Bandar Udara Internasional Syamsudin Noor (IATA: BDJ, ICAO: WAOO) adalah bandar udara yang melayani Banjarmasin di Kalimantan Selatan, Indonesia. Letaknya di Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan atau 25 km dari pusat Kota Banjarmasin, kota terbesar di Kalimantan, dan terletak 10 kilometer selatan-barat dari Banjarbaru. Memiliki luas area 257 hektare. Bandara ini mulai beroperasi pada tahun 1936 dengan nama Lapangan Terbang Ulin. Pada tahun 1975 bandara ini resmi ditetapkan sebagai bandara sipil dan diubah namanya menjadi bandara Syamsudin Noor. Pada tahun 2011, Bandara Syamsudin Noor mempunyai terminal domestik dengan luas 9.943 m² dan dapat menangani 3.013.191 penumpang. Salah satu di depan terminal yang mampu menangani 4 pesawat berukuran sedang yaitu Boeing 737-400 dan satu di terminal yang baru mampu menampung 4 Boeing 767-300ER. Baru-baru ini, pada saat selesainya ekspansi pada tahun 2004, bandara telah berurusan dengan tuduhan mark up. Aspal yang lebih besar dihentikan sampai Angkasa Pura telah membayar utang bandara kepada pemerintah. Secara historis, Boeing 767-300ER merupakan pesawat berbadan lebar pertama yang mendarat di bandara ini pada tahun 2004. Pada awal 2013, bandara ini melayani 5,5 juta penumpang, padahal kapasitasnya hanya untuk 4,0 juta penumpang. Otoritas telah mengalokasikan dana sebesar Rp2,1 triliun ($2,2 miliar) untuk pengembangan dan diprediksi akan selesai dalam akhir tahun 2014.
Sejarah
Bandara ini dibangun
kembali pada mulanya oleh pemerintahan pendudukan Jepang pada tahun 1944 dan
terletak disebelah utara Jalan Jend. Ahmad Yani Km 25 Kecamatan Landasan
Ulin,Banjarbaru. Tepatnya pada posisi koordinat 03 270 S 114 450 E, serta pada
masa itu hanya memiliki ukuran landasan panjang 2.220 meter dan lebar 45 meter.
Berakhirnya masa pendudukan Jepang di tandai serangan Belanda yang kiat
meningkat sehingga bandar udara yang dibuat Jepang hancur luluh lantak di
bombardir oleh tentara sekutu, kemudian pada tahun 1948 landasan tersebut di
renovasi oleh pemerintahan pendudukan Belanda (NICA) dengan Pengerasan landasan
udara dengan pondasi batu setebal 10 cm.
Setelah sekian lama di
pakai Belanda dalam perkuatan armada udaranya akhirnya pada tanggal 1961
Belanda Jatuh ke tangan Indonesia itu terbukti Saat pengakuan Belanda dan Dunia
Internasional kepada kedaulatan RIS (Republik Indonesia Serikat) , pengelolaan
lapangan terbang Ulin kemudian dilakukan oleh Pemerintah Daerah / Dinas
Pekerjaan Umum, dan pada Pemerintahan RI (khususnya Departemen Pertahanan Udara
dalam hal ini TNI AU) kemudian pada akhirnya pengelolaan ini dilimpahkan
sepenuhnya kepada Kementrian Perhubungan Jawatan Penerbangan Sipil. Dalam masa
pembangunan mengisi kemerdekaan maka pada tahun 1974 landasan pacunya telah
mampu didarati oleh pesawat udara jenis Fokker F-28, dan pada tahun 1977
diresmikan landasan pacu yang baru terletak sekitar 80 meter sebelah utara
landasan pacu yang lama dengan kemampuan DC-9 terbatas.
Peranan Lapangan Terbang
Ulin sudah cukup banyak dalam mendukung kegiatan operasi, baik operasi Udara
maupun operasi darat, tentu dengan kiprah Lapangan Terbang tersebut telah
membawa harum bagi daerah Kalimantan Selatan, namun keharuman itu belumlah
lengkap apabila sederetan Pahlawan Nasional Putra Kalimantan Selatan tidak
diabadikan seperti mencantumkan nama pahlawan melalui nama jalan, lambang
satuan, nama gedung atau sarana umum lainnya. Guna mengenang kembali jasa para
Pahlawan Nasional yang berasal dari daerah Kalimantan Selatan, maka Pemerintah
Daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan mengusulkan
agar Lapangan Terbang Ulin dapat digantikan dengan nama Pahlawan Nasional asal
Putra Daerah Kalimantan Selatan.
Sederetan nama Pahlawan
Nasional baik dari kalangan militer maupun sipil mulai diusulkan, semula
diusulkan untuk mengganti nama Lapangan Terbang Ulin dengan Lapangan Terbang
Supadio mengingat Komodor Udara Supadio adalah Panglima Komando Lapangan
Terbang Kalimantan yang pertama namun Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan
belum menyetujuinya, kemudian diusulkan kembali nama putera daerah yang banyak
andil dalam menegakkan negeri ini seperti Pangeran Antasari dan Sjamsudin Noor.
Dari kedua nama Pahlawan Nasional tersebut mulai diperdebatkan, mengingat nama
satuan yang akan diberikan merupakan unsur dari penerbangan, maka untuk
mengenang kembali jasanya yang banyak dalam menegakkan dan memajukan
penerbangan Nasional dimana pengabdian dan pengorbanan tanpa pamrih dari
almarhum Letnan Udara Satu Anumerta Syamsudin Noor, maka Pimpinan Pangkalan
Udara Banjarmasin saat itu mengusulkan penggunaan nama Syamsudin Noor yang
telah gugur dalam menunaikan tugas negara, patut menjadi contoh suri tauladan
bagi segenap putra Indonesia dan warga AURI pada khususnya.
Atas pengorbanan dan
jasa-jasa Letnan Udara Satu Anumerta Syamsudin Noor maka pimpinan Lapangan
Terbang Ulin mengusulkan nama Syamsudin Noor sebagai pengganti nama Lapangan
Terbang Ulin. Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pembicaraan antara
Pimpinan Lapangan Terbang Ulin dengan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, setelah
tercapai kesepakatan dengan pemerintah daerah Kalimantan selatan yang tertuang
dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan Nomor 4
/ DPRD / KPT / 1970 Tanggal 13 Januari 1970 tentang Perubahan Nama Lapangan
Terbang Ulin menjadi Bandara Syamsudin Noor, maka diusulkan oleh Lapanga
Terbang Ulin kepada pimpinan Angkatan Udara di Jakarta untuk mengganti namanya
menjadi Bandara Syamsudin Noor, maka berdasarkan surat keputusan Kepala Staf
Angkatan Udara No 29 Tanggal 21 Maret 1970 nama Lapangan Terbang Ulin secara
resmi diganti dengan nama Bandara Syamsudin Noor, berlaku mulai tanggal 9 April
1970.
Dengan perkembangan yang
begitu pesat maka pada tahun 1975 telah ditetapkan bahwa Lapangan Terbang Ulin
sebagai lapangan terbang sipil yang dikuasai sepenuhnya oleh Departemen
Perhubungan melalui keputusan bersama Menteri Pertahanan Keamanan / Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Perhubungan RI dan Menteri
Keuangan RI Nomor : Kep / 30 / IX / 1975, No KM / 598 / 5 / Phb-75 dan No
Kep. 927.a / MK / IV / 8 / 1975. Pada masa pemerintahan Gubernur Syahriel
Darham, Bandara Syamsudin Noor sudah mampu didarati oleh pesawat berbadan lebar
seperti jenis Boeing 767, sehingga pengembangan kedepan Bandara Syamsudin Noor
akan ditingkatkan menjadi Bandara Internasional.
Haji
Embarkasi Haji
Banjarmasin dibuka pada tahun 2003. Selama musim haji, bandara ini melayani
jamaah dari Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah untuk penerbangan
langsung ke Jeddah dengan berhenti sebentar di Batam. Terminal haji dibangun
dalam rangka untuk mengkoordinasikan peziarah dan terletak di seberang bandara.
Juga, bandara ini sejak 2010 adalah bandara haji tersibuk di Indonesia dengan
jumlah wisatawan Haji terbesar daripada provinsi lainnya di Indonesia.
Perluasan
Pada bulan Desember 2012,
pembebasan lahan sudah mencapai sekitar 82 hektare dari 102 hektare atau 85
persen dari pembukaan lahan yang diperlukan untuk perluasan bandara telah
diperoleh Sementara itu, Humas PT Angkasa Pura I, Awaludin mengatakan dana yang
sudah dikeluarkan PT Angkasa Pura untuk membayar ganti rugi lahan sebesar
Rp237,7 miliar dari Rp290 miliar dana yang disiapkan. Artinya masih tersisa
sebesar Rp57 miliar. Dana itulah yang dititipkan ke pengadilan. hingga saat
ini masih belum tuntas 100% baik pembebasan lahan dan perbaikan terminal
sehingga proyek dihentikan sementara waktu. 12 Maret 2014 mendatang, peletakan
groundbreaking perluasan bangunan Bandara Syamsudin Noor.
BANDARA KALIMANTAN
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita