provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu 14 Agustus 1958.
- Hari tersebut dengan diungkapkan secara simbolik dengan jumlah kuntum dan untaian padi 58.
- Rantai terdiri dari 4 berbentuk bulat dan 5 berbentuk segi empat, melambangkan tahun 45 (1945) sebagai tahun kemerdekaan RI.
- Menjangan merupakan salah satu satwa yang banyak berada di Pulau Sumbawa.
- Gunung yang berasap melukiskan kemegahan gunung Rinjani sebagai gunung tertinggi di Lombok.
- Kubah melambangkan ketaatan beragama masyarakat provinsi Nusa Tenggara Barat.
- Bintang melambangkan 5 sila dari Pancasila, kapas dan padi selain melambangkan kemakmuran juga melambangkan tanggal terbentuknya provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu 14 Agustus 1958.
- Hari tersebut dengan diungkapkan secara simbolik dengan jumlah kuntum dan untaian padi 58.
- Rantai terdiri dari 4 berbentuk bulat dan 5 berbentuk segi empat, melambangkan tahun 45 (1945) sebagai tahun kemerdekaan RI.
- Menjangan merupakan salah satu satwa yang banyak berada di Pulau Sumbawa.
- Gunung yang berasap melukiskan kemegahan gunung Rinjani sebagai gunung tertinggi di Lombok.
- Kubah melambangkan ketaatan beragama masyarakat provinsi Nusa Tenggara Barat.
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita