1. Rumah Adat
Salah satu contoh rumah adat daerah Bali disebut Gapura Candi Bentar. Gapura Candi Bentar merupakan pintu masuk istana raja yang merupakan pula rumah adat di Bali. Gapura Candi Bentar dibuat dari batu merah dengan ukir yiran dari batu cadas. Balai Benggong terletak pada sisi kanan dan Balai Wantikan terletak pada sisi kiri. Balai Benggong adalah tempat istirahat raja beserta keluarganya. Balai Wantikan adalah tempat adu ayam attau pegelaran kesenian. Kori Agung adalah pintu masuk pada waktu upacara besar. Kori Babetelan merupakan pintu untuk keperluankeluarga.
2. Seni Tradisional
Tari Pendet
Tarian ini sudah pasti tidak asing lagi ya di telinga Tari ini biasanya (dan memang selalu) diajarkan paling pertama kali jika kita ingin belajar tari Bali, karena tari Pendet ini semacam basic untuk bisa menari tarian yang lainnya. dalam tarian ini, kalian akan mempelajari gerakan-gerakan dasar tari Bali. Tari Pendet ini ditarikan sebagai tari selamat datang untuk menyambut kedatangan para tamu dan undangan dengan menaburkan bunga, dan ekspresi penarinya penuh dengan senyuman manis. Namanya juga menyambut. Pada awalnya, tarian ini ditujukan untuk ibadah di pura, yang melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke dunia. Tari Pendet diciptakan oleh dua orang maestro tari Bali yaitu I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng pada tahun 1950. Pada awalnya tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadah umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Menurut tradisi Bali, para penari Pendet haruslah gadis yang belum menikah, karena dalam tarian tersebut mereka membawa saji-sajian suci untuk para dewa. Namun lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern pada tari ini adalah I Wayan Rindi pada tahun 1967.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya. Adapun orkes gamelan yang mengiringi tari Pendet ini ialah gamelan gong, atau gamelan palegongan, atau gamelan semar pagulingan. Tari Pendet merupakan tarian masal yang bisa dibawakan oleh empat penari, enam penari, delapan atau lebih.
Tari Barong
Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya. Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong Brutuk, serta Barong-barongan. Namun, di antara jenis-jenis Barong tersebut yang paling sering menjadi suguhan wisata adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang memiliki kostum dan tarian cukup lengkap. Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa, harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat daun pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang memainkan kaki belakang dan ekor Barong. Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang biasa dipertunjukkan oleh masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang dimainkan dalam pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan Rangda yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat Barong), Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda. Tari Barong memiliki keistimewaan yang terletak pada unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan. Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya, tokoh kera yang mendampingi Barong membuat gerakan-gerakan lucu atau menggigit telinga lawan mainnya untuk mengundang tawa penonton. Sementara itu, unsur mitologis terletak pada sumber cerita yang berasal dari tradisi pra-Hindu yang meyakini Barong sebagai hewan mitologis yang menjadi pelindung kebaikan. Unsur mitologis juga nampak dalam pembuatan kostum Barong yang bahan dasarnya diperoleh dari kayu di tempat-tempat yang dianggap angker, misalnya kuburan. Unsur mitologis inilah yang membuat Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu, Tari Barong juga seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), di mana para penarinya menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya pertunjukan debus.
Tari Barong dapat disaksikan di beberapa tempat di Kabupaten Gianyar, Bali, di antaranya di Pura Dalem Ubud yang biasanya mulai dipentaskan pada jam 19.30 WITA, serta di beberapa sanggar seni di Desa Batubulan yang dipentaskan pada jam 09.30 WITA. Untuk menonton seni pertunjukan ini, wisatawan dapat menuju Desa Batubulan melalui Kota Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali. Dari Kota Denpasar, Batubulan berjarak sekitar 10 km atau membutuhkan waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum (taksi/mobil carteran). Sementara, jika wisatawan memulai perjalanan dari Pantai Kuta atau kawasan Nusa Dua, dibutuhkan waktu + 45 menit.
Untuk menyaksikan pertunjukan Tari Barong, wisatawan domestik maupun mancanegara dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 per orang. Dengan membayar tiket sejumlah itu, wisatawan juga akan memperoleh panduan cerita pementasan dalam bentuk cetak dengan berbagai pilihan bahasa, antara lain bahasa Indonesia, Inggris, Perancis, Italia, Jepang, dan Mandarin. Selain menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan juga dapat menyewa jasa travel untuk menonton tarian ini. Penyedia jasa travel umumnya telah memiliki jadwal tetap pertunjukan Tari Barong di Desa Batubulan. Namun, apabila ingin lebih leluasa dengan agenda wisata yang diinginkan, wisatawan dapat menyewa mobil carteran dengan biaya sewa yang dihitung per hari. Kecuali menyaksikan pertunjukan tari, salah satu agenda wisata yang bisa dilakukan di desa ini adalah berbelanja aneka cenderamata yang dijual oleh toko-toko suvenir maupun galeri seni yang ada di sepanjang jalan di Desa Batubulan. Benda-benda seni seperti patung maupun ukiran merupakan cenderamata khas dari desa ini. Apabila memerlukan akomodasi dan fasilitas seperti penginapan (losmen, hotel melati, maupun hotel berbintang), warung makan, serta tempat hiburan malam, maka wisatawan dapat menemukannya di kota terdekat, yaitu Kota Denpasar.
Tari Kecak
Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Tari Legong Lasem (Kraton)
Tari ini sudah cukup banyak yang mulai mengenal ya. Kalau yang suka naik travel Cipaganti (Jakarta-Bandung), pasti sering melihat di mobilnya ada gambar penari Bali dengan kostum tari Legong Lasem (Kraton). Hehe. Tarian ini berkisah tentang keinginan Raja Lasem untuk meminang Rangkesari, putri kerajaan Daha (Kediri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Mengetahui adiknya di culik, Raja Kediri menyatakan perangdan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati lasem harus menghadapi serangan burung garuda, namun Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan Raja Daha. Seru ya. :). Tari ini adalah tari klasiknya Bali. Legong merupakan kelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari tari gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua. Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap. Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas. Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad. Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.
Tari Baris Tunggal
Tari Baris merupakan
salah satu tarian sakral yang digunakan oleh umat Hindu di Bali sebagai
pelengkap di suatu upacara keagamaan agama Hindu di Bali. Sifat sakral dalam
tari Baris ialah, bahwa tari ini merupakan sebuah tarian untuk membuktikan
kedewasaan seseorang dalam segi jasmani. Kedewasaan seseorang pria dibuktikan
dengan mempertunjukkan kemahiran dalam olah keprajuritan yang biasanya disertai
dengan kemahiran dalam memainkan senjata perang. Maka dari itu, tari Baris
selain merupakan tarian sakral juga merupakan tari kepahlawanan. Adapun ciri
khas dari tari Baris ialah, pertama tari ini lebih menonjolkan ketegapan dan
kemantapan dalam langkah – langkah kaki serta kemahiran memainkan senjata
perang. Kedua, pakaiannya juga mempunyai corak yang khas, yaitu penutup
kepalanya bebebtuk kerucut, dan penutup badannya terdiri dari baju panjang serta
hiasan kain – kain kecil panjang yaitu awir dan lelamakan. Tari Baris terbagi
menjadi 2 bagian, salah satunya adalah tari Baris Tunggal. Tari baris tunggal
merupakan tarian sakral yang digunakan pada saat Upacara Pitra Yadnya yaitu
Karya mamukur, dimana disini tari baris tunggal berfungsi sebagai sarana
penghatur punia atau persembahan bagi para leluhur yang dihantarkan dengan
mantra-mantra suci Sulinggih dan alunan gamelan pengiring tari baris tunggal
itu sendiri. Tari baris tunggal merupakan tarian lepas yang dibawakan oleh
seorang laki-laki, dimana menggambarkan seorang prajurit gagah perkasa yang
memiliki kematangan jiwa dan kepercayaan dimana itu diperlihatkan dengan
gerakan tari yang dinamis dan lugas. Berbeda dengan tari Baris Tunggal sakral, tari
Baris Tunggal Profan juga biasanya ditampilkan sebagai tari lepas dalam beragam
pagelaran seni pertunjukan balih-balihan
Tari Belibis
Tari ini diilhami oleh
cerita Angling Dharma yang merupakan seorang Raja. Pernah nonton Angling Dharma
tidak dulu waktu masih disiarkan di salah satu tv swasta? Sudah lupa ya? Hehe.
Jadi, karena suatu hal ia harus meninggalkan kerajaannya dan merantau dari satu
daerah ke daerah lain. Dalam pengembaraannya, Angling Dharma bertemu dengan
seorang putri raksasa pemakan manusia. Raksasa merasa khawatir rahasianya
diketahui oleh Angling Dharma, dikutuklah Angling Dharma menjadi seekor burung
Belibis yang hidup di air. Tarian ditarikan oleh perempuan secara berkelompok
(biasanya).
Tari Cendrawasih
Tari ini mungkin bisa
dibilang satu tipe dengan tari Manukrawa, tapi bedanya ini ditarikan oleh
perempuan yang sudah remaja atau dewasa. Tarian ini menggambarkan
sekelompok burung Cendrawasih yang bertebrangan menikmati alam bebas, riang
gembira, bercanda, sambil memadu kasih. Tarian ini ditampilkan secara
berkelompok atau paling tidak dua orang. Indah banget kalau lihat tarian ini.
:) Kisah yang digambarkan di
dalam tarian ini adalah menggambarkan kelembutan serta kemesraan dari sepasang
burung cendrawasih di pegunungan Irian Jaya pada masa birahi saat menghiasi
alam sekelilingnya dengan tarian cinta mereka yang tersusun atas warna-warni
pelangi terpendar dalam rangkuman gerak mereka yang indah bagaikan penggalan
puisi para pujangga. Tari duet yang ditarikan oleh penari putri, kendatipun
dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya
dari tarian ini telah dikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam
menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan tema tarian ini. Busana ditata
sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan memperjelas desain gerak yang
diciptakan. Tarian ini diciptakan
oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada
tarian ini) dalam rangka mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh
pengiring adalah I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.
Tari Rejang
Tari Rejang merupakan tarian wanita yang berbentuk tarian masal. Tari ini juga merupakan tarian sakral dan yang menjadi persembahan kepada para dewa ialah para penari itu sendiri. Maka dari itu para penari Rejang haruslah gadis-gadis yang masih suci, bahkan sering dilakukan oleh gadis kecil yang berumur enam tahun. Para penari dipimpin oleh seorang pemangku yang menari paling depan. Di belakang pemangku para penari Rejang berderet-deret menari sambil memegang seutas benang yang dibawa oleh pemangku. Para penari Rejang terkadang menggunakan kipas dalam tarian tersebut, namun sering juga tidak. Irama pada tarian Rejang lambat sekali dan gerakan tarinya juga sangat sederhana. Sehingga tiap gadis Bali dapat melakukannya. Tarian ini diadakan dipura pada malam hari. Iringan gamelannya menggunakan gamelan semar pagulingan.
Tari Tenun
Tenun, tahukah anda? tarian ini menggambarkan putri-puri Bali yang sedang menenun secara tradisional. Gerakan-gerakannya memvisualisasikan proses memintal benang hingga menjadi kain. Seru kan? Gerakannya disini cukup detil. Kalau tarian ini, terlihat sekali bagaimana lentiknya jari-jari si penari Bali. Secara, gerakan-gerakan untuk memvisualisasikan menenun ini lebih bermain pada jari. Tari Tenun merupakan tari kreasi baru yang diciptakan oleh dua orang seniman tari yaitu, Nyoman Ridet dan Wayan Likes pada tahun 1957. Cerita yang diangkat dalam tari Tenun ini menggambarkan tentang penenun-penenun wanita dari desa yang sedang membuat kain tenun dengan alat-alat yang sangat sederhana sekali. Tari ini dimulai sejak para penenun mulai memintal benang, mengatur benang pada alat tenun dan diakhiri dengan menenun. Sebagian gerak-gerak dalam tari ini masih mengacu pada unsur-unsur tarian klasik, namun sebagian lagi telah ditambahkan dengan gerak-gerak imitatif. Gerak-gerak imitatif tersebut terlihat pada saat penenun mengerjakan pekerjaannya, misalnya sedang memintal benang dan menenun. Sumber Foto : Eka Purna
Tari Genjek
Tari Genjek adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang sampai saat ini masih berkembang di Karangasem. Seni Genjek ini awalnya merupakan salah satu seni karawitan, dimana penampilannya pada setiap kesempatan tidak terlalu banyak menggunakan berbagai jenis instrumen seperti yang terdapat pada seni kerawitan lainnya. Elemen yang paling dominan dipakai dalam seni Genjek ini adalah elemen suara (vocal) yang dikemas dalam bentuk tembang atau gending. Disamping terdapat beberapa alat musik lain yang dipakai sebagai pengiring, yang paling unik dalam penampilan seni Genjek ini adalah adanya sarana lain yang menyertai, yang berupa minuman khas Bali, yaitu tuak. Bermula dari acara kumpul-kumpul sambil minum arak dan tuak, beberapa orang yang sudah hilang kendali dalam artian mabuk, mereka mengeluarkan suara-suara yang tidak tentu dan akhirnya disahuti dengan yang lainnya. Kesan senang dan gembira terpancarkan dari cara mereka mengungkapkan kata-kata dengan berirama selayaknya sebuah lagu tersebut. Sebagian orang lainnya akan menirukan suara musik sebagai pelengkap dari genjek khususnya suara kendang dan kempul. Kreativitas pun terus berjalan dengan masuknya para wanita yang ikut menyanyi, supaya sahut-menyahut dalam lagu menjadi lebih hidup. Tiba-tiba masuk pula alat tabuh angklung bambu (gerantangan) yang biasa mengiringi tari joged. Maka seni genjek mengalami perjalanan yang demikian cepat, dari seni mabuk menjadi seni koor khas Bali dengan irama yang demikian enerjik. Apalagi unsur mabuknya kemudian berangsur dihilangkan, serta masuknya tarian joged yang membuat tarian ini semakin bervariasi. Sumber Foto : Baliwwww.com
Tari Condong
Tarian ini bisa dibilang
tarian yang cukup sulit dan durasinya juga cukup lama. Tarian ini adalah tarian
klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat kompleks yang
menggambarkan seorang abdi Raja. Tari Condong adalah sebagai pelestarian budaya
Bali dalam upaya mengajegkan Bali. Awalnya tarian ini menampilkan dua penari
yang menyimbolkan dua bidadari dari sorga yaitu bidadari Supraba dan Wilotama.
Namun, dalam perkembangannya sekitar tahun 1930-an, muncul ide seniman untuk
melengkapinya tarian ini. Tarian ini menjadi lebih hidup dengan mengisahkan
suasana kerajaan yakni menampilkan tingkah polah sang raja dan sang abdi.
Walaupun tarian ini merupakan tarian dasar yang harus dikuasai oleh penari,
hingga saat ini tak ada yang tahu siapa pencipta tarian klasik ini. Sumber Foto : Martawan
Tari Gopala
Kata Gopala ini berasal
dari bahasa Kawi, yang artinya penggembala. Tari ini menggambarkan tingkah laku
sekelompok penggembala Sapi di suatu ladang penggembalaan. Ditarikan oleh
laki-laki juga. Tari Gopala merupakan
tarian yang bertemakan kerakyatan yang ditarikan sekelompok anak-anak atau
remaja Putra, dimana tarian ini digarap oleh I Nyoman Suarsa sebagai penata
tari dan I Ketut Gede Asnawa,MA sebagai penata tabuh, diambil dari penggalan
cerita pragmentari : “STRI ASADHU” Karya Ibu Ketut Arini,S.St. Tarian ini
diciptakan pada tahun 1983. Gopala adalah sebuah istilah dalam bahasa Kawi yang
berarti penggembala sapi. Tarian ini merupakan tari kelompok, dan biasanya
ditarikan oleh 4 sampai 8 orang penari putra. Dalam tarian Gopala ini
menceritakan aktivitas yang dilakukan oleh para pengembala di ladang
pertanian/sawah. Semua aktivitas tadi dituangkan kedalam bentuk garapan tari
misalnya: gerakan binatang sapi, memotong rumput, menghalau burung, membajak sawah,
menuai padi dan gerak lain-lainnya yang berhubungan dengan aktivitas petani.
Gerak tersebut di atas di olah menjadi pola garap yang berbau baru dengan
nuansa estetika kekinian. Gerakan tari ini menjadi hidup apabila dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan semangat. Sumber Foto : Martawan
Tari Kupu–Kupu
Tari Kupu-kupu melukiskan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok kupu-kupu
yang dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain. Tarian ini
merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun
1960-an. Sumber Foto : Eka Purna
Tari Margapati
Tarian ini agak mirip
dengan Panji Semirang. Tapi ceritanya berbeda. Tarian ini menggambarkan seorang
pemuda yang sangat gagah berani dan pantang menyerah, dan dilukiskan sebagai
raja binatang (Singa). Gerakannya tegas sekali. Margapati ini berasal dari kata
‘mrega’ yang artinya binatang, dan ‘pati’ yang artinya mati. Di tarian ini
terdapat gerakan-gerakan yang mencerminkan bahwa si raja hutan sedang mengintai
dan siap membinasakan mangsanya. Biasanya ditarikan oleh wanita. sehingga
wanita bisa juga jadi gagah. Sumber Foto : Martawan
Tari Puspanjali
Tarian ini merupakan tarian yang gemulai, tarian yang merupakan tarian
penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok puri. Gerakannya lembut banget, ritmis,
dan dinamis. Tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara
(rejang). Untuk tarian ini, sampai Ibu-Ibu pun bisa kok menari ini. Karena
memang gerakannya lembut banget. Sangat-sangat feminim, bahkan lebih feminim daripada
tari Pendet. Hehe. Oh, iya. Tari ini hanya sebentar sekali durasinya. Bahkan
mungkin yang paling cepat diantara tari-tari Bali lainnya. Kurang lebih 5 menit
saja. Puspanjali (puspa =
bunga, anjali = menghormat) merupakan sebuah tarian penyambutan yang ditarikan
oleh sekelompok penari putri (biasanya antara 5-7 orang). Menampilkan
gerak-gerak lembut lemah gemulai yang dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang
dinamis, tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara
Rejang, dan menggambarkan sejumlah wanita yang dengan penuh rasa hormat
menyongsong kedatangan para tamu yang datang ke pulau mereka. Tari ini
diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (penata tari) dan I Nyoman Windha
(penata tabuh pengiring) pada tahun 1989.
Tari Trunajaya
Tarian ini berasal dari
Bali Utara yang melukiskan gerak-gerik seorang pemuda yang menginjak dewasa dan
sangat emosional. Tarian ini semula diciptakan oleh Pak Wandres dalam bentuk
Kebyar Legong dan akhirnya disempurnakan oleh I Gde Manik. Tarian ini bisa juga
kok ditarikan oleh perempuan. Hehe. Gerakannya juga lumayan kompleks. Sumber Foto: Martawan
- Budaya Lainnya
Budaya dan tradisi yang
unik lainnya, membuat salah satu penyebab bali menjadi daerah tujuan wisata,
berikut beberapa budaya dan tradisi unik yang masih dijaga kelestariannya:
Ngaben
Ngaben adalah upacara
Pitra Yadnya, rangkain upacara Ngaben salah satunya prosesi pembakaran mayat
yang bertujuan untuk menyucikan roh leluhur orang sudah meninggal. Tradisi ini
masih dilakukan secara turun-temurun oleh hampir semua masyarakat Hindu di Bali.
Ngaben tikus di Mengwi
Seperti halnya upacara
ngaben, upacara yang biasanya dilakukan pada saat manusia meninggal, dilakukan
juga pada tikus, yang bisa dijumpai di Desa Cemagi, Mengwi, upacara ini
dilakukan saat wabah tikus mulai menyerang lahan pertanian warga.
Subak
Istilah subak hanya
dikenal di Bali, yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan
oleh para petani Bali dalam bercocok tanam padi. Istilah ini sudah mulai
dikenal dikalangan turis lokal maupun mancanegara. Anda bisa saksikan di objek
wisata Tegalalang, Jatiluwuh dan sejumlah areal persawahan di Bali
lainnya.
Ngerebong atau Ngurek
Tradisi yang ada di Bali
yang dilakukan umat Hindhu tepatnya di Pura Pangrebongan, Desa Kesiman,
Denpasar. Sebagai masyarakat yang mengikuti ritual ini mulai kerasukan/ trance
ada yang berteriak, menangis, menggeram dan menari dengan diiringi musik
tradisional beleganjur
Megibung
Selain memiliki tempat
wisata Bali yang indah, Bali juga kaya dengan budaya dan tradisi unik, adalah
merupakan salah satu tradisi warisan leluhur, dimana tradisi makan bersama
dalam satu wadah.
Gebug Ende
Ada banyak budaya dan
tradisi unik warisan leluhur di Bali, dan beberapa ada di Kabupaten karangasem
seperti tradisi megibung, kain geringsing di Tenganan dan yang satu ini adalah
Gebug Ende atau Gebug Seraya. Seperti namanya tradisi ini berasal dari Desa
Seraya.
Ter-teran
Satu lagi tradisi unik di
Kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Jasri, tradisi tersebut adalah
perang api atau disebut juga ter-teran. Aksi saling serang/ lempar-lemparan
dengan api ini. Perang api ini menggunakan obor prakpak/bobok (daun kelapa
kering yang diikat).
Mekare – kare atau Perang
Pandan
Satu lagi tradisi unik
yang ada di Bali, tepatnya di Desa Tenganan Karangasem. Upacara Perang Pandan
adalah upacara persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra (dewa
perang) dan para leluhur. menggunakan senjata pandan berduri sebagai
senjata masing-masing. Tenganan sendiri dengan tekhnik tenun dobel ikat,
menjadi objek wisata populer di Bali Timur.
Perang Pisang
Upacara perang pisang
atau mesabatan biu ini digelar di pelataran pura Bale Agung, desa Tenganan Daud
Tukad, dalam rangka pelantikan ketua dan wakil ketua pemuda setempat. Diikuti
oleh 16 pemuda desa yang dipilih oleh kelian adat untuk dilawankan dengan 2
orang (calon ketua dan wakil).
Omed – omedan
Tradisi unik di desa
Sesetan ini hanya diikuti oleh Truna-truni / muda – mudi atau yang sudah tua
dan belum menikah, adegan tarik menarik dan cium-ciuman ini, dirayakan setap
tanggal 1 Caka atau sehari setelah Hari Raya Nyepi.
Mekotek
Upacara ini
diselenggarakan denan tujuan mohon keselamatan, yang merupakan warisan budaya
leluhur yang dirayakan setiap hari Raya Kuningan dan turun-temurun oleh hampir
15 banjar di Desa Munggu kecamatan Mengwi, Badung.
Pemakaman di Trunyan
Keunikan tradisi pemakaman mayat di Desa Trunyan sampai sekarang ini masih
mejadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh warga setempat. Prosesi
orang meninggal di Bali, biasanya dikubur ataupun dibakar. Tapi kalau di desa
Trunyan tidak seperti itu, tubuh orang yang sudah meninggal melalui sebuah
prosesi. Salah satu desa unik menjadi tujuan wisata di Bali.
Ngusaba Bukakak
Hanya ada di Bali Utara,
tepatnya di desa Adat Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng. Begitu
banyaknya budaya warisa leluhur yang masih terjaga dengan baik di Bali.
Tujuan dari Upacara Bukakak ini untuk melakukan permohonan kepada Sanghyang
Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi Kesuburan.
Mesuryak
Upacara dengan
melemparkan uang ke atas ini digelar bertepatan pada Hari Raya Kuningan (10
hari setelah Galungan) setiap 6 bulan sekali, dengan tujuan untuk memberikan
persembahan ataupun bekal pada leluhurnya yang turun pada hari raya Galungan
dan kembali ke Nirwana pada hari raya Kuningan
Perang Ketupat
Satu lagi tradisi unik di Bali yaitu Perang Ketupat yang dirayakan satu tahun sekali di desa Kapal, Kabupaten Badung. Tujuan diadakan prosesi ini sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen dan untuk doa keselamatan dan memohon kesejahteraan bagi umat manusia.
Upacara Ngedeblag
Tradisi Ngedeblag hanya
dilakukan di desa Pekraman Kemenuh, Kec. Sukawati, Gianyar. Prosesi ini
dirayakan di setiap Hari Kajeng Kliwon menjelang peralihan sasih kelima dan
sasih keenam (kalender Bali) yang digelar sekali dalam setahun.
Ritual Agung Briyang
Di rayakan setiap 3 tahun
sekali pada purnamaning sasih kedasa kalender Hindu Bali, perayaan ini hanya
ada di desa tua Sidetapa Buleleng, lokasi desa ini sekitar 40 km barat laut
kota Singaraja. Tujuan mengadakan upacara Agung Briyang adalah untuk melawan
dan roh-roh jahat.
Ngelawang
Salah satu ritual tolak
bala di Bali yang dilakukan diantara hari raya Galungan dan Kuningan, beberapa
tempat masih melakukan tradisi ini ada juga yang tidak, namum nilai budaya ini
sudah tertanam pada anak-anak yang mementaskan ritual ini.
Ngusabha Tegen
Di Desa Kedisan –
Kintamani, sarana banten yang dipersembahkan dengan banten/ sesajian
tegen-tegenen yang terdiri dari sayur-sayuran, buah dan ikan dipikul oleh kaum
pria, sedangkan kaum ibu membawa banten gebogan dengan tujuan agar tetap diberi
keselamatan dan kemakmuran
3. Senjata Tradisional
Keris sebagai senjata
penduduuk Bali. Selain untuk membela diri, keris dapat mewakili seseorang dalam
suatu undangan pernikahan. Menurut kepercayaan sebagai penduduk Bali, bila
keris pusaka direndam dalam air putih akan menyembuhkan anggota keluarga dari
gigitan binatang berbisa. Gagang keris yang terbuat dari kayu itu, ada pula
yang berhiasan permata. Selain keris terdapat pula tombak yang dipergunakan
untuk berburu, berperang atau upacara pembakaran mayat. Juga terdapat golok
yang dipergunakan untuk keperluan bertani serta untuk mempersiapkan upacara
keagamaan.
4. Pakaian Adat
Pakaian adat pria Bali
berupa ikat kepala (destra), kain songket saput dan sebilah keris terlesip pada
pinggang bagian belakang. Sedangkan wanitanya memakai dua helai kain songket,
setagen songket atau meprada dan selendang atau senteng. Ia juga memakai hiasan
bunga emas dan bunga kamboja diatas kepala. Perhiasan yang dipakainya adalah
subang, kalung, dan gelang. Pakaian adat tradisional Bali sesungguhnya sangat
bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di
Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara,
jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat
diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya. Pakaian Adat Bali
di tempat daerah juga memiliki perbedaan. Kain Songket dan Destar (Ikat Kepala) menjadi pertanda Pakaian yang umumnya di pakai oleh orang Bali terutama di saat upacara pernikahan maupun upacara sakral lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
5. Suku
Suku Bali
(bahasa Bali: Anak
Bali, Wong Bali, atau Krama Bali) adalah suku
bangsa mayoritas di pulau Bali, yang menggunakan bahasa
Bali dan mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih
90%, sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha. Menurut
hasil Sensus Penduduk 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di Indonesia. Sekitar
3,3 juta orang Bali tinggal di Provinsi
Bali. Orang Bali juga banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Tengah, Lampung dan
daerah penempatan transmigrasi asal Bali lainnya. Sebagian kecil orang Bali
juga ada yang tinggal di Malaysia.
Suku Bali Aga
Salah satu subsuku
bangsa Bali yang menganggap mereka sebagai penduduk bali yang asli. Bali Aga
disebut dengan Bali pegunungan yang mana sejumlah suku Bali Aga terdapat di
Desa Trunyan. Istilah Bali Aga dianggap memberi arti orang gunung yang bodoh karena
mereka berada didaerah pegunungan yang masih kawasan pedalaman dan belum
terjamah oleh teknologi. Penduduk
asli Bali, dikatakan telah datang ke Pulau Bali, sebelum gelombang migrasi
Hindu-Jawa, dari desa Bedulu. Menurut legenda, hiduplah raja terakhir Pejeng
(kerajaan Bali tua), yaitu Sri Aji Asura Bumi Banten, yang memiliki kekuatan
supranatural. Dia bisa memotong kepalanya tanpa merasa sakit dan meletakkannya
kembali. Suatu hari, kepala sang raja tanpa sengaja jatuh ke sungai dan hanyut.
Salah seorang pelayannya, panik, memutuskan untuk segera memenggal babi dan
mengganti kepala raja dengan kepala binatang itu. Karena malu, raja bersembunyi
di sebuah menara tinggi, melarang siapa pun untuk melihat dia. Namun, ada
seorang anak kecil yang menemukan rahasia tersebut dan sejak itu, raja ini
dikenal sebagai Dalem Bedulu, atau Dia-yang-berubah-kepala. Alasan yang lebih
ilmiah adalah teori bahwa itu berasal dari nama Badahulu atau "desa
hulu". Setelah kerajaan Pejeng, Kekaisaran Majapahit naik ke tampuk
kekuasaan. Masyarakat Bali Aga hidup
terisolasi di daerah
pegunungan. Wisatawan yang ingin mengunjungi desa-desa tertentu juga harus
berhati-hati dengan faktor geografis yang ada. Ketika berkunjung pun, kita
harus menghargai adat istiadat setempat serta mengamati ritual-ritual seperti
proses pengawetan kehidupan yang mereka miliki. Di Tenganan, kegiatan
pariwisata lebih mudah, karena penduduknya lebih ramah. selain itu ada festival
tiga hari yang disebut Udaba Sambah diadakan selama bulan Juni atau Juli. Sumber Foto : Argya
6. Bahasa
Bahasa yang
digunakan di Bali adalah bahasa Indonesia, Bali dan
Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata. Bahasa Bali dan bahasa
Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali
dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali
adalah bilingual atau bahkan
trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali,
umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai
pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa
Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu
Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra);
meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.
Di beberapa tempat di
Bali, ditemukan sejumlah pemakai bahasa Jawa dan Madura. Bahasa Inggris adalah
bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang
dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para
karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali
juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai. Bahasa Jepang juga menjadi
prioritas pendidikan di Bali.
7. Lagu Daerah
- Jangi Janger
- Dewa Ayu
- Macepet Cepetan
- Meong -Meong
ENSIKLOPEDI LAINNYA
ENSIKLOPEDI LAINNYA
Terkini Indonesia
Terbaik Indonesia
Travelling
Kita