indonesaEnglish



Minggu, 18 Oktober 2015

Flora dan Fauna Identitas Sulawesi Tenggara

Minggu, 18 Oktober 2015

Flora dan Fauna Khas Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Anggrek Serat (Diplocaulobium utilesebagai Flora Khas Sulawesi Tenggara dan Anoa (Bubalus depressicornis) atau  (Bubalus quarlesi) sebagai Fauna Khas Sulawesi Tenggara.


Sumber Foto : Zoo

Anggrek Serat Flora Identitas Sulawesi Tenggara


Anggrek Serat (Diplocaulobium utile dulunya Dendrobium utile) merupakan flora maskot (identitas) provinsi Sulawesi Tenggara. Nama anggrek serat ini didapat lantaran umbi semunya yang mengandung serat dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan anyaman kerajinan tangan. Sayangnya akibat eksploitasi yang berlebihan, anggrek serat yang menjadi maskot Sulawesi Tenggara semakin sulit ditemukan. Anggrek serat dalam bahasa lokal (Sulawesi) disebut sebagai anomianemi, atau alemi. Sedangkan dalam bahasa latin, nama ilmiah anggrek serat semula adalah Dendrobium utile namun kemudian mengalami revisi menjadi Diplocaulobium utile. Nama latin yang pertama, Dendrobium utile sekarang dipakai sebagai sinonim.

Diskripsi Anggrek Serat
Anggrek serat (Diplocaulobium utile) merupakan tanaman epifit yang hidupnya menempel pada batang pohon. Yang cukup unik dibandingkan jenis anggrek lainnya adalah pertumbuhan akarnya yang membentuk rhizome merambat dan membentuk roset seperti paku sarang burung. Mempunyai umbi semu yang kecil, pipih dan mengeras. Umbi semu anggrek serat tumbuh memanjang berwarna hijau kekuningan dan mengkilat. Pada ujung umbi semunya terdapat sehelai daun kecil berbentuk lanset yang berwarna hijau.

Tangkai perbungaan anggrek serat muncul dari lipatan daunnya. Bagian mahkota dan kelopak bunga berwarna kuning dan bentuknya menyempit. Penampilannya cukup menarik sebagai bunga hias apalagi dengan umbi semunya yang tampak mengkilat. Sayangnya jenis anggrek ini tidak berumur panjang. Persebaran anggrek serat terdapat di pulau Sulawesi dan Papua. Anggrek serat (Diplocaulobium utile) tumbuh baik di daerah panas, pada ketinggian antara 0 – 150 m dpl. Sebagai tanaman epifit, anggrek ini tumbuh menempel pada batang-batang pohon yang sudah tua.

Pemanfaatan dan Konservasi. Anggrek serat selain sebagai bunga hias juga sering kali dimanfaatkan umbi semunya yang mengandung serat. Umbi semu anggrek serat ini digunakan sebagai bahan untuk membuat barang-barang kerajinan anyaman lantaran memiliki tektur yang halus, mengkilat dan berwarna kuning keemasan. Lantaran ekspoitasi yang berlebihan sebagai bahan baku kerajinan anyaman yang bernilai jual mahal dan minimnya budidaya (mengingat usianya yang relatif singkat), anggrek serat yang menjadi flora identitas Sulawesi Tenggara ini mulai menjadi tumbuhan langka.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae; Ordo: Asparagales; Famili: Orchidaceae; Genus:Diplocaulobium; Spesies: Diplocaulobium utile.

Anoa Fauna Identitas Sulawesi Tenggara


Anoa (Bubalus depressicornis) atau (Bubalus quarlesi) adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.

Baik Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”. Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.

Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering disebut sebagai Kerbau Kerdil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Anoa yang menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi tenggara ini lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan. Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi). Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg. Anoa dataran rendah dapat hidup hingga mencapai usia 30 tahun yang matang secara seksual pada umur 2-3 tahun. Anoa betina melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa dataran rendah hidup dihabitat mulai dari hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan ketinggian 1000 mdpl. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau mengingat satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum juga gemar berendam ketika sinar matahari menyengat.

Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) sering disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan disebut Bubalus quarlesi. Anoa pegunungan mempunyai ukuran tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa datarn rendah. Panjang tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg. Anoa pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual saat berusia 2-3 tahun. Seperti anoa dataran rendah, anoa ini hanya melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan yang berkisar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya.

Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk anoa digunakan untuk menyibak semak-semak atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa pegunungan mengeluarkan suara “moo”.

Populasi dan Konservasi
Anoa semakin hari semakin langka dan sulit ditemukan. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) yang menjadi maskot provinsi Sulawesi Tenggara tidak pernah terlihat lagi. Karena itu sejak tahun 1986, IUCN Redlist memasukkan kedua jenis anoa ini dalam status konservasi “endangered” (Terancam Punah). Selain itu CITES juga memasukkan kedua satwa langka ini dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diperjual belikan. Pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.


Beberapa daerah yang masih terdapat satwa langka yang dilindungi ini antaranya adalah Cagar Alam Gunung Lambusango, Taman Nasional Lore-Lindu dan TN Rawa Aopa Watumohai (beberapa pihak menduga sudah punah).

Anoa sebenarnya tida mempunyai musuh (predator) alami. Ancaman kepunahan satwa endemik Sulawesi ini lebih disebabkan oleh deforestasi hutan (pembukaan lahan pertanian dan pemukiman) dan perburuan yang dilakukan manusia untuk mengambil daging, kulit, dan tanduknya. Pada tahun 2000, masyarakat Kabupaten Buton dan Konawe Selatan dibantu pihak BKSDA pernah mencoba untuk membuka penangkaran anoa. Tetapi usaha ini akhirnya gagal lantaran perilaku anoa yang cenderung tertutup dan mudah merasa terganggu oleh kehadiran manusia sehingga dari beberapa spesies yang ditangkarkan tidak satupun yang berhasil dikawinkan.

Di tahun 2010, Taman Nasional Lore-Lindu akan mencoba melakukan penangkaran satwa langka yang dilindungi ini. Semoga niat baik ini dapat terlaksana sehingga anoa datarn rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dapat lestari dan menjadi kebanggan seluruh bangsa Indonesia.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Mamalia, Ordo: Artiodactyla, Famili: Bovidae, Upafamili: Bovinae, Genus: Bubalus, Spesies: Bubalus quarlesi, Bubalus depressicornis. Nama binomial: Bubalus quarlesi (Ouwens, 1910). Bubalus depressicornis (H. Smith, 1827).



FLORA FAUNA INDONESIA

ENSIKLOPEDI LAINNYA



Terkini Indonesia

Terbaik Indonesia

Belanja Indonesia Lihat Lebih Lengkap >>>




Travelling Kita

Comments
0 Comments
 
Copyright ©2015 - 2024 THE COLOUR OF INDONESIA. Designed by -Irsah
Back to top
THE COLOUR OF INDONESIA