Flora dan Fauna Khas Provinsi Bali adalah Majegau (densiflorum)
sebagai Flora Khas Bali dan Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) sebagai Fauna Khas Bali.
Majegau Flora Identitas Bali
Majegau (densiflorum)
merupakan flora (tumbuhan) identitas provinsi Bali mendampingi Jalak Bali sebagai fauna
identitas. Pohon majegau yang sering disebut juga sebagai cempaga merupakan
anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian). Tanaman ini memiliki kualitas
kayunya yang baik sehingga di Bali banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan
(terutama bangunan-bangunan suci) dan sebagai bahan kerajinan ukiran. Majegau dikenal
dengan beberapa nama yang berbeda di berberapa daerah di Indonesia seperti kapinango,
maranginan, pingku (Sunda), cempaga, cepaga, kraminan (jawa), majegau (Bali),
ampeuluh, kheuruh (Madura), Tumbawa rendai, tumbawa rintek (Minahasa). Dalam
bahasa ilmiah (latin) tanaman ini disebut sebagai Dysoxylum densiflorum yang
bersinonim dengan Dysoxylum elmeri dan Dysoxylum
trichostylum.
Ciri-ciri dan Persebaran
Majegau atau cempaga
merupakan pohon berkayu dengan ketinggian mencapai 40 meter dan dengan diameter
hingga 1,2 meter. Kayunya berat, keras namun berserat halus dengan warna coklat
kuning muda hingga merah muda atau coklat-merah muda, mengkilap. Daun majegau
berbentuk lanset lonjong. Buahnya berbentuk bulat telur dengan panjang antara
3-6 cm. Pohon majegau yang ditetapkan menjadi flora identitas provinsi
Bali tersebar mulai dari Laos, China, Thailand, Malaysia, Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Pohon bernama latin Dysoxylum
densiflorum ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah
hingga ketinggian 1.700 meter dpl.
Pemanfaatan
Majegau mempunyai batang
yang keras dan awet. Lantaran itu, di Bali, tanaman batang tanaman ini sering
dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan pura, tiang rumah dan sebagai bahan
kerajinan ukir-ukiran. Batang majegau dipercaya sebagai simbolisasi Bhatara
Sadasiwa, sehingga sering digunakan dalam upacara manusa yadnya,
yaitu suatu upacara suci atau pengorbanan suci yang bertujuan untuk memelihara
hidup dan membersihkan lahir bathin manusia. Kayu majegau juga sering digunakan
sebagai kayu bakar upacara karena memiliki bau yang harum. Selain itu, majegau
juga berpotensi sebagai obat, khususnya untuk mengobati penyakit sulit buang
air, meskipun untuk itu masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
(Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi:
Spermatophyta (Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga);
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil); Sub Kelas: Rosidae; Ordo:
Sapindales; Famili: Meliaceae; Genus: Dysoxylum; Spesies:Dysoxylum
densiflorum Miq.
Nama Binomial
Dysoxylum densiflorum.
Nama Indonesia: Majegau, cempaga, kapinango. Kerabat dekat: Kedoya (Dysoxylum
gaudichaudianum), Pingku (Dysoxylum excelsum)
Bunga Majegau (densiflorum) - Suber Foto : IMSW'15
Jalak Bali Fauna Identitas Bali
Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis burung
sedang dengan panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna putih ini
merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali
bagian barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali
yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991,
satwa yang masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist
IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna
identitas (maskot) provinsi Bali. Jalak Bali ditemukan pertama kali oleh Dr.
Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24
Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dinamakan
sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar hewan berkebangsaan Inggris yang
pertama kali mendiskripsikan spesies pada tahun 1912. Burung Jalak Bali ini
mudah dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya
memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor
dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi
bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung
jantan dan betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) merupakan satwa yang secara hidupan liar (di habitat
aslinya) populasinya amat langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah
spesies ini yang masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor
saja. Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah
Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa
liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk
menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak
Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali hasil penangkaran
dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).
Dalam konvensi
perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Jalak Bali
terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan
dilarang untuk diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for
Conservation of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam
kategori “kritis” (Critically Endangered) yang merupakan status
konservasi yang diberikan terhadap spesies yang memiliki risiko
besar akan menjadi punah di alam liar atau akan
sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) di habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi
(penggundulan hutan) dan perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39
ekor Jalak Bali yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat,
di rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa yang
terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat
penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu
sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia juga menjalankan program
penangkaran Jalak Bali.
Klasifikasi Ilmiah :
Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata, Ordo: Aves,
Famili:Sturnidae, Species: Leucopsar rothschildi.
Sumber Foto : Yann Muzika - www.thewildernessalternative.com
FLORA FAUNA INDONESIA
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita