CONTRIBUTOR
PANGKI PANGLUAR
Untuk Para Pelaku Transportasi Konvensional –
Online, Ini 5 Win – Win Solution Untuk
Kalian !
Jakarta, heboh beberapa waktu lalu ! Perang Dunia Maya yang dampaknya jadi
ke bawa di Dunia Nyata, ternyata benar terjadi. Kali ini Pemainnya adalah Para
Pelaku Transportasi Konvensional Versus Transportasi Penyedia Online, yang diwakili sebagian besar oleh Armada Taksi. Apa yang nggak diharapkan
terjadi, Finally terjadi juga di Jakarta. Sebagai Ibu Kota Negara, yang
Warganya hampir sebagian besar melek Internet, kayanya berharap banget punya Moda Transportasi yang dinilai lebih Praktis, Nyaman, dan Murah. Untuk masa saat ini Transportasi Online dinilai jadi solusi yang tepat bagi Warga Jakarta sebagai Konsumen. Hal ini bukan berjalan mulus, karena Kemajuan Teknologi dengan adanya Aplikasi Online ini, merugikan keberadaan Transportasi Konvensional, khususnya Taksi yang lebih dahulu ada.
Para Pelaku Transportasi Konvensional sepertinya nggak ingin lahannnya
berbagi dengan Para Pelaku Transportasi Secara Online yang dinilai “Ilegal” Terlebih lagi Grab dan Uber yang dituding jadi biang kerok bagi mereka (Para Pelaku
Tansportasi Konvensional, seperti Blue Bird, Express dan Taksi Konvensional Lainnya). Taksi berbasis Aplikasi Online ini, dinilai curang dalam menentukan tarif harga. Bukannya tanpa pendahuluan,
sehingga timbul aksi anarki seperti kemarin, (Dimana Go-Jek salah
satu Penyedia Jasa Transportasi Ojek Berbasis Online Made In Indonesia juga
kena sasarannya). Sebelumnya, Para Pelaku Transportasi Konvensional, telah
melakukan aspirasinya mulai dari Dinas Terkait, hingga Ke Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi belum
ditemukan hasil kesepakatan, dan kemarin merupakan puncak dari keresahan Para
Pelaku Transportasi Konvensional mulai dari Supir yang mulai kehilangan 50%
sebagian besar pendapatannya hingga Pihak Manjemen Perusahaan yang juga dibuat geram.
Apa Salah Kami ? Ko jadi Kami yang di Bully ?
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 22
Tahun 2009 ditemukan Beberapa Pelanggaran, yang Membuat Bisnis Transportasi
Online dikatakan Ilegal, diantaranya :
Pelanggaran terhadap pasal 138 ayat
3 UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
menyatakan angkutan umum dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan
Bermotor Umum.
Pelanggaran terhadap pasal 139 ayat
4 UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
menyatakan penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau Badan Hukum lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran terhadap pasal 173 ayat
1 UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan
perusahaan angkutan umum penyelenggara angkutan dan/atau barang wajib memiliki
izin penyelenggaraan angkutan.
Selain Undang – Undang Nomor 22
Tahun 2009, juga ditemukan
beberapa Pelanggaran diantaranya :
*Pelanggaran terhadap pasal 5 ayat 2
UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan Penanaman Modal
Asing wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Hukum Indonesia dan
berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang.
*Pelanggaran terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun
2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing dan Surat Keputusan Kepala BKPM
nomor 22 tahun 2001 bahwa Uber Asia
Limited sebagai KPPA, sesuai dengan pasal 2 Keputusan Kepala BKPM nomor 22
tahun 2001, KPPA tidak diperkenankan melakukan kegiatan komersial, termasuk
transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia dengan perusahaan atau
perorangan, tidak akan ikut serta dalam bentuk apapun dalam pengelolaan sesuatu
perusahaan, anak perusahaan atau cabang perusahaan yang ada di Indonesia.
Hal Lainnya Yang menjadi indikator pelanggaran :
*Tidak bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum yang resmi akan tetapi
bekerja sama dengan perusahaan ilegal maupun perorangan sebagai mitra.
*Menimbulkan keresahan dan konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi dan
pengemudi taksi resmi.
*Berpotensi semakin menyuburkan praktik angkutan liar (ilegal) dan angkutan
umum semakin tidak diminati
Dari sederet Pelanggaran Tersebut, Uber dan Grab yang merupakan Para Pelaku
Transportasi Online, ternyata hanya merupakan Penyedia Jasa Layanan Transportasi Berbasis Online, di mana Transportasi Pribadi yang dikelola secara Perorangan sebagai Mitranya.
Jelas tindakan ini, melihat dari ketentuan di atas dapat dikatakan ilegal.
Hal ini memang menimbulkan polemik ditengah Para Pelaku Transportasi
maupun Warga Ibukota sebagai Konsumen, yang ternyata mulai jatuh hati dengan
Layanan Transportasi Berbasis Online ini. Karena mereka dinilai lebih Praktis, Nyaman,
dan Murah. Terlebih seperti halnya Layanan Transportasi Online Go-Jek, Uber dan
Grab, ternyata juga telah membuka kesempatan lapangan kerja bagi orang banyak
yang ada di Indonesia. Layaknya pisau bermata dua, di mana Kemajuan di bidang Teknologi
memang tidak bisa dibendung, di satu Pihak Menguntungkan, pada Pihak lainnya ternyata juga merugikan. Menguntungkan, karena Kosumen menginginkan Layanan yang
Praktis, Cepat, Nyaman, serta Murah dan itu didapati dari Transportasi Online, terlebih
juga membuka lapangan kerja bagi Orang banyak yang ingin menjadi Mitra bagi
Transportasi Online. Merugikan, karena banyak Transportasi Konvensional yang
akan gulung tikar, dan mau dibawa kemana Ribuan Pekerjanya jika hal ini benar terjadi ?
Lalu apa yang menyebabkan Tarif Transportasi Konvensional menjadi lebih
mahal ketimbang Transportasi Online :
Pertama
Transportasi Konvensional, terutama Taksi memerlukan biaya
tinggi, terutama dalam pendiriannya, diperlukan lahan yang dipergunakan bagi Pool,
Kantor tempat dimana Perusahaan Taksi beroperasi, dengan minimal lahan 5000
meter, dan ketentuan minimal jumlah Taksi.
Kedua
Pajak menjadi salah satu penyebab Biaya Tarif Transportasi Konvensional
menjadi lebih mahal. Hal ini tidak berlaku pada Transportasi Online. Perusahaan
Transportasi Online hanya berfungsi sebagai Penyedia (Provider) Layanan Aplikasi, sedangkan secara Operasional
dibebankan pada pihak Perorangan maupun Swasta yang pengelolahannya secara
Pribadi sebagai Mitra dari Perusahaan Penyedia Layanan Jasa.
Ketiga
Biaya Asuransi Khusus Kendaraan, yang dikenakan pada Transportasi Konvensional lebih mahal daripada
Transportasi Secara Online, yang hanya dikenakan pada orang per orang sebagai
Mitra Transportasi Online
Keempat
Biaya Uji Kelayakan Jalan (KIR), setiap dua tahun sekali, dibebankan kepada
Transportasi Konvensional sebagai Angkutan Umum, sedangkan pada Transportasi online,
tidak berlaku Uji KIR, karena Kendaraan yang digunakan bersifat Pribadi tidak
sebagai Angkutan Umum Berplat Kuning
Kelima
Penentuan Tarif bukan hanya ditentukan oleh Kebijakan Perusahaan semata,
tetapi mencakup segala aspek mulai dari Pemerintah Daerah, DPRD, hingga
Organisai Angkutan Daerah (Organda). Tidak seperti Transportasi Online yang
bisa menaikkan maupun menurunkan harga sesuai kesepakatan per Km, pada
Transportasi Konvensional sudah ada kesepakatan yang dituangkan dalam Undang –
Undang maupun Peraturan Daerah. Dalam hal ini Transportasi Konvesional tidak
dapat menaikkan atau menurunkan harga sesuka hati, karena jika dilakukan adalah
sebuah Pelanggaran. Ada sanksi yang berlaku mulai dari Administratif hingga
Sanksi Hukum bagi Perusahaan yang melanggar.
Maka dari itu dari Permasalahan di atas, Kita akan temui perbandingan yang
begitu jelas antara Tarif Taksi Konvensional dengan Tarif Taksi Online
- Taksi Konvensional Tarif Rp. 7.300,-/ Km
- Grab– Taksi Online Rp. 6.100,-/ Km
- Uber – Taksi Online Rp. 4.750,-/ Km
Dari kondisi tersebut, Demo yang terjadi beberapa waktu lalu oleh Para
Pelaku Transportasi Konvensional, jadi bukan tanpa alasan. Karena bagaimanapun
akhirnya Ujung – Ujungnya Duit, yang dibelakangnya ada Hajat Hidup Orang
Banyak. Lalu bukan hanya itu, tadi juga disebutin kalau Warga Jakarta yang melek
Internet lebih suka gunain Taksi Online, alasannya lebih Praktis, Nyaman, dan
Murah. Terlebih serasa pake Mobil sendiri dengan Plat Hitam, kalau naik Taksi
Online. Nggak ada penanda kalau itu Angkutan Umum seperti Kendaraan
Transportasi Operasional.
“Kita kan Konsumen, dan Konsumen adalah Raja” –“Kita boleh dong, milih yang
terbaik dalam Pelayanan". "Kalau Taksi Konvensional sudah mesennya pake SMS atau Pulsa
Telepon, dah gitu belum tentu dateng, bikin BT” celoteh salah satu
Karyawan Bank di Jakarta.
Lalu jika begini masa harus stuck ? Apa nggak bisa ditemukan solusi bagi
kedua belah pihak alias Win – Win Solution. Emang Kemajuan Teknologi nggak bisa
dibendung, dan Kita harus coba lebih Fleksibel dalam soal ini. Biar kagak
bingung berikut 5 Win – Win Solution Untuk Ngatasin Permasalahan Ini !
Masalah Peraturan kayanya jadi Urutan Nomor 1 yang harus diberesin. Karena bagaimanapun ini menyangkut Hajat Hidup
Orang Banyak di mana Endingnya "UUD" Ujung –Unjungnya Duit. Kita kan nggak mau
juga kalau Para Pelaku Transportasi Konvensional ngecap Para Pelaku
Transportasi Online telah melakukan Persaingan Bisnis Yang Enggak Sehat. Mulai dari matok Tarif yang jauh lebih murah, nggak bayar Pajak, nggak nyedian Layanan Pool, dan sejumlah kewajiban lainnya, yang mana Endingnya, bentrok seperti
kemarin.
Emang Kita sebagai Konsumen pasti seneng dengan adanya Tarif Murah. Tapi coba Kita pikir, bagaimana kalau Perusahaan Taksi Konvensional banyak yang gulung tikar ? berarti tingkat pengangguran akan meningkat, dan ini tentunya akan ganggu kestabilan keamanan di Daerah. Rasanya Pemerintah harus bikin Regulasi yang tepat tentang Fenomena Perubahan Sistem Transportasi dengan adanya Teknologi berbasis Aplikasi Online ini. Supaya nggak saling adu jotos antara Pihak yang satu dengan lainnya. Pemerintah juga harus bentuk Komisi bagi Penentuan Tarif Angkutan. Bisa di bawah Kementrian Perhubungan maupun Pemerintah Daerah setempat. Maksudnya biar Iklim Bisnis di Penyediaan Layanan Jasa Transportasi tentunya dapat bersaing secara sehat.
Emang Kita sebagai Konsumen pasti seneng dengan adanya Tarif Murah. Tapi coba Kita pikir, bagaimana kalau Perusahaan Taksi Konvensional banyak yang gulung tikar ? berarti tingkat pengangguran akan meningkat, dan ini tentunya akan ganggu kestabilan keamanan di Daerah. Rasanya Pemerintah harus bikin Regulasi yang tepat tentang Fenomena Perubahan Sistem Transportasi dengan adanya Teknologi berbasis Aplikasi Online ini. Supaya nggak saling adu jotos antara Pihak yang satu dengan lainnya. Pemerintah juga harus bentuk Komisi bagi Penentuan Tarif Angkutan. Bisa di bawah Kementrian Perhubungan maupun Pemerintah Daerah setempat. Maksudnya biar Iklim Bisnis di Penyediaan Layanan Jasa Transportasi tentunya dapat bersaing secara sehat.
Sepertinya arah Pemerintah, kagak mau nutup Transportasi Online ada benernya
juga. Kita pada keaadaan tertentu memang harus dihadapkan pada keadaan yang
nggak manja. Biar kita mampu untuk bersaing. Ada pepatah yang bilang :
“If you get
difficult situation, You have to step.
The first step will follow the next
step !”
Demo Uber di Eropa
Masalah bentrok kehadiran Layanan Transportasi Online terutama Uber, bukan terjadi di Indonesia aja. Amerika tempat start up ini berada, Jerman, Belanda, Perancis, sempat ditentang oleh Para Pelaku Transportasi Konvensional dengan kehadiran Layanan ini, yang seakan ngerubah Sistem, dan Pendapatan mereka menurun drastis.
Didi Kuaidi - Rival Terberat Uber Di China
Gimana cara Kita menyingkapi aja terhadap Layanan ini. Ternyata di China dan Singapore, Transportasi Online dapat bersinergi dengan baik bersama Transportasi Konvensional. Bahkan China juga buat aplikasi tandingan bagi Transportasi Konvensional mereka, hasilnya Uber sebagai Transportasi Online nggak bisa berkutik, dan kalah saing. Begitu juga Singapore, yang nentuin Tarif sesuai antara Transportasi Konvensional dan Online, terutama Uber di sana biasa disebut Black Uber dengan Tarif yang nggak jauh beda dengan Tarif Transportasi Konvensional.
Black Uber Di Singapore
Sia -Sia Donk, Kalau Kita Nggak Dukung Program Nawacita Pemerintah R.I
Alasan Pemerintah tetap mempertahankan keberadaan Transportasi Online, juga
dah sesuai banget. Terlebih Program
Nawacita dari Pak Jokowi salah satu yang menjadi perhatiannya adalah memajukan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM), dan Industri Kreatif. (Baca : 5 Dampak Yang Sebentar Lagi Bakal Dirasain Oleh Indonesia, Ketika Jokowi Bertemu Para CEO Startup Dunia !)
Jadi sebagai Anak Muda Indonesia, Kita harus dituntut Kreatif. Hal ini
sesuai dengan Proses Seleksi Alam, “yang Kalah tentunya akan Tereliminasi” dan
itu bagus dalam Kompetisi Yang Sehat. Coba kasih kesempatan bagi
Generasi Muda untuk ngembangin aplikasi bagi Model Baru Transportasi Konvensional menuju berbasis
Online, yang Super Bagus. Insya Allah ide Gila dan Kreatif Generasi Muda
Indonesia, pasti nggak kalah sama Negara lain. Di bidang Animasi aja Para
Animator Kita juaranya bagi Industri Perfilman Hollywood. Tentunya, Kita juga bisa
ngembangin Aplikasi serupa yang unik, seperti Go-Jek. Masa kita nggak bisa buat Aplikasi
Transportasi Taksi Online sekelas Uber. Apalagi buatan Indonesia pastinya Orang
Indonesia akan lebih bangga Pake yang namanya Produk Sendiri. Kalau dah mentok
sama sekali tanya aja sama Nadiem !
Tanya Sama Nadiem, Insya Allah Mau Berbagi Demi Kemajuan Indonesia !
Yang ketiga ini, masih ada hubungannnya dengan yang kedua. Kelemahan sebagian
besar Para Pelaku Transportasi Konvensional adalah mereka nggak bisa secara
Massive gunain sistem ordernya kaya Transportasi Online. Salah satu alasannya adalah terkendala
status sebagai Angkutan Umum Berplat Kuning. Beberapa Transportasi
Konvensional sudah punya sistem aplikasi Online, namun belum secara maksimal
menaikkan pendapatan. Kenapa Transportasi Konvensional yang sudah punya
Brand Besar seperti Blue Bird, dan Express harus takut bersaing ? Coba aja niru Sistem Marketing ala Taksi Online, di
mana ngadain kerjasama sama orang per orang maupun Swasta sebagai Perusahaan Rental
yang punya mobil sebagai Mitranya. Kan bisa pake Dua Sistem. Kalau ada
pelanggan setia yang memang cinta mati Sama Layanan Transportasi Konvensional
tetap tersedia, tapi dari segi Layanan Online pake mobil Pribadi juga tersedia.
Dengan begitu biaya perawatan Mobil pastinya jauh akan berkurang. Blue Bird dan Express, sebagai Perusahaan Taksi Konvensional yang besar, dan sudah punya nama di
Negaranya sendiri, pastinya akan lebih mudah untuk bersaing.
Ada yang bilang, kalau Mutu Pelayanan Taksi Konvensional, belakangan ini
kurang baik. Ubah deh sikap begitu. Karena bagaimanapun “Costumer Is Number One, Costumer
Is A King” Hal ini terjadi lo di New York, ketika Taksi Online merajalela,
Taksi Konvensional yang tadinya sempat dinomorduakan, Lantaran Mutu dan
Pelayanan kurang baik. Lama kelamaan Konsumen beralih ke Taksi Konvensional
lagi, ketika mereka meningkatkan mutu dan pelayanan yang baik. Karena
bagaimanapun Taksi Konvensional adalah Taksi Resmi, dan secara Official ada
Logonya, Karyawannya juga terdaftar. Jadi Konsumen pada dasarnya lebih percaya
dengan Taksi Konvensional.
Kalau usaha di atas tadi belum juga ada Win – Win Solution, kayanya
Pemerintah harus tegas. Tentunya kebijakannya juga harus ada Undang – Undang maupun
Peraturan yang mengikat. Pemerintah harus buat Sistem Kaya di Singapore, Taksi
Online boleh ada tapi harus mampu bersinergi dengan Taksi Konvensional. Mulai
dari penyesuaian Tarif, Pajak, Uji Kelayakan yang sama, atau yang terakhir
Pemerintah harus mutusin kalau Transportasi Berbasis Online hanya sebatas Penyedia
(Provider) Jasa Transportasi Online, di mana operatornya tetap pada Perusahaan
Transportasi Taksi Konvensional. Dengan begitu dijamin kagak lagi ada bentrok
masalah rebut lahan orang, dan Persaingan Bisnis yang nggak sehat.
Kembali : ARTIKEL
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita