Flora dan Fauna Khas Provinsi Maluku Utara ditetapkan Cengkih (Syzygium
aromaticum, Flora Khas Maluku Utara dan Burung
Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii) sebagai Fauna Khas Maluku Utara.
Cengkih Flora Identitas Propinsi Maluku Utara
Cengkih (Syzygium
aromaticum, syn. Eugenia aromaticum),
dalam bahasa Inggris disebut cloves,
adalah tangkai bunga kering
beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae.
Cengkih adalah tanaman asli Indonesia,
banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di
negara-negara Eropa,
dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkih ditanam terutama di
Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar;
selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Pohon cengkih merupakan tanaman tahunan yang
dapat tumbuh dengan tinggi 10–20 m, mempunyai daun berbentuk
lonjong yang berbunga pada pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna
hijau, dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkih akan dipanen jika
sudah mencapai panjang 1,5–2 cm. Cengkih dapat digunakan
sebagai bumbu, baik dalam bentuknya yang utuh atau sebagai bubuk. Bumbu ini
digunakan di Eropa dan Asia. Terutama di Indonesia, cengkih
digunakan sebagai bahan rokok kretek. Cengkih juga digunakan sebagai bahan dupa di Republik
Rakyat Tiongkok dan Jepang. Minyak cengkih digunakan di aromaterapi dan
juga untuk mengobati sakit gigi. Daun cengkih kering yang ditumbuk halus dapat
digunakan sebagai pestisida nabati dan efektif untuk mengendalikan penyakit
busuk batang Fusarium dengan memberikan 50-100 gram daun cengkih
kering per tanaman.
Sejarah cengkih
Pada abad yang keempat,
pemimpin Dinasti Han dari Tiongkok memerintahkan setiap orang yang
mendekatinya untuk sebelumnya menguyah cengkih, agar harumlah napasnya.
Cengkih, pala dan merica sangatlah mahal pada zaman Romawi.
Cengkih menjadi bahan tukar menukar oleh bangsa Arab pada abad
pertengahan. Pada akhir abad ke-15, orang Portugis mengambil alih
jalan tukar menukar di Laut India. Bersama itu diambil alih juga perdagangan
cengkih dengan perjanjian Tordesillas dengan Spanyol,
selain itu juga dengan perjanjian dengan sultan Ternate. Orang Portugis membawa
banyak cengkih yang mereka peroleh dari kepulauan Maluku ke Eropa.
Pada saat itu harga 1 kg cengkih sama dengan harga 7 gram emas. Perdagangan
cengkih akhirnya didominasi oleh orang Belanda pada abad ke-17.
Dengan susah payah orang Prancis berhasil membudayakan pohon Cengkih di Mauritius pada
tahun 1770. Akhirnya cengkih dibudayakan di Guyana, Brasilia dan Zanzibar.
Pada abad ke-17 dan ke-18 di Inggris harga cengkih sama dengan harga emas karena
tingginya biaya impor. Sebab cengkih disana dijadikan salah satu bahan makanan
yang sangat berkhasiat bagi warga dan sekitarnya yang mengonsumsi tanaman
cengkih tersebut. Sampai sekarang cengkih menjadi salah satu bahan yang
diekspor ke luar negeri. Pohon cengkih yang
dianggap tertua yang masih hidup terdapat di Kelurahan Tongole, Kecamatan
Ternate Tengah, sekitar 6 km dari pusat kota Ternate. Poho yang disebut
sebagai Cengkih Afo ini berumur 416 tahun, tinggi 36,60 m, berdiameter 198 m,
dan keliling batang 4,26 m. Setiap tahunnya ia mampu menghasilkan sekitar
400 kg bunga cengkih.
Kandungan bahan aktif
dalam bunga dan buah cengkih
Minyak esensial dari
cengkih mempunyai fungsi anestetik dan antimikrobial.
Minyak cengkih sering digunakan untuk menghilangkan bau napas dan untuk
menghilangkan sakit gigi. Zat yang terkandung dalam cengkih yang bernama eugenol,
digunakan dokter gigi untuk menenangkan saraf gigi. Minyak
cengkih juga digunakan dalam campuran tradisional chōjiyu (1%
minyak cengkih dalam minyak mineral; "chōji" berarti cengkih;
"yu" berarti minyak) dan digunakan oleh orang Jepang untuk
merawat permukaan pedang mereka.
Burung Bidadari Halmahera (Semioptera
wallacii) merupakan
salah satu jenis burung Cenderawasih ini selain mempunyai bulu yang indah
layaknya bidadari juga mempunyai gerak tarian yang indah dan terkesan genit
terutama saat merayu pasangannya. Sayangnya burung Bidadari (Semioptera
wallacii) yang endemik Maluku Utara ini semakin hari semakin langka.
Meskipun oleh IUCN Redlist hanya dikategorikan sebagai Least Concern,
tetapi di lapangan burung berbulu indah layaknya bidadari ini semakin jarang
ditemui. Burung langka ini merupakan anggota famili Paradisaeidae
(Cenderawasih) dan merupakan satu-satunya anggota genus Semioptera.
Ditemukan pertama kali pada tahun 1858 oleh Alfred Russel Wallace. Oleh
masyarakat lokal burung ini dikenal juga sebagaiweak-weka, sedangkan
dalam bahasa Inggris burung ini disebut sebagai Standardwing,Standard-wing
Bird-of-paradise, atau Wallace’s Standardwing. Burung Bidadari berukuran sedang, sekitar 28 cm. Berwarna coklat kehijauan zaitun.
Burung bidadari jantan mempunyai mahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat
serta warna hijau zamrud pada dadanya. Burung Bidadari betina berukuran lebih
kecil dengan warna cokelat zaitun dan serta punya ekor lebih panjang
dibandingkan burung jantan. Ciri khas burung Bidadari (Semioptera wallacii)
adalah adalah dipunyainya dua pasang bulu putih yang panjang yang keluar
menekuk dari sayapnya. Bulu ini dapat ditegakkan atau diturunkan sesuai
keinginan burung ini. Burung genit dari Maluku Utara yang dikenal juga sebagai weak-weka ini
memakan serangga, antropoda, dan buah-buahan. Burung jantan bersifat poligami. Kegenitan
burung berbulu indah ini terlihat terutama saat musim kawin. Burung jantan akan
memamerkan kecantikan bulu dan bentang sayapnya serta kegenitan dalam menari
untuk merayu dan menarik perhatian betinanya. Burung Bidadari betina akan
menghampiri dan memilih satu pejantan yang dinilai paling indah tarian dan
bentangan sayapnya.
Persebaran, Habitat, dan Populasi.
Burung Bidadari merupakan satwa
endemikMaluku Utara dan menjadi jenis Cenderawasih yang tersebar di kawasan
paling barat. Burung ini bisa dijumpai di pulau Halmahera dan Bacan di Maluku
Utara. Beberapa lokasi yang menjadi habitat burung Bidadari nan genit lagi
indah ini adalah hutan Tanah Putih, gunung Gamkonora, dan hutan Domato
(Halmahera Barat), hutan Labi-labi di area Taman Nasional Aketajawe
dan hutan Lolobata (Halmahera Timur). Burung bernama lokal weak-weka ini
juga ditemukan di pulau Bacan.
Populasi burung Bidadari
(Semioptera wallacii) tidak diketahui dengan pasti tetapi
dipastikan telah menurun jika dibandingkan dengan tahun 1980-an lantaran
banyaknya kawasan hutan habitat burung bidadari yang mengalami deforestasi. Penurunan populasi juga diakibatkan oleh
perburuan liar untuk menangkap burung Bidadari jantan yang mempunyai bulu
indah. Meskipun semakin sulit ditemukan di habitatnya, namun oleh IUCN
Redlist, status konservasi burung ini masih dianggap aman sheingga masih
diklasifikasikan sebagai Least Concern. Sedangkan oleh
CITES, burung Bidadari Halmahera didaftarkan sebagai Apendiks II. Pemerintah Indonesia,
meskipun tidak spesifik menyebut nama spesies burung Bidadari dalam lampiran PP
No. 7 Tahun 1999, namun burung ini tetap termasuk sebagai salah satu satwa
yang dilindungi. Ini lantaran semua anggota famili Paradisaeidae atau berbagai
jenis Cenderawasih, merupakan satwa yang dilindungi.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia;
Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Passeriformes; Famili: Paradisaeidae;
Genus: Semioptera (Gray, 1859); Spesies:Semioptera wallacii.
FLORA FAUNA INDONESIA
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita