Salah satu contoh rumah
adat Papua dinamakan Honai. Honai merupakan rumah adat Papua yang dihuni
oleh suku Dani yang terdapat di Lembah Baliem. Rumah tersebut terdiri
dari dua lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua
untuk tempat bersantai, makan dan mengerjakan kerajinan tangan. Pintu Honai
amat kecil, tanpa jendela dan atapnya terbuat dari rumput lalang. Honai
terbentuk seperti jamur dengan ketinggian sekitar 4m. Rumah itu luasnya
sekitar12-16m. Dahulu anak laki laki diwajibkan berjaga jaga di Honai dari
malam hingga pagi hari, sedangkan anak perempuan/para gadis boleh tidur di
Honai secara berkelompok. Selain itu terdapat pula rumah yang berfungsi sebagai
kuil animisme. Rumah itu berbentuk kerucut tinggi keatas.
Tari Selamat Datang
Merupakan tari yang
mempertunjukkan kegembiraan hati penduduk dalam menyambut para tamu yang
dihormati.
Tari Musyoh
Merupakan tari
suci/keramat dalam upaya mengusir arwah orang meninggal karena kecelakaan.
Tari Mbes
Merupakan tari garapan
yang berfungsi sebagai tari penyambutan tamu. Yang unik dalam tari ini adalah
adanya penggambaran tamu yang digotong dalam posisi berlentang pada sebuah
perisai. Sementara tifa, yang ritmis dinamis ditengah perkikan perkikan khas,
merupakan warna tersendiri bagi tari yang diangkat dari daerha Asmat ini.
Batik Papua
Senjata tradisional di
Propinsi Papua adalah pisau belati. Senjata ini terbuat dari tulang burung
Kasuari dan bulunya menghiasi hulu belati tersebut. Senjata utama penduduk asli
Papua lainnya adalah busur dan panah. Busur terbuat dari bumbu dan kayu,
sedangkan tali busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bumbu, kayu
atau tulang kanguru. Busur dan panah dipakai untuk berburu atau berperang.
4. Pakaian Adat
Pria Papua mengenakan pakaian adat berupa hiasan kepala, kalung yang terbuat dari gigi dan tulang hewan, kalung dari kerang, ikat pinggang dan sarung yang berumbai rumbai. Tombak beserta, tameng dengan hiasan yang khas ikut menyertai pakaian adatnya. Wanitanya memakai kalung dari kerang dan gigi binatang, hiasan pada lengan serta pakaian berumbai rumbai. Pakaian Adat ini disebut Pakaian Adat Papua.
Pria Papua mengenakan pakaian adat berupa hiasan kepala, kalung yang terbuat dari gigi dan tulang hewan, kalung dari kerang, ikat pinggang dan sarung yang berumbai rumbai. Tombak beserta, tameng dengan hiasan yang khas ikut menyertai pakaian adatnya. Wanitanya memakai kalung dari kerang dan gigi binatang, hiasan pada lengan serta pakaian berumbai rumbai. Pakaian Adat ini disebut Pakaian Adat Papua.
Koteka adalah pakaian untuk
menutup kemaluan laki-laki
dalam budaya sebagian penduduk asli Pulau Papua. Koteka terbuat dari kulit labu
air, Lagenaria siceraria. Isi dan biji labu tua dikeluarkan
dan kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna "pakaian",
berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai. Sebagian suku pegunungan
Jayawijaya menyebutnya holim atau horim. Tak sebagaimana
anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya.
Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau
upacara. Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan
koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan
hiasan-hiasan digunakan dalam upacara adat. Namun, setiap suku memiliki
perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang
panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu. Seiring waktu, koteka
semakin kurang populer dipakai sehari-hari. Koteka dilarang dikenakan di
kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk
diperjualbelikan sebagai cenderamata. Di kawasan pegunungan,
seperti Wamena, koteka masih dipakai. Untuk berfoto dengan pemakainya,
wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai,
orang lebih sulit lagi menemukannya.
Operasi Koteka
Sejak 1950-an, para misionaris mengampanyekan
penggunaan celana pendek sebagai pengganti koteka. Ini tidak mudah. Suku Dani di Lembah
Baliem saat itu kadang-kadang mengenakan celana, namun tetap
mempertahankan koteka. Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi
pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada
1964, kampanye antikoteka digelar. Pada 1971, dikenal istilah
"operasi koteka" dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk. Akan
tetapi karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada
akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit.
Kelompok suku asli di Papua baik itu di Propinsi
Papua dan Papua Barat terdiri dari 25 suku, dengan bahasa yang masing-masing
berbeda. Suku-suku tersebut antara lain:
- Ansus
- Amungme
- Asmat
- Ayamaru
- Bauzi
- Biak
- Dani
- Empur
- Enggros
- Fuyu
- Hatam
- Iha
- Kamoro
|
- Korowai
- Mandobo/Wambon
- Mee
- Meyakh, mendiami Kota
Manokwari
- Moskona, mendiami
daerah Merdei
- Muyu
- Nafri
- Sentani, mendiami
sekitar danau Sentani
- Souk
- Tobati
- Waropen
- Wamesa
|
Pendatang:
Jawa, Bugis, Sunda,Makassar, Buton, Batak,Minahasa, Huli, Tionghoa
Jawa, Bugis, Sunda,Makassar, Buton, Batak,Minahasa, Huli, Tionghoa
6. Bahasa
Bahasa yang digunakan
adalah Bahasa Indonesia dan 268 Bahasa Daerah
7. Lagu Daerah
- Apuse
- E Mambo Simbo
- Sajojo
- Yamko Rambe Yamko
ENSIKLOPEDI LAINNYA
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita