Flora dan Fauna Nusa Tenggara Timur
Share
Flora dan Fauna Khas Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Cendana, atau cendana wangi (Santalum album)
sebagai Flora Khas Nusa Tenggara Timur dan Komodo
(Varanus komodoensis) sebagai
Fauna Khas Nusa Tenggara Timur.
Cendana Flora Identitas Provinsi Nusa Tenggara Timur
Cendana, atau cendana wangi (
Santalum album), merupakan pohon
penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai
rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris
(warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-abad. Konon
di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak
abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur,
khususnya di Pulau Timor, meskipun sekarang ditemukan pula di Pulau Jawa dan
pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal
kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung
pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung
kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau
dibudidayakan. Kayu cendana wangi kini sangat langka dan harganya sangat mahal.
Kayu yang berasal dari daerah Mysoram di India selatan biasanya dianggap yang
paling bagus kualitasnya. Di Indonesia, kayu cendana dari Timor juga sangat
dihargai. Sebagai gantinya sejumlah pakar aromaterapi dan parfum menggunakan
kayu cendana jenggi (Santalum spicatum). Kedua jenis kayu ini berbeda
konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya, dan oleh karena itu kadar harumnya
pun berbeda. Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif
untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang
sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk penyembuhan
cara Ayurveda, dan untuk menghilangkan rasa cemas.
Komodo Fauna Identitas Provinsi Nusa Tenggara Timur
Komodo, atau yang
selengkapnya disebut biawak komodo (
Varanus
komodoensis) adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau
Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara dan
temasuk generasi naga “
Dragon Komodo”.
Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat
ora. Termasuk anggota famili
biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di
dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan
dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh
hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya
mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo
yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak
yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup. Komodo ditemukan oleh peneliti
barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat
mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut
akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai
spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di
bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman
Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
Di alam bebas, komodo
dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kilogram, namun komodo yang
dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar.
Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan
berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam
perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun
bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii). Komodo memiliki ekor yang
sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam
sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali
bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan
gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan
lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut
mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang.
Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari
abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna
hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya.
Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar
belakang hitam.
Komodo tak memiliki
indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini mampu
melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut,
hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu
membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak.
Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti
reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan
organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap.
Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke
kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh
4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik
karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra
perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian
belakang tenggorokan. Sisik-sisik komodo,
beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung
dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar
telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara
yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan)
pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang
London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya,
bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.
FLORA FAUNA INDONESIA
ENSIKLOPEDI LAINNYA