Flora dan Fauna Sulawesi Tengah
Share
Flora dan Fauna Khas Provinsi Sulawesi Tengah adalah Pohon Eboni/ Pohon Kayu Hitam (Diospyros celebica Bakh) sebagai Flora Khas Sulawesi Tengah dan Burung Maleo atau (Macrocephalon maleo) sebagai Fauna Khas Sulawesi Tengah.
Pohon Ebony (Kayu Hitam) Flora Identitas Sulawesi
Tengah
Eboni (Diospyros
celebica Bakh) atau dikenal juga dengan nama kayu hitam, merupakan
jenis kayu yang tergolong kuat dan awet, sehingga kayu ini bernilai
ekonomi tinggi dan permintaan konsumen semakin bertambah dari waktu ke waktu.
Ebony mempunyai kayu teras berwarna hitam atau coklat kehitaman dengan tingkat
dekoratif yang tinggi, sehingga sangat cocok untuk digunakan sebagai meubel dan
bahan dekoratif lainnya. Ebony memiliki karakteristik pertumbuhan yang lambat.
Tiap pertumbuhan sekitar 0,5 cm/tahun. Pohon ebony dapat
mencapai tinggi 40 meter dengan diameter 100 cm. Tajuk pohon ini berbentuk
selindris sampai kerucut, dengan percabangannya agak lateral dan sangat kokoh.
Sistem perakaran sangat dalam, luas dan intensif. Kulit luar bewarna hitam dan
mengelupas kecil-keci sejalan dengan bertambahnya umur pohon. Bunga berukuran
kecil dengan buah berdaging. Ebony dapat tumbuh pada berbagai type tanah, dengan
ketinggian 25 – 350 dari permukaan laut.
Walaupun populasi tumbuhan
jenis ini semakin berkurang, namun ebony sampai saat ini belum terdaftar dalam
daftar Appendix CITES dan tidak termasuk dalam daftar
tumbuhan yang dilindungi sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1999. Dengan demikian, perdagangan kayu ini ke luar negeri belum dibatasi. Upaya pelestarian eboni
dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga pelestariannya haruslah merupakan
kegiatan terpadu dalam suatau pengelolaan, mulai dari penanaman bibit sampai
kepada pemanfaatannya menjadi produk jadi, sehingga dapat memberikan nilai
optimal, baik secara ekonomi maupun secara ekologis dan sosial budaya.
Burung Maleo Fauna Identitas Sulawesi Tengah
Maleo atau (Macrocephalon
maleo), sejak tahun
1990 berdasarkan SK. No. Kep. 188.44/1067/RO/BKLH tanggal 24 Pebruari 1990
“Maleo” ditetapkan sebagai “Satwa Maskot” daerah Sulawesi Tengah. Ini merupakan
kebanggaan bagi masyarakat Sulawesi Tengah dan Indonesia pada umumnya. Maleo termasuk
jenis burung endemik Sulawesi dan penyebaran di Sulawesi Tengah
relatif luas. Tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Menteri
Pertanian R.I. No. 42/Kpts/Um/8/1970. Pernyataan dilindungi dimaksudkan
yakni perlindungan terhadap satwa hidup atau mati (opsetan) serta
bagian-bagiannya, seperti telur dan lain-lain. Pemanfaatan satwa tersebut dapat
digunakan sepanjang untuk tujuan penelitian. Pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan maupun usaha penangkaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang
bergerak dibidang konservasi sumber daya alam hayati dan perlu mendapat ijin
dari Departemen Kehutanan Cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA).
Burung ini memiliki
keunikan dalam hal perkembangbiakannya. Tidak seperti burung lain yang membuat
sarang dan mengerami telurnya, maleo meletakan telurnya dalam lubang pasir di
dekat pantai, lalu telur dibiarkan menetas dengan sendirinya. Meskipun
memiliki sayap dengan bulu yang cukup panjang, namun lebih senang jalan kaki
dari pada terbang. Biasanya yang dewasa sering diketemukan berpasangan ditempat
terbuka dan berpasir panas. Ketika menggali lubang untuk bertelur, penggalian
dilakukan secara bergantian antara maleo jantan dan maleo betina. Saat maleo
betina menggali lubang, maleo jantan mengawasi sekelilingnya, demikian
sebaliknya.
Telur maleo sangat besar
dengan panjang rata-rata 11 cm dan beratnya sekitar 260 gram per butir atau
sebanding dengan 5 butir telur ayam. Untuk mengelabui pemangsa yang mungkin
sedang mengincar telur-telur mereka, maleo seringkali membuat lubang-lubang lain.
Setelah menetas anak maleo akan berusaha sendiri keluar dari tanah atau pasir
dan langsung berjuang hidup sendiri di alam tanpa asuhan sang induk. Beberapa
lokasi kawasan konservasi tempat hidup maleo, diantaranya adalah
Suaka Margasatwa Bakiriang di Kabupaten Banggai, SM Pinjan/Tanjung Matop di
Kabupaten Buol, Cagar Alam (CA) Morowali di Kabupaten Morowali, dan Taman
Nasional Lore Lindu yang terletak di lintas Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso.
Penyebaran di luar kawasan konservasi yang termonitor antara lain di daerah
Tanjung Santigi Kecamatan Moutong. Tanjung Desa Rerang Kabupaten Donggala,
daerah Bungku, dan Sausu Kabupateng Perigi Moutong.
FLORA FAUNA INDONESIA
ENSIKLOPEDI LAINNYA