pp
IKUT BERDUKA UNTUK SAHABAT NEGERI SAKURA
The DEATH of SAMURAI - Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo.
Hari-hari ini, langit di atas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran
yang mencekam di balik gedung-gedung raksasa yang menjulang di sana. Industri
elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki
lorong kegelapan yang terasa begitu perih.
Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic
dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka
roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah
hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan
Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi
divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga
mati). Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa
kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang
itu? Di pagi ini, kita akan coba menelisiknya. Serbuan Samsung dan LG itu
mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu
tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di
sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan
harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam
kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang
bodoh dan tolol. What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu
jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita
petik sebagai pelajaran.
Faktor 1 : Harmony Culture Error.
Dalam era digital seperti saat ini,
kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development.
Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang
termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengagungkan harmoni dan konsensus.
Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang
sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu
sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan.
Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk
baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo. Budaya yang
mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil
keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi). Budaya yang menjaga
harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa
mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan
budaya harmoni”.
Faktor 2 : Seniority Error.
Dalam era digital, inovasi adalah oksigen.
Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak
kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya
sungkan pada atasan. Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang
memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti
Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never.
Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan. Promosi di hampir
semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti
didahulukan, no matter what. Dan ini dia: di perusahaan Jepang, loyalitas pasti
akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah
kelaziman. Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam
budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu,
dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.
Faktor 3 : Old Nation Error.
Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan
faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua.
Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia di atas 50 tahun.
Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk
dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua. Di sini hukum alam
berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan
yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat ...
Oleh : Tiorimun Tiorimin
Link :
https://www.facebook.com/tiorimun.tiorimin/posts/1060985547247920?fref=nf&pnref=story
http://www.wartagas.com/2015/10/the-death-of-samurai-robohnya-sony.html
Kembali : BERITA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita