Rekomendasi Kota Madiun
“Cokroaminoto Bukan Hanya
Salah Satu Jalan Utama di Kota
Madiun.
Namun dari Jalan Ini melahirkan
Nilai Historis, dan Budaya, yang sulit untuk dilupakan !”
*****
Penulis
Berbicara Kota Madiun dewasa ini,
Memang tak lepas dengan Beberapa Jalan di Sekitarnya, yang menjadi Spot Terbaik bagi Para Pelancong, yang singgah di Kota Ini demi ingin menikmati Suasana (Atmosphere) Berbeda dari Beberapa Jalan, yang ada di Kota Asal Mereka.
Sebut saja :
* Pahlawan Street Centre (PSC) “Malioboronya Jawa Timur (East Java)” yang cukup terkenal berkat Pedestrian Terbaiknya. Dari Tempat Ini, terdapat Taman Sumber Wangi, dan Umis, yang menjadi Titik Temu Masyarakat demi menikmati Indahnya Suasana Jalan Pahlawan dengan Berbagai Spot Terbaiknya, yang direncanakan akan mengambil Tema Ikon Wisata Dunia. Mulai dari 1) Patung Merlion di samping Balai Kota Madiun. 2) Kabah, Perkampungan Eropa, hingga Pembangunan Menara Eiffel (Effiel Tower), dan Rencana Spot Wisata Dunia Lainnya di Taman Sumber Umis, cukup mendatangkan minat Para Wisatawan untuk berkunjung ke Kota Pecel ini.
* Belum lagi Jalan Jawa, yang juga cukup Instagramable dengan Pedestrian Terbaiknya. Latar Belakang (Background) Gunung Lawu seakan menjadi Ikonik, dan Hal, yang tidak dapat dipisahkan, di mana Kota Ini merupakan Daerah Lembah, yang diapit oleh Gunung Lawu, dan Willis.
Di Sisi Lainnya,
Kamu juga dapat menikmati Wahana Skuter Berbayar untuk mengitari Titik Keramaian di Kota Madiun, yang Lokasinya dekat Kantung
Parkir (Parking Area) di Jalan Jawa.
Ada Salah Satu Jalan, yang juga menjadi Pusat Bisnis, dan Perdagangan, hingga Kuliner serta Bisnis Hiburan Malam di Kota Madiun, selain Jalan Pahlawan, Agus Salim, Panglima Sudirman, hingga Diponegoro. Namanya : Jalan Cokroaminoto atau Kami lebih mengenalnya sebagai Jalan Cokro.
Dari Tempat Inilah melahirkan Nilai Sejarah (Historis), hingga Budaya terutama bagi Kaum Etnis Tionghoa di Kota Madiun. Salah Satu Daerah Pecinan, yang sarat akan Budaya, hingga Gemerlapnya Dunia Malam di Kota Ini.
Satu Hari di Jalan Cokro
Rekomendasi Kota Madiun
Tentang Jalan Cokro
Lokasinya, cukup berada di Pusat Kota (Down Town) nya Kota Madiun. Jalan ini searah dengan Jalan Pahlawan, yang juga menjadi Denyut Nadi Pusat Perdagangan, dan Perekonomian di Kota Madiun. Hanya saja Kehadiran Jalan Cokroaminoto lebih Pendek dibandingkan dengan Jalan Pahlawan, yang juga menjadi Pusat Pemerintahan dengan berdirinya Sejumlah Kantor Pemerintah mulai dari Gedung Balai Kota, Bakorwil, Makodim, hingga Polres Madiun Kota.
Ya !
Kehadiran Perempatan Tugu, yang menjadi Penanda Titik Nol Km Kota Madiun, juga berada diantara 3 Jalan Utama, yaitu : Jalan Pahlawan, Jalan Cokroaminoto, dan Jalan Panglima Sudirman, yang melintasi Pasar Besar, dan dahulu bernama Jalan Madura.
Sehingga Wajar,
jika Jalan Cokroaminoto, yang
merupakan Salah Satu Jalan Utama di Kota Madiun ini, juga menjadi Denyut Nadi Ekonominya Kota Madiun. Karena Lokasinya memang berada di Pusat Kota (Downtown) Jantungnya Kota Madiun.
Bahkan Kehadiran Jalan ini, bukan hanya terkenal sebagai Salah Satu Jalan dengan Pusat Perekonomian saja, namun ada Nilai Historis, dan Titik Temu Akulturasi Kebudayaan diantara Kebudayaan Tionghoa, dan Pribumi, yang diwakili oleh Masyarakat Jawa Setempat.
Jalan Cokro Kota Madiun, yang diambil dari Nama Pahlawan Nasional Raden Oemar Said Tjokroaminoto ini, memang sarat akan Nilai Tersebut.
Jalan ini juga menjadi Kawasan Pecinan, di mana Banyak bermukim Etnis Tionghoa, yang juga membuka Usaha Mereka dengan Deretan Rukonya. Lokasinya, yang tidak jauh dari Pasar Kawak (Old Market), semakin menandakan bahwa Jalan Cokroaminoto merupakan Kawasan Pecinannya Kota Madiun.
Kehadiran Klenteng Tri Dharma (T.I.T.D.) Hwie Ing Kiong, makin memperjelas bahwa Jalan Ini, sarat akan Nilai Akulturasi, dan Historis, Selain Jalan Cokroaminoto juga menjadi Titik Penghubung Wilayah Lainnya, yang juga sarat akan Nilai Sejarah. Sebut saja Jalan Kecil (Gang) Puntuk, yang melegenda sebagai Pasar, yang menjual Barang Bekas (Loak). Dari Tempat Ini juga terdapat Rumah Kliping, yang cukup dikenal lama oleh Komunitas Pecinta Buku, dan Mahasiswa di Indonesia.
Di Lain Tempat,
Cokro, yang juga identik dengan Pusat (Sentra) Kuliner Pecel, yang telah berdiri Puluhan Tahun Lamanya, menjadi Tempat, yang selalu ramai, dan dipenuhi oleh Para Penikmat Makanan Ini.
Entah Para Pemimipin, dan Pejabat di Negeri Ini, hingga Orang Kebanyakan dengan Latar Belakang, yang berbeda - beda, pasti pernah merasakan Enaknya Beberapa Warung Pecel, yang hadir di Sepanjang Jalan Cokroaminoto.
Pecel 99, Wirkabul, S. Wiryo, Pojok, Sri Tanjung,
hingga Madung menjadi Tempat Favorit bagi Penikmat Pecel, yang sengaja mampir
ketika melintasi Jalan Cokroaminoto.
Dan tentu saja Kehadiran Soto Ayam
Kondang, yang telah lama melegenda
juga tidak boleh dilupakan.
Kehadiran Jalan Cokroaminoto kini bukan hanya menjadi Salah Satu Pusat Perdagangan, dan Bisnis di Kota Madiun. Jalan Cokro kini juga telah menjelma menjadi Pusat Hiburan Malam dengan berdirinya Sejumlah Klub Malam - Karaoke, hingga Deretan Kafe, Resto Kekinian, dan Tempat Nongkrong Asyik, yang buka hingga larut malam bahkan di pagi hari.
Malam boleh saja berganti, namun Jalan ini, tetap menjadi Salah Satu Penanda Gemerlapnya Dunia Malam di Kota Madiun.
Dan Penelusuran Satu Hari Kami, terasa belum cukup di Jalan Ini.
Satu Hari di Jalan Cokro
Rekomendasi Kota Madiun
1. Singgah di Gang Puntuk
Kami cukup singgah di Jalan Kecil (Gang) Puntuk, yang menjadi Bagian Awal dari Keberadaan Kami di Jalan Cokro.
Ya !
Kehadiran Jalan Puntuk memang tak lepas dari Jalan Cokroaminoto Kota Madiun. Sebuah Jalan Kecil, yang sepintas memang mirip Gang ini cukup menghubungkan di antara Jalan Cokro dengan Jalan ini.
Jika dilihat,
Ekistensi Jalan Cokroaminoto dengan Beberapa Jalan Kecil di Sepanjang Jalan Utama Kota Madiun ini, memang saling berintegrasi.
Dan Hubungan (Konektivitas) itu juga terjadi pada Jalan Puntuk. Di mana Jalan Cokro sering menjadi Tempat Parkir Kendaraan Bermotor Para Pengunjung, yang ingin mampir di Gang Puntuk.
Maklum !
Jalan Puntuk memang diperuntukan bagi Aktivitas Para Pedagang, yang menjual Barang Bekas (Loak) dan Para Pembeli, yang membutuhkannya sering parkir di Sekitar Jalan Cokroaminoto.
Bahkan Banyak diantara Kita, yang menyebutnya sebagai Pasar Puntuk, yang menjual Barang Bekas (Loak), Beberapa diantaranya : Baju.
Jadi jika Kamu punya Ide “Thrifting” untuk membeli Barang Bekas, khususnya Pakaian dengan Merek (Brand) maupun Karakter Tertentu, dan dijual kembali lewat Sosial Media maupun Toko Online Kamu, bisa banget untuk datang ke Jalan Puntuk Ini.
Walaupun nggak sepanjang Area Pasar Loak di Cap Tugu Pahlawan maupun Kapasan - Gembong
Surabaya, namun Sejumlah Pakaian
Bekasnya Layak (Worth It) Pakai.
Dahulu Tempat, yang menjual Barang Bekas (Loak) ini menjalar ke Jalan Batanghari, dan Kutai, yang menjadi Bagian dari Pasar Kawak (Old Market), Sebuah Pasar Bersejarah di Kota Madiun.
Di Sepanjang Jalan Cokroaminoto, yang menghubungkan Beberapa Jalan Kecil itu memang menjadi Tempat bagi Sejumlah Pedagang untuk menjual Barang Dagangan Mereka, khsususnya Barang Bekas (Loak).
Namun dahulu, jika Jalan Puntuk lebih mengkhususkan kepada Pakaian Bekas, tidak demikian dengan Jalan Batanghari, dan Kutai, yang menjual Segala Macam Barang Bekas. Mulai dari Televisi, Radio, hingga Perkakas Kuno ada di sana.
Semenjak Pemerintah Kota (Pemko) Madiun melakukan Sejumlah Revitalisasi, termasuk Kawasan di Sekitar Jalan Cokroaminoto, Tempat, yang menjual Barang Bekas hanya dikhususkan pada Jalan Puntuk, di mana bukan lagi hanya menjual Pakaian, namun Aneka Rupa Barang Bekas Lainnya.
Kini,
Keberadaan Jalan Batanghari menjadi Tempat bagi Penyelenggaraan Festival Imlek “PeceLand Chinese New Year Festival 2020”.
Di mana, selama Pandemi,
yang berlangsung 2 Tahun ini, Pemerintah Kota (Pemko) Madiun
menghentikan sementara waktu Penyelengaraan Acara tersebut.
Sisi Menarik Lainnya,
Ketika memasuki Pasar Puntuk terdapat Rumah Kliping.
Dahulu “Ratusan bahkan Ribuan Kliping, Makalah, Buku, hingga Majalah Bekas cukup tersimpan, dan terata rapih. Tempat Ini sering menjadi Rujukan (Referensi) bagi Sejumlah Siswa hingga Mahasiswa di Indonesia untuk mencari Bahan Literatur bagi Penulisan Karya Ilmiah maupun Tugas Akhir Mereka”
“Rumah Kliping, yang didirikan Tahun 2004 oleh
Pak Nawil juga cukup terkenal
diantara Para Pecinta Buku (Bibliophile) di Indonesia” Kata Ibu Delin - Kakak Pak Nawil !
Namun sayang,
Ketika Kami mendatangi kembali Beberapa Waktu Lalu, Jumlah Bahan Kliping maupun Koleksi Buku Lainnya semakin menepis dikarenakan termakan usia dan rayap.
Terlebih Pandemi Corona (Covid - 19), yang terjadi hampir 3 Tahun ini juga turut mempengaruhi Pengunjung, yang datang ke Rumah Kliping, dikarenakan Proses Pembelajaran dari Rumah (SFH).
Kami berharap semoga Keberadaan (Eksistensi) Rumah Kliping tetap ada, dan Koleksi Buku maupun Bahan Kliping Lainnya dapat diperbanyak kembali !
Berbicara Jalan Puntuk,
Memang tak terlepas dari Sejarah Lokasi tersebut. Jalan
Puntuk dulunya merupakan Sebuah Gang.
Jalan tidak selebar sekarang, hanya,
1,5 meter. Lebih tepat disebut Gang.
Pun, hanya berupa Tanah belum beraspal seperti sekarang.
Namun, Sejarah Nama Puntuk jauh
lebih lama dari sekedar pergantian Status
Gang menjadi Jalan.
Nama Puntuk berkaitan erat dengan Pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) Pertama Kali
Pasar Besar, pertama kali dibangun saat masih Era Kolonial Pemerintah Belanda. Saat itu Pemerintah Belanda membangun Pasar untuk mempermudah Akses Jual - Beli Komoditas. Pembangunan sudah menerapkan Sistem Pondasi. Tak heran, Lahan butuh digali. Tanah hasil galian lantas ditumpuk di Sisi Selatan. Lahan Sisi Selatan dipilih lantaran masih kosong.
Seiring Waktu berjalan Kawasan menjadi ramai. Permukiman bertambah hingga akhirnya Tumpukan Tanah dibersihkan. Tetapi nama Puntuk sudah terlanjur melekat dan diputuskan untuk Nama Gang ditengah Permukiman.
Bangunan Rumah bermunculan Sepanjang Gang Puntuk. Namun, belum difungsikan untuk berjualan. Sekitar Tahun 1957, hanya ada Empat Warung Makan di Sepanjang Gang Puntuk. Kawasan mulai difungsikan untuk berjualan Barang Bekas sekitar Tahun 1977.
Gang tersebut memang mulai cukup ramai. Menjadi Salah Satu Akses Utama menuju Pasar Besar. Pendatang juga mulai berdatangan, dan turut berjualan. Gang, yang hanya selebar Rentangan Tangan Orang Dewasa itu berubah menjadi Kawasan Jual - Beli Baru. Nama Gang Puntuk makin dikenal luas. Ada sekitar 80 Pedagang kini.
Pasar Puntuk, yang dikelola Masyarakat Setempat bukan hanya sekedar Pelengkap Keberadaan Pasar Besar. Namun, menjadi Kawasan Jual - Beli, yang memiliki Daya Tarik Tersendiri.
Dan Keberadaan Jalan Puntuk ini, juga menjadi Pengubung antara Jalan Cokroaminoto, dan Pasar Kawak, dengan Pasar Besar, yang Lokasinya memang saling berdekatan.
Link :
https://madiuntoday.id/2018/01/17/pasar-puntuk-yang-melegenda-namanya-ternyata-diambil-dari-ini/
2. Klenteng Hwie Ing Kiong
Membuktikan Bahwa Akulturasi Budaya
Ada di Jalan Cokroaminoto Kota
Madiun
Selain Jalan Puntuk, yang Pintu Masuknya berada di Jalan Cokroaminoto Kota Madiun, Ada Salah Satu Tempat, yang menjadi Simbol Keberagaman Agama, dan Budaya, yang telah lama melekat serta diterima baik oleh Masyarakat Setempat.
Ya !
Lewat Tempat Ibadah Tri Dharma (T.I.T.D) Hwie Ing Kiong, cukup membuktikan bahwa dari Klenteng ini melahirkan Akulturasi Budaya, khususnya Etnis Tionghoa Peranakan, dan telah diterima oleh Masyarakat Setempat dari Ratusan Tahun Lalu.
Lewat Jalan Cokroaminoto - Kota Madiun, Akulturasi Budaya, dan Keanekaragaman Agama untuk saling hormat menghormati antara satu dengan lainnya, memang benar terjadi.
Kami memang belum sempat mengetahui apakah Jalan Cokroaminoto - Kota Madiun, yang diambil dari Nama Pahlawan Nasional Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dahulu bernama Jalan, yang sama ?
Namun dari Apa yang Kami baca di Beberapa Referensi Sejarah Kota Madiun bahwa Kehadiran Klenteng Hwie Ing Kiong telah ada sejak Tahun 1897.
Menurut Sejarahnya :
Tempat Ibadah Tri Dharma Hwie Ing Kiong - Kota Madiun, tidak berada dijalan H.O.S Cokroaminoto seperti sekarang ini, namun menurut berbagai Sumber dalam Masyarakat, yang dapat dipercaya Kebenarannya, sebelum tahun 1887, telah berdiri Sebuah Kuil Sederhana dengan Satu Ruangan untuk Yang Mulia Ma Co Po Thian Siang Seng Boo, dan Letaknya di Sebelah Barat Sungai Bengawan Madiun (sekarang Samping Jembatan Sebelah Barat).
Konon Rupang atau Patung Yang Mulia, dibawa langsung dari Tiongkok Berlapis Emas dengan Tinggi sekitar 97 Cm, oleh Beberapa Tokoh Masyarakat Tionghoa Madiun, diantaranya yang masih dapat diingat adalah : Bp. Tan Bik Swat.
Seperti Beberapa Kuil Lainnya, Kuil tersebut dikenal luas oleh Masyarakat terutama Kalangan Warga Tionghoa, di mana selain digunakan sebagai Tempat untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa lewat Sembahyang, juga dipergunakan untuk memohon Pertolongan Pengobatan, Pekerjaan, Perjodohan juga Hal, yang tidak dapat terpecahkan dengan mudah.
Di Masa itu, Kota Madiun masih dipimpin oleh Seorang Residen Belanda sehingga untuk Segala Urusan Kepemerintahan serta Tatalaksana Kota langsung dalam Pengawasan Residen. Sekitar Tahun 1887 Istri Residen menderita Penyakit Serius sehingga disarankan oleh Dokter untuk langsung dibawa ke Negeri Belanda guna penyembuhannya. Namun oleh karena kendala jarak, dan waktu yang harus ditempuh guna mencapai Tempat Tujuan amat panjang sehingga tidak memungkinkan saran tersebut dilaksanakan.
Berita Sakit Istri Residen telah menyebar dan terdengar pula oleh Kapitan Liem Koen Tie, yang menjabat sebagai Ketua Masyarakat Tionghoa Madiun. Maka seketika itu, Kapitan Liem Koen Tie menghadap serta mengajukan saran kepada Residen untuk memohon pertolongan kepada Yang Mulia Ma Co Po Thian Siang Seng Boo demi kesembuhan Istri beliau. Ternyata saran tersebut disetujui, maka Kapitan Liem Koen Tie segera berangkat dan memohon melalui Jiam Si diperoleh Resep Obat untuk Istri Residen.
Sebelum Obat, yang
telah didapat diminumkan malam
harinya Istri Residen bermimpi
dengan sangat jelas bahwa Beliau
didatangi oleh Seorang Wanita Tionghoa
dengan mengenakan Pakaian Kebangsawanan
(Aristrokat) Tionghoa menghampiri Beliau, dan menghibur bahwa sakit yang selama ini diderita dalam
waktu tidak lama lagi akan sembuh seperti sedia kala dan dalam
sekejap Wanita itupun menghilang.
Setelah terbangun dari mimpinya, segera diceritakan kepada Residen apa yang telah dialaminya dalam mimpi. Esok harinya obat yang telah didapatkan mulai diminum, hingga selama satu minggu, merupakan suatu kejadian yang hampir tidak dapat dipercaya, bahwa sakit beliau sembuh total seperti sedia kala sesuai mimpi yang telah diterimanya. Hal ini pada akhirnya telah mengetuk hati Residen untuk memberikan Fasilitas kemudahan dalam pembelian sebidang tanah seluas 10.000 M2 di Jalan Cokroaminoto seperti sekarang ini, guna dibangun Kuil, yang baru.
Kemudahan dan perhatian dari Residen ini tentunya amatlah membanggakan bagi Warga Tionghoa, maka tanpa memerlukan waktu panjang di bawah Pimpinan Kapitan Liem Koen Tie, Tan Ing Ju, Tan Bik Swat, Njou Kie Siong, Njoo Kie San, Liem Kwang Piau, Gwe Kwie Tiong bersama Masyarakat Tionghoa lainnya bahu membahu membangun Klenteng dengan mendatangkan Para Ahli dari Daerah Hokkian Tiongkok. Bahkan konon Lantai Merahnya pun khusus didatangkan dari sana pula. Hal ini disebabkan design untuk Klenteng akan dibangun dengan Model Khas Tiongkok sesuai dengan Kesepakatan Bersama.
Selama Pembangunannya
selalu mendapat Perhatian dari Residen. Hal ini terbukti Residen
memberikan Keramik - Keramik dari Negeri Belanda yang hingga saat ini Keramik tersebut sebagian masih ada dan dapat dilihat dengan jelas
terutama di dalam Ruang Utama. Pembangunan Klenteng, yang baru ini
ternyata memerlukan Waktu yang cukup
lama 10 Tahun, sesuai Prasasti Tertulis : mulai Pembangunan Tahun 1887, dan terselesaikan 1897
maka berdirilah Klenteng Ma Co Po Thian
Siang Seng Boo dengan nama “HWIE ING KIONG”.
Mulai pengoperasiannya
ditandai Pemindahan Rupang Ma Co Po
Thian Shang Seng Boo dari Barat
Sungai Madiun ke Klenteng, yang
baru dengan Ritual Keagamaan yang
sangat khusuk, disaksikan dan
diikuti hampir seluruh Penduduk Sekitar
Madiun.
Masih didasari Prasasti, yang ada, juga keyakinan dari Berbagai Kalangan, kepengurusan Klenteng Hwie Ing Kiong terdiri dari Tokoh -Tokoh Pendiri tersebut di atas. Hal ini diperkuat dengan adanya foto bersama yang saat ini telah diulang dalam bentuk Lukisan.
Link :
https://informasimadiun.blogspot.com/2012/01/sejarah-berdirinya-tempat-ibadah-tri.html
Itulah Sebabnya mengapa di Sepanjang Jalan Cokroaminoto, dan Beberapa Jalan Kecil Sekitarnya, termasuk Jalan Kutai - Pasar Kawak, Batanghari, Citandui, Jambu, hingga Musi, yang menjadi Ujung Jalan Cokroaminoto juga dikenal sebagai Kawasan Pecinannya Kota Madiun.
Karena melalui Jalan ini melahirkan Akulturasi Kebudayaan, diantara Kebudayaan Tionghoa dan diterima oleh Masyarakat Setempat, yang memegang teguh Adat Istiadat Budaya Jawa Mataraman.
Ya !
Para Etnis Tionghoa
Peranakan cukup
membaur dengan Masyarakat Setempat,
dan Klenteng Hwie Ing Kiong cukup
menjadi saksi betapa Harmonisnya
Akulturasi Kebudayaan di Jalan
Cokroaminoto - Kota Madiun.
Bukti Lainnya,
Tepat di Depan Klenteng ini, terdapat Persemayaman bagi Jenazah sebelum dimakamkan bagi yang beragama Kristen Katolik, Protestan, Konghucu, dan Buddha. Tempat ini didirikan oleh Perhimpunan Masyarakat Madiun (PMM), di mana Anggotanya Kebanyakan berasal dari Etnis Tionghoa Peranakan.
Dari Kedua Tempat ini, dapat membuktikan bahwa cukup beraneka ragamnya Kehidupan Beragama di Jalan Cokroaminoto - Kota Madiun.
Baik itu Kaum Pribumi maupun Pendatang, yang diwaikili oleh Etnis Tionghoa Peranakan, cukup membaur, dan saling hormat menghormati satu sama lain, dan telah berlangsung ratusan lamanya, serta Insya Allah tanpa gesekan.
3. Cokro -
Salah Satu Pusat Bisnis,
Dan Perdagangan Di Kota Madiun
Di Era kini,
Jalan Cokrominoto menjelma menjadi Salah Satu Pusat Bisnis, dan Perdagangan di Kota Madiun selain Jalan Pahlawan, Agus Salim, maupun Panglima Sudirman.
Bahkan Kehadiran Jalan Cokroaminoto melengkapi Pusat Bisnis, dan Perdagangan, tepat di Pusat Kota (Downtown) nya Madiun, Terlebih Lokasinya tidak jauh dari Titik O Km nya Kota ini.
Namun, tak seperti Jalan Pahlawan, yang Banyak terdapat Gedung Pemerintahan, mulai dari Gedung Balaikota, Bakorwil, Makodim, hingga Polres Madiun Kota,
Jalan Cokroaminoto lebih difokuskan kepada Usaha Perdagangan, mulai dari Toko Bangunan, Furniture, hingga Beberapa Bengkel, dan Showroom, yang buka di Sepanjang Jalan Cokroaminoto.
Sisanya Beberapa Lembaga Keuangan baik Plat Merah maupun Swasta, juga membuka Cabangnya di Jalan Ini. Dan sepertinya, Kami tidak menemukan Keberadaan Gedung Pemerintahan di Jalan Cokro.
Semuanya lebih difokuskan
kepada Bisnis, Perdagangan, Kuliner,
hingga Hiburan Malam Ala Kawasan Pecinan
dengan Deretan Rukonya.
Deretan Ruko di Sepanjang Jalan Cokro, ternyata tak hanya milik Jalan Cokro saja, namun Beberapa Jalan di Sekitarnya, seperti Jalan Kutai, Citandui, hingga Musi, seakan terintegrasi dengan Jalan Cokroaminoto sebagai Pusatnya.
Ya !
Jika dilihat dari Lamanya Usia Pasar Kawak (Old Market), yang berada di Jalan Kutai, tak dapat dipungkiri Jalan Cokroaminoto, yang berada di sekitarnya, juga memang telah sejak lama dikenal sebagai Salah Satu Pusat Bisnis, dan Perdagangannya Kota Madiun.
Namun keberadaannya kini, semakin Lengkap, dan Kompleks sebagai Salah Satu Pusat Bisnis, dan Perdagangan di Kota Pecel Ini. Dan tentu saja sebagai Daerah Pecinannya Kota Madiun.
4. Tempat bagi “Pecel”,
Dan Kuliner Legend
Berbicara Jalan Cokroaminoto Kota Madiun, memang tak lepas dengan Kulinernya !
Selain terkenal sebagai Pusat (Sentra) Kuliner nya Pecel, yang telah berdiri puluhan tahun lamanya, di Sepanjang Jalan Ini, juga terdapat Beberapa Kuliner Legend, yang tak kalah pamornya, dan terkadang melahirkan Akulturasi, yang diterima oleh Masyarakat Setempat.
Bahkan Sebutan
Baru bagi Madiun sebagai “Kota Bluder” oleh Sebagian
Masyarakat bermula dari Jalan Cokroaminoto. Di mana Pabrik Pertama dari Bluder Cokro
berada di Jalan Ini sebelum akhirnya
berpindah Tempat di Jalan Hayam Wuruk
Kota Madiun.
Sebut saja Soto Kondang !
Soto yang terletak di depan Klenteng Tri Dharma (T.I.T.D) Hwie Ing Kiong ini, memang cukup terkenal sebagai Soto “Legend” nya di Kota Madiun.
Banyak Penikmat Kuliner, terutama bagi Masyarakat Madiun Tempo Doeloe, yang sangat merindukan Soto Otentik Ini. Dari Salah Satu Kuliner ini, juga melahirkan Sebuah Akulturasi, yang telah diterima lama oleh Masyarakat Setempat.
Meski Kabarnya, Soto Kondang merupakan Soto Non Halal, karena menjual Sate Babi, namun tak sedikit Masyarakat terutama dari Etnis Tionghoa dari Daerah Lain, yang ingin mencoba, dan mengulang Moment Kembali untuk makan Soto Nikmat di Tempat Ini.
Walau, Kami belum pernah mencobanya, tak sedikit juga Masyarakat Muslim ditandai dengan Para Ibu “Berhijab” beserta Keluarganya makan nikmat Soto Ayam Ini.
Ya !
Mungkin memang untuk Soto
Ayamnya Halal, namun Bagian Lainnya
tetap menjual Sate Babi. Semoga saja
Piring, dan Peralatan Masaknya dibuat secara terpisah. Agar Soto Kondang
tetap dicintai oleh Para Pelanggannya
!
Di Tempat Lainnya,
Ada Sebuah Tempat Kuliner Tempo Doeloe Terbaik, yang juga telah berdiri Puluhan Tahun Lamanya.
Ya !
Depot Es Bajigur, yang terletak di Jalan Cokroaminoto ini, memang terkenal
sebagai Tempat Gaulnya Anak Muda Kota Madiun di Zamannya. Bahkan Eksistensi, dan Pamor Depot
Es Bajigur ini, tidak meredup hingga
kini.
Sesekali - Dua Kali,
Kami masih sering menemukan Beberapa Putra Daerah, hingga Masyarakat Madiun Tempo Doeloe, yang ingin mengulang Moment Nongkrong Asyik di Tempat ini sembari menyeruput Es Bajigur dengan Camilan Risoles maupun Lumpia seperti di Masa Muda Mereka.
Tepat di Parkiran Depot Es Bajigur, juga Terdapat Bakso Kaki Lima 77, yang juga cukup terkenal, dan berdiri lama. Kehadiran Bakso Ini, memang cukup dikenal oleh Masyarakat Madiun Tempo Doeloe, yang ingin mengulang kembali makan Bakso Lezat Ini. Dan Jalan Cokroaminoto cukup membuktikan : Beberapa Kuliner Legend, memang hadir melengkapi Pilihan Kuliner di Kota Madiun.
“Ah jadi Semacam Pertemuan Kembali (Rendezvous) Tersendiri
rasanya !”
Kami cukup dibuat kagum dengan keramaian Jalan Cokro di Malam Hari.
Jalan ini seakan tak pernah ada matinya. Banyak Para Pedagang Kuliner, yang menjual Makanannya hingga larut malam. Selain terkenal dengan Beberapa Kulinernya, yang cukup Legendaris, dan Tempo Doeloe,
Jalan Cokro juga sebagai Pusat (Sentra) nya Kuliner Pecel di Kota Madiun, yang telah berdiri Puluhan Tahun Lamanya, dan sama - sama Legend.
Sebut saja : Pecel 99, S. Wiryo, Wirkabul, Pojok, Sri Tanjung, hingga Madung, punya segmennya sendiri di Kalangan Penikmat Kuliner, yang notabenenya Para Pemimpin Negeri, Toko Masyarakat, Sales Distributor Produk, Pelancong, hingga Masyarakat Kebanyakan, yang mencoba enaknya makan Pecel di Sepanjang Jalan Cokro ini.
Tak pelak, mulai dari : Mantan Presiden R.I, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Mantan Menteri BUMN : Rini Suwandi, Gubernur Jatim : Khofifah Indar Parawansa, dan Menteri Sosial : Tri Rismaharini, pernah merasakan enaknya Pecel Madiun, yang disajikan di Beberapa Tempat sepanjang Jalan Cokroaminoto Kota Madiun Ini.
Dan sekali lagi, membuktikan bahwa lewat Jalan Cokro, Kuliner Tradisional Otentik, maupun “Legend” Tempo Doeloe Terbaik mudah untuk Kami temui !
5. Cokro Tempatnya Resto Kekinian,
Kafe - Tempat Nongkrong Asyik,
Hingga Bisnis Hiburan Malam
Rasanya memang sulit memisahkan Jalan Cokroaminoto Kota Madiun di Zaman Now dengan Kehadiran Kafe - Tempat Nongkrong Asyik, Resto Kekinian, hingga Bisnis Hiburan Malam.
Ketika Banyak Sudut Jalan di Kota Madiun nampak sepi, namun tak demikian dengan Jalan Cokroaminoto Kota Madiun. Gemerlapnya Dunia Malam berlangsung bahkan hingga menjelang Pagi Hari.
Ya !
Malam boleh saja berganti, namun gemerlapnya “Dunia Malam”,
tetap terasa di Jalan Cokroaminoto Kota
Madiun.
Dimulai dari Kehadiran Fire Club, yang menjadi Klub & Diskotik Pertama di Kota Madiun, eksistensinya juga terasa sebagai Tempat menikmati Gemerlapnya Dunia Malam hingga kini.
Lalu sekitar Tahun 2010 an, mulailah Tempat Karaoke, dan Bar, seperti : Kimura, yang telah berganti nama menjadi Sakura, hingga J.LO, makin melengkapi Suasana “Dunia Gemerlap Malam” - baca : Dugem di Jalan Cokroaminoto.
Beberapa “Purel” juga tampak siap melayani Para Tamu, yang datang !
Di Tempat Berbeda,
Bagi Kawula Muda, yang sengaja ingin menikmati Tempat, yang lebih rileks untuk Secangkir Kopi, hingga Beberapa Menu Terbaiknya, di Sepanjang Jalan Cokroaminoto juga menawarkan Kafe, hingga Tempat Nongkrong Asyik, yang segmentnya mungkin lebih untuk Anak Muda, dan Keluarga.
Di mulai dari Kehadiran Waroeng Latte - Madiun, yang mungkin menjadi Salah Satu Tempat Nongkrong Asyik Legend Pertama Kota Madiun, yang berdiri di Sekitar Tahun 2014.
Lambat Laun Beberapa Tempat Nongkrong Asyik, Kafe hingga Resto Kekinian seperti : Janji Jiwa, Burger Bangor, Nineties, Radikal - Matjeo - Sendai, Warunk Wow, hingga Starbucks Coffee, juga hadir di Jalan Cokroaminoto Kota Madiun.
Masyarakat Madiun, yang gemar cangkruk, dan kumpul” asyik di Beberapa Warung Angkringan, seakan difasilitasi, dan lebih punya Suasana (Atmosphere) Berbeda dari Kehadiran Beberapa Kafe, Tempat Nongkrong Asyik, hingga Resto Kekinian di Jalan Cokroaminoto Ini.
Dan makin lengkaplah
sudah Jalan Cokroaminoto Kota Madiun,
sebagai Tempat bagi hadirnya Beberapa Kafe, Tempat Nongkrong Asyik, Resto
Kekinian, hingga Bisnis Hiburan
Malam.
Mungkin Kehadiran Jalan Cokroaminoto - Kota Madiun kini, nampak berbeda dengan 10 - 15 Tahun Lalu. Cokro kini telah menjelma menjadi Salah Satu Pusat Bisnis, dan Perdagangan di Kota Madiun.
Namun demikian, Kita tak boleh melupakan Sejarah !
Karena Sejatinya dari Jalan ini juga tercipta Akulturasi Budaya, yang telah diterima oleh Masyarakat Setempat sejak ratusan tahun lamanya.
Cokroaminoto, yang menjadi Kawasan Pecinan di Kota Madiun merupakan Wujud
Toleransi BerAgama, dan Budaya,
yang telah bertahan hingga Ratusan Tahun
Lamanya.
Malam boleh saja berganti Pagi. Namun dengan Gemerlapnya Dunia Malam di Jalan Cokroaminoto, Cokro tetaplah Sebuah Jalan di Kota Madiun, yang Syarat akan Nilai Historis, dan Budaya !
Karena Sejatinya Bangsa, yang besar adalah “Bangsa, yang
tak melupakan Sejarah !”
Kembali : ARTIKEL