Via : http://www.sindonews.com/
CONTRIBUTOR
PANGKI PANGLUAR
5. Perlakuan Nggak Penting Untuk Para Koruptor.
Mereka = Kriminal !pp
Lihat
Pemberitaan Tertangkapnya Buron Kasus Korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI), Samadikun Hartono, beberapa hari lalu, sekali lagi, buat Kita sadar
bahwa Hukum di Indonesia belum dapat
dikatakan berjalan secara adil.
Lihat saja perlakuan yang beda banget untuk Koruptor yang sudah Buron
selama 13 tahun ini, saat tiba dari Bandara
Halim Perdana Kusuma. Layaknya Upacara Penyambutan Tamu Kehormatan, atau
mungkin Selebrasi, karena telah mengharumkan Nama Baik Bangsa, Buronan
ini disambut pastinya bagai Tamu Kehormatan, yang kudu wajib disambut. Aneh
memang, tanpa borgol, tanpa baju tahanan, dan tanpa Standar Operational
Procedure (SOP), yang nggak jelas.
Pastinya Bikin Kita Bad Mood ya ? Di saat Bangsa
Indonesia, terutama Para Generasi Muda Indonesia, lagi coba untuk memberikan
yang terbaik bagi Bangsanya. Memasarkan Indonesia di Mata Internasional, dengan
berbagai Karya Terbaiknya, ternyata masih ada aja yang namanya Korupsi, dan
seakan mendarah daging.
Terlebih, di mana rasa perlakuan yang sama di bidang hukum (Equality
Before Of The Law) itu hadir ? Katanya Negara Kita, Negara Hukum (Rechstaat),
dan bukan atas Kekuasaan Belaka (Machstaat) ?
Pasal 1 ayat (3) dari Amandemen Undang – Undang Dasar 1945 menjelasakan,
bahwa :
Hal ini pastinya buat Kita, jadi nggeh terhadap Perlakuan Yang
Mungkin dapat dikatakan Ekslusif, tapi sebenarnya nggak
penting amat untuk Para Koruptor di Indonesia. Mereka itu sudah ngerampas Uang Rakyat, secara Hak Azasi, Kita sebagai Warga Negara Indonesia, sudah dirampas
dalam hal Kesejahteraan, dan Kemakmuran (Prosperity), yang mana ini juga
merupakan salah satu dari Hak Kita sebagai Bangsa Indonesia.
Dan tahukah Kamu, jauh sebelum dari ini, ternyata sudah banyak Kasus serupa
tapi tak sama, untuk Para Koruptor di Indonesia. Seakan Korupsi adalah
merupakan Tindak Pidana Biasa, di mana Mereka seakan bebas, tanpa rasa bersalah
merampas, memakai, menggerogoti Uang Rakyat,
layaknya Tikus sebagai Hewan Pengerat, dan Perusak di Segala Lini Ekonomi Tatanan
Bangsa. Konsekuensi masuk Bui adalah hal biasa bagi Mereka. Terpenting,
Mereka bisa simpan hasil Kejahatannya, sampai tujuh turunan, setelah mereka
bebas.
Hukuman di Sel, pada umumnya hanya sebentar, apalagi dikurangi grasi,
dan remisi,
Pastinya membuat Mereka jadi nggak jera. Terlebih punya rasa malu kerena sudah
ngerampas Uang Rakyat, yang harus nanggung dari Kejahatan Mereka.
Berikut Kami Hadirkan
5 Perlakuan Nggak Penting Untuk Para Koruptor !
Korupsi Bukan Kejahatan Biasa !p
Selama ini ada yang salah menafsirkan Bahwa Korupsi merupakan Kejahatan
Biasa. Bahkan wacana untuk memasukkan delik Korupsi, sebagai Kejahatan
Biasa (Ordinary Crime) di dalam Rancangan Undang –Undang KUHP,
ternyata sungguh melukai hati Rakyat Indonesia.
Berikut alasan mengapa Korupsi adalah Kejahatan Luar Biasa (Extra
Ordinary Crime) :
Hak Azasi yang menjadi Hak Dasar yang dimiliki oleh setiap Warga Negara,
secara Nyata memang dirampas dengan adanya Kejahatan Korupsi. Korupsi memang
benar telah merampas Hak dalam Kesejahteraan, dan Kemakmuran (Prosperity),
yang dimiliki oleh setiap Insan Manusia, dan menjadi salah satu bagian dari Hak
Azasi Manusia.
Secara sistematis, Korupsi mempunyai Negative Social Impact yang sangat
besar terhadap Kerugian Negara. Tentunya Kita masih Ingat, dengan Kejadian Krisis Moneter di Tahun 1998 ? Ini
merupakan salah satu Dampak dari adanya Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang secara
Nyata telah menggurita. Dampaknya bisa Kita rasakan, ketika Ekonomi jadi
nggak stabil, Dolar naik, Harga Kebutuhan Barang Pokok ikut naik, PHK terjadi
di banyak tempat, dan yang terpenting Negara ikut menanggung akibat dari Kasus
Korupsi yang sudah lama menahun ini.
Akibatnya Hutang Negara yang begitu besar juga menjadi tanggungjawab Kita,
sebagai Warga Negara. Jika boleh tahu, Hutang Negara yang begitu besar hingga
saat ini belum terselasaikan. Hutang Negara yang sudah mencapai 3.303 Triliun di Tahun 2015, di mana Korupsi ikut berkontribusi langsung
terhadap permasalahan ini, nyatanya juga menjadi tanggung jawab Kita sebagai
Warga Negara Indonesia. Tahukah Kamu ? Bahwa setiap Bayi, yang baru lahir di
Indonesia sudah harus menanggung beban Hutang Negara sebesar 13 Juta. Ini
tentunya, sungguh merampas Hak Azasi Manusia.
Link :
http://www.suara-islam.com/read/index/14523/Utang-Negara-Capai-Rp3.303-triliun--Tiap-Bayi-Baru-Lahir-Tanggung-Rp13-juta
Hampir sama dengan Kejahatan Terorisme,
Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya (Narkoba),
Korupsi juga merupakan Tindak Pidana Khusus. Jadi Peraturannya memang dibuat
secara Khusus, karena tidak diatur dalam Tindak Pidana Umum yang pengaturannya
ada di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).
Korupsi sebagai Tindak Pidana
Khusus, dapat Kita lihat dengan adanya :
Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Undang - Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Azas Lex specialis derogat legi generali, terhadap hal yang khusus dapat mengesampingkan
hal yang umum, seharusnya menjadi acuan Bagi Para Pelaku Hukum. Bahwa Korupsi
yang dilakukan oleh Para Koruptor adalah termasuk Kejahatan Luar Biasa, dan
bukan sebaliknya Melukai Hati Rakyat Indonesia, dengan menjadikan Korupsi
sebagai Kejahatan Biasa (Ordinaray Crime), tanpa rasa
penyesalan apapun dari Para Pelaku (Corruptor) terhadap perbuatan yang
dilakukannya.
Berikut Kami Hadirkan
5 Perlakuan Nggak Penting Untuk Para Koruptor !
Kamu
pastinya masih ingat ya tentang Gayus
Tambunan ? Aksi Terpidana Mafia Pajak ini, tentunya buat Kita jengkel, dan
jadi bertanya, kenapa bisa gini ya ? Bayangin aja, ketika menjadi Tahanan KPK,
Koruptor ini bisa keluar masuk seenak jidatnya dari Rutan Mako Brimob “Kelapa
Dua” yang punya penjagaan Super Ekstra Ketat (Maximum Security).
Kronologi Plesiran ala
Gayus Tambunan dimulai dari Nonton Pertandingan Tenis Commonwealth World Championship, bahkan jauh sebelum itu Gayus
sempat ngajak Istri “Milana Anggraeni”
untuk Plesiran di beberapa Negara seperti Makau, Hongkong, Singapura, dan Kuala Lumpur (Malaysia) dengan pake nama Identitas
Baru, Sony Laksono. Bahkan saat
keluar untuk ngehadirin Kasus Perceraian dengan Istrinya dari LP Sukamiskin - Bandung, lagi – lagi, Gayus
sebagai Terpidana 30 tahun ini, masih bisa Kongkow bareng dengan dua teman
ceweknya, di salah satu Restauran Daerah Kelapa Gading, tanpa penjagaan Super
Ketat sebagai Terpidana.
Dipikir lagi Ikut Safari Poltik kali ya ? Pastinya
buat Kita jengkel, kenapa hal yang nggak penting itu bisa terjadi. Apalagi
kalau bukan Ujung – Ujungnya Duit (UUD)
maklum Aparat Kita (Oknum), memang nggak sepenuhnya Jujur dan Berintegritas
Tinggi, apalagi Kalau dah kepentok yang namanya Uang, bisa jadi membutakan
segala hal. Termasuk di dalamnya ya bebasin Plesiran Ala Gayus
Tambunan. Tersangka yang seharusnya dalam Proses Penahanan Super Ketat ini, malah
dibebasin untuk keluar masuk Rutan dengan sesuka hati. Miris ya ?
Via : www.pixoto.com
Coba, Kalian bandingkan dengan Seorang Maling Ayam yang harus menerima Konsekuensi Hukum dari Masyarakat akibat perbuatannya, setelah ketahuan ia sebagai Pelakunya. Nggak jarang mereka dihajar sampai babak belur, hingga kadangkala berujung kematian, dan parahnya lagi, dalam beberapa kasus, Aparat Penegak Hukum terlambat untuk bertindak.
Para Koruptor yang ngrampas Uang hingga Triliunan Rupiah, bisa seenaknya
bebas “Plesiran” keluar masuk Penjara, dan Maling Ayam yang sengaja nyuri
buat ngasih makan Keluarganya, nggak jarang harus berujung Kematian akibat dihajar
Massa.
Kalau
yang ini, pastinya Kamu ingat donk. Ratu Makelar untuk sejumlah Kasus Korupsi Artalyta Suryani, nyatanya memang jadi
perbincangan Pemberitaan di Media, beberapa waktu lalu. Gimana nggak, Penjara
yang seharusnya, jadi tempat buat efek jera bagi Para Penghuninya, ternyata hal
ini nggak berlaku bagi Sang Ratu Makelar Suap ini.
Kamar **** Ala Artalyta
Hal ini didapet, ketika “Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia
Hukum“ Denny Indrayana sedang
melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak)
di Kamar Tahanan (Sel) Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, 10 Januari 2010 lalu.
Lihat aja Kamar Mewah Sang Ratu ini ! Mirip Kaya Apartemen *****, ada Tempat
Tidur, Sofa, Kulkas, TV, Ruang Karaoke, hingga Sarana buat Pedi+Manicure. Bagi Perempuan
yang doyan baget nyalon ini, kayanya merupakan barang wajib kali ya ? Walaupun
harus bayar sejumlah Oknum, nggak masalah. “Yang penting
gue bisa hidup enak, happy, selama di penjara yang
hukumannya nggak seberapa” Bebas setelah dikurangi grasi+remisi, masih bisa
nyimpen hasil Korupsi buat 7 Turunan.
Ruang Karaoke di Sel Penjara Artalyta
Perlakuan yang nggak penting ini, bisa jadi Fakta Penting bagi Kita untuk
mengingatnya, jika Penjara bukan menjadi momok yang menakutkan untuk sebagian
Orang, terlebih bagi Para Koruptor berduit. Jadi coba ngebandingin kehidupan
Penjara bagi Para Kriminal yang notabanenya kere, ruang sel sempit
dengan over capacity, pastinya jadi tempat bagi mereka. Terlebih
tindakan Bullying juga sering dialami baik oleh sesama Teman Sel, maupun
Oknum Petugas sendiri.
3. Upacara Penyambutan Ala Nazaruddin
ppp
ppp
Upacara
Penyambutan layaknya Tamu Kehormatan, bukan hanya terjadi pada Penangkapan Buron BLBI
13 Tahun “Samadikun Hartono”, jauh
sebelum itu ada Penangkapan Nazaruddin yang coba lari ke Rio De Janeiro (Brazil), hingga akhirnya ketangkep di Kartagena Kolombia, melaui bantuan
Interpol setempat.
Coba lihat saat kedatangan buron ini, tanpa perlakuan khusus layaknya
Kriminal, Nazaruddin tidak memakai Seragam Tahanan, yang menjadi identitas
bahwa Ia seorang Pesakitan. Terlebih dengan Pesawat yang dicarter secara langsung
dari Kartagena, layaknya Pesawat Pribadi.
Upacara Pemulangannya memang nggak seEkstrim Samadikun Hartono, yang
disambut bak Tamu Kehormatan, tapi tetep aja jadi perbincangan dengan Pesawat
Carter Pribadi yang sengaja disewa oleh KPK,
untuk mejemput Kepulangan Buron Kasus
Hambalang ini.
Semoga Lima Perlakuan Nggak Penting untuk Para Koruptor di Indonesia, semakin mengingatkan Kita, bahwa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah Kriminal, dan seharusnya Para Koruptor diposisikan sebagai seorang Penjahat, yang memang menerima hukum dengan seadilnya, serta Sanksi Masyarakat. Terlebih telah merampas Hak Azasi Manusia mengenai Hak dalam memperoleh Kesejahteraan dan Kemakmuran (Prosperity Rights) !
Pastinya
Kita masih ingat dengan Kasus Korupsi yang dilakukan oleh Ratu Atut Chosiyah, Mantan
Gubernur Banten ini. Korupsi yang dilakukan secara berjamaah ini, akhirnya
kebongkar juga, setelah sebelumnya dilakukan Penangkapan terhadap adik Atut
yaitu Tubagus Chaeri Wardana, dalam
masalah suap terkait Penanganan Sengketa
Pilkada Lebak, Banten.
Daerah Banten memang terlihat seksi di mata Para Penguasa.
Terlebih Banten yang berdekatan dengan Ibukota
Jakarta, beberapa Wilayahnya menjadi Sub Urban Baru bagi Pertumbuhan Kota
Mandiri, dan Industri di Indonesia. Sebut saja, Tangerang, yang mempunyai
Daerah Satelit Baru, seperti : Karawaci,
BSD, Summarecon, dan Alam Sutera.
Belum lagi Pabrik Baja “Krakatau Steel”
di Cilegon, Pelabuhan Merak, yang
pastinya sangat mengiurkan, jika dihitung dari Pendapatan Daerah.
Salah Satu Penguasa yang memang
memainkan peranan untuk Daerah Banten adalah Keluarga Dari Ratut Atut,
yang mempunyai latar belakang sebagai Jawaranya Banten. Ayah Ratu Atut sendiri
Almarhum Chasan Sochib, selain sebagai Pengusaha, juga terkenal sebagai Jawara,
dan Salah Satu Pendiri Provinsi Banten.
Atut yang diduga terindikasi Kasus Korupsi, sengaja dibiarkan untuk
menguasai, dan merajai percaturan politik di Banten. Kekuasaannya semakin menggurita,
dengan mengikutsertakan Keluarga Besarnya untuk meduduki sejumlah posisi
strategis di Pemerintahan Daerah
Provinsi Banten. Mulai dari Adik Ipar, Airin
Rachmi Diany – Walikota Tangerang
Selatan, yang juga istri dari adik Atut yaitu Tubagus Chaeri Wardana, Ibu Tiri, Heryani – Wakil Bupati Pandeglang, Adik Kandung, Ratu Tatu Chasanah – Wakil Bupati Serang, hingga
Anak Ratu Atut, Andika Hazrumy yang
jadi Anggota DPD Banten 2009 – 2014.
Semuanya dimasukkan untuk menduduki Jabatan Penting di Provinsi Banten.
Hal yang nggak penting ini, akan menjadi sangat penting, mengingat Publik,
seakan membiarkan masalah ini. Entah itu karena takut untuk bersuara, atau
memang kurang adanya Respon, seakan Masyarakat Banten
sengaja untuk membiarkan masalah ini hingga menahun. Permasalahan
Korupsi ini, mencapai puncaknya, setelah adanya Temuan dari KPK.
Mencoba untuk membayangkan ! Banten yang begitu Kaya, ternyata di banyak
Daerah, Penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Ratu Atut semakin berkuasa
untuk mencatut segala hal, terutama mengenai sejumlah Proyek dalam
Lingkup Provinsi Banten.
Kita harus selalu waspada terhadap hal ini ! Kemungkinan ini juga bisa
terjadi di beberapa Daerah selain Banten. Sebuah Kejahatan Berjamaah, yang dilakukan
oleh sebuah Keluarga dalam Lingkaran Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Kepala
Daerah sebagai Raja Kecil dalam Suatu Dinasti.
Bukan
sesuatu yang Aneh di negeri Kita, jika Seorang Pejabat Negara bisa saja berasal
dari Mantan Narapidana, maupun Tersangka yang terlibat di dalam Kasus Korupsi.
Kita masih bisa menerima, jika seorang Calon Pejabat Negara (Kepala Daerah maupun Anggota Legislatif) masih berstatus
Tersangka, maupun Terdakwa Kasus Korupsi, dikarenakan adanya Azas Praduga Tak
Bersalah (Presumption Of Innocence), akan tetapi menjadi hal yang
berbeda, jika Seorang Calon Pejabat Negara mempunyai latar belakang sebagai
Seorang Mantan Narapidana, setelah
diputus bersalah, dan mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (Inkracht).
Terlebih, segala hal yang menyangkut Masalah Korupsi akan mencederai Rakyat
Indonesia.
Aturan atau klausul bahwa semua mantan narapidana (apapun kejahatannya dan
seberat apapun hukumannya) bisa mencalonkan diri menjadi calon anggota
legislatif dan ikut dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah (Pemilukada), mengacu
pada amar
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
4/PUU/7/2009. Putusan MK ini
menganulir UU Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, Pasal 51 huruf g dan Pasal 50 ayat 1 huruf g dan Revisi UU Nomor. 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 58 huruf f.
Link :
http://fadilabidin75.blogspot.co.id/2013/01/jika-mantan-narapidana-menjadi-anggota.html
Tanpa dilihat Rekam Jejak (Track Record), yang jelas, Kepala
Daerah maupun Anggota Legslatif bisa diberi Amanat untuk memimpin sebuah Daerah,
maupun menjadi Wakil bagi Rakyat untuk menyampaikan aspirasinya.
Hal yang nggak penting ini, akan menjadi penting, karena hanya di
Indonesia, kasus seperti ini bisa terjadi !
Semoga Lima Perlakuan Nggak Penting untuk Para Koruptor di Indonesia, semakin mengingatkan Kita, bahwa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah Kriminal, dan seharusnya Para Koruptor diposisikan sebagai seorang Penjahat, yang memang menerima hukum dengan seadilnya, serta Sanksi Masyarakat. Terlebih telah merampas Hak Azasi Manusia mengenai Hak dalam memperoleh Kesejahteraan dan Kemakmuran (Prosperity Rights) !
Kami berharap, Kritikan ini menjadi sarana Membangun (Konstruktif),
Demi
Indonesia Yang Lebih Baik !
Kembali : ARTIKEL
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita